Share

7. Rumah sakit

last update Last Updated: 2025-04-30 12:16:14

Hujan turun dengan deras di luar jendela, membasahi jalanan dan menciptakan riuh samar di tengah keheningan malam. Pukul dua lewat dua puluh lima menit pagi, Naraya terbangun dari tidurnya yang tak nyenyak. Perutnya mengeras, nyeri yang familiar menjalar dari tulang belakang hingga ke pusar. Ia mengerang pelan, menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa sakit yang datang bertubi-tubi.

“Tidak ... bukan sekarang.”

Namun tubuhnya tak bisa dibohongi. Kontraksi itu nyata, lebih kuat dan intens dari sebelumnya. Dengan susah payah, ia meraih ponsel yang tergeletak di meja kecil dekat kasurnya. Ia menggulir daftar kontak, tapi tak satu pun nama yang bisa ia andalkan. Tidak ada keluarga. Tidak ada teman dekat. Dan pria yang seharusnya berada di sampingnya pun tidak bisa Nayara harapkan.

Dengan napas yang tersengal, Naraya bergegas keluar kamar, tubuhnya bergetar karena rasa sakit. Ia mengetuk pintu tetangganya, Bu Ningsih—seorang ibu paruh baya yang selama ini sesekali menawarinya makanan hangat dan sapaan ramah.

Tak lama, pintu terbuka.

“Ya Allah, Naraya! Kamu kenapa, Nak?” tanya Bu Ningsih panik melihat tubuh Naraya yang basah kuyup, wajah pucat, dan keringat dingin mengucur dari pelipisnya.

“Bu ... saya mau melahirkan, tolong antar ke rumah sakit,” jawabnya terbata.

Tanpa banyak tanya, Bu Ningsih langsung memanggil suaminya dan meminta bantuan. Dengan cepat, mereka membawa Naraya ke mobil tua milik mereka dan melaju menembus hujan malam.

Setibanya di rumah sakit, Naraya langsung dibawa ke ruang bersalin. Tangannya menggenggam erat kain sprei ranjang, menahan setiap kontraksi yang datang semakin sering. Air ketubannya sudah pecah saat masih di mobil. Tak ada waktu untuk menunggu.

“Tarik napas, Bu Naraya. Satu, dua ... keluarkan perlahan. Oke, sekali lagi!” seru bidan yang mendampinginya.

Naraya menggigit gigi, menahan jerit. Rasanya seperti tubuhnya dirobek dari dalam. Tapi ia tahu, tak ada yang bisa ia andalkan selain dirinya sendiri.

Seorang dokter wanita masuk, wajahnya serius. “Ibu Naraya, siapa yang mendampingi Anda? Suami? Keluarga?”

Naraya menoleh lemah. Matanya berkaca-kaca, tapi suaranya tegas, nyaris dingin. “Saya sendirian. Anak sebatang kara. Ayah dari bayi ini sudah lama pergi.”

Dokter itu terdiam sesaat, lalu hanya mengangguk pelan. “Baik. Kita akan bantu sebaik mungkin. Kamu kuat, Bu Naraya. Bertahan sebentar lagi.”

Di sisi rumah sakit yang lain, seorang pria tampak duduk di ruang tunggu IGD dengan tangan memegang kening. Alvano. Wajahnya pucat, napasnya pendek-pendek. Sejak sore tadi, jantungnya terus berdebar keras dan kepalanya pusing. Awalnya ia pikir hanya stres kerja, tapi rasa itu tak kunjung hilang.

Ia menatap dinding ruang tunggu, entah mengapa perasaan tidak nyaman terus merayap dalam dadanya. Seperti ada sesuatu yang penting yang seharusnya ia temui malam ini. Tapi apa?

Perawat memanggil namanya, dan ia berdiri lemas untuk diperiksa. Namun saat melintas di depan ruang bersalin, ia terhenti. Terdengar suara jeritan—suara perempuan yang sedang melahirkan. Suara itu ... entah kenapa membuat hatinya bergetar.

Alvano menoleh. Ia tak tahu siapa yang ada di balik pintu itu, tapi suara itu terdengar familiar. Seolah memanggil bagian jiwanya yang kosong.

“Pak?” tanya perawat, menyadarkan lamunan Alvano.

“Ah ... iya,” gumamnya, melangkah lagi. Ia menggelengkan kepala. “Bukan urusanku.”

Ia tidak tahu bahwa beberapa meter darinya, seorang perempuan sedang berjuang melahirkan anaknya, darah dagingnya.

Naraya menangis. Bukan karena lelah semata, tapi karena rasa sepi yang begitu pekat. Setiap kontraksi datang, ia merasa seperti hanyut dalam kehampaan. Ia ingin memanggil nama seseorang siapa pun untuk berada di sisinya. Tapi yang ia punya hanya dinding-dinding kosong dan suara medis yang dingin.

Waktu seakan berhenti. Dalam keputusasaan, Naraya memejamkan mata dan mengerahkan seluruh tenaganya. Satu tarikan napas panjang. Satu jeritan. Dan akhirnya tangisan bayi menggema.

Tangisan yang mengisi seluruh ruang, menghapus semua rasa sakit untuk sesaat. Air mata Naraya jatuh membasahi pipinya. Bayi mungil itu diletakkan di dada Naraya—merah, kecil, dan persis seperti ayahnya.

“Selamat, Bu Naraya. Bayi Anda laki-laki. Sehat dan kuat.”

Naraya menggenggam jemari kecil bayinya. Ia tersenyum di antara lelah dan lukanya.

“Hai ... maaf ya kamu lahir tanpa siapa-siapa di sini. Tapi Mama janji, kamu tidak akan merasa sendirian,” bisiknya lirih.

Di ruangan berbeda, Alvano memegang hasil pemeriksaannya. Jantung normal. Tekanan darah stabil. Dokter bilang mungkin hanya stres atau terlalu banyak pikiran.

Namun rasa sesak di dadanya belum juga hilang. Ia berdiri di depan jendela besar, menatap hujan yang masih turun.

“Kenapa rasanya seperti aku kehilangan sesuatu?” gumam Alvano.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri yang Kau Sengsarakan   8. Merawat bayi seorang diri

    "Aku beri dia nama, Reyhan Samudra." Nayara menggenggam telapak tangan mungil putra kecilnya. Setelah 2 hari di rumah sakit, akhirnya Nayara bisa pulang lagi ke kontrakan kecilnya. Untungnya, Nayara memiliki tabungan yang cukup dari hasil berjualan bubur selama ini untuk makannya sehari-hari pasca pemulihannya. "Kamu tidak usah berkecil hati, Sayang. Meskipun tanpa siapapun, Mama pasti bisa membesarkan kamu dengan baik dan mendidik kamu supaya kelak kamu menjadi orang yang bisa menghargai orang lain," ujar Nayara dengan senyum tulusnya. Perlahan-lahan Nayara sudah mulai bisa berdamai dengan dirinya sendiri, Nayara akan merasa baik-baik saja Karena sekarang ada malaikat kecil yang harus dia jaga dan besarkan seorang diri. 'Aku pasti bisa menjadi sosok Ibu sekaligus ayah yang baik untuk anak ini,' ucap Nayara dalam hati. Nayara masih bisa tersenyum di saat dunia seakan menghimpitnya, bayangkan saja Nayara yang baru saja melahirkan dua hari yang lalu harus mengurus bayi itu sendiria

    Last Updated : 2025-04-30
  • Istri yang Kau Sengsarakan   9 : Setelah 5 Tahun

    Lima tahun kemudian!Setelah lima tahun berlalu, Nayara masih tinggal di kontrakan sepetak nya bersama putra kecilnya yang kini sudah berusia lima tahun.Tidak banyak yang berubah, Nayara masih berjualan bubur untuk dicukupi kebutuhan sehari-hari. Bedanya sekarang bubur yang dijual oleh Nayara sudah banyak dikenal oleh orang-orang sehingga Nayara hanya fokus penjualan di depan kontrakan tidak diselingi dengan berkeliling lagi. Selama 5 tahun ini, hidup Nayara sangat tentram. Jauh dari orang-orang jahat yang tidak punya hati, dan juga sangat bahagia karena karena putra kecilnya tumbuh menjadi anak yang pintar dan penurut.Nayara berhasil mendidik anak itu dengan baik.Seperti kali ini contohnya, Nayara sedang mencuci piring setelah berjualan seharian. Rayhan begitu tenang duduk di samping Nayara.Raihan sangat tampan, tak jauh berbeda dengan ayah kandungnya."Mama, kapan bisa temani Ray main?" Anak berusia lima tahun itu

    Last Updated : 2025-05-03
  • Istri yang Kau Sengsarakan   10 : Paksaan menyakitkan

    "Sudah lima tahun, Nara. Sudah lima tahun kamu menyembunyikan diri dariku," bentak Alvano."Alvano, kamu ...." Nayara menatap Alvano lalu beralih menatap Dokter tadi. "KAMU TIDAK BENAR-BENAR SAKIT?" Nayara meninggikan nada suaranya dan sadar dirinya telah ditipu."Kamu tega menipu aku, Al?" Suara Nayara berubah lirih.Alvano tertawa sinis. "Benar, aku menipu kamu. Kalau tidak begitu." Alvano menarik kasar tangan Nayara sampai membentur dadanya. "Kami tidak akan pernah muncul lagi, Nara." Alvano mendorong Nayara dengan kasar."Untuk apa kamu melakukan semua ini? Bukankah kita sudah bercerai?" Mata Nayara berkaca-kaca."Cerai ya?" Alvano menatap tajam Nayara. "Apa kamu pikir aku sudah menyetujui perceraian itu? Kamu memang tidak tau diri, belum menebus semua hutang-hutang kamu padaku, tapi sudah berani kabur selama lima tahun."Nayara sudah terbiasa dengan kata-kata pedas yang Alvano katakan padanya.Nayara hampir menangis

    Last Updated : 2025-05-03
  • Istri yang Kau Sengsarakan   11 : Tindakan tiba-tiba

    "Aku tidak butuh persetujuanmu, Nara. Asal kamu tahu, kamu tidak berhak menolakku." Alvano berdiri tegak. "Coba selidiki lebih jauh lagi, dari mana para perawat tadi menemukan dia?" Alvano menatap Keenan.Mendengar itu, Nayara langsung panik. Nayara langsung berdiri sambil menatap Alvano."Apa lagi yang kamu inginkan?" tanya Nayara yang mencoba menyembunyikan rasa paniknya. "Apa yang aku inginkan?" Alvano mengulang pertanyaan Nayara. "Mungkin saja ada pria hidung belang di luar sana yang mau menampung istriku selama 5 tahun, bukankah aku harus berterima kasih kepada mereka?" Alvano tersenyum miring.Sejak awal Alvano sudah yakin kalau Nayara pasti hidup dengan seseorang, Alvano lebih yakin lagi karena selama ini Nayara itu adalah anak manja yang tidak bisa hidup sendiri dan sangat bergantung kepada harta keluarga Widjaya.Nayara semakin panik, bukan karena apa yang dipikirkan Alvano itu benar. Tapi karena masih ada hal besar yang dia se

    Last Updated : 2025-05-03
  • Istri yang Kau Sengsarakan   12. Permohonan Nayara

    Sadar dengan tindakannya, Alvano langsung mendorong kepala Nayara sampai wanita itu terbentur ke dinding mobil.“Kamu jahat, Al.” Nayara yang merasa dilecehkan pun menghapus bekas ciuman Alvano.Setelah itu mereka tidak terlibat percakapan apa pun lagi, Nayara menatap keluar jendela selama perjalanan, sedangkan Alvano sibuk dengan pikirannya sendiri.Alvano menyesal telah kelepasan mencium Nayara.Satu jam kemudian, Nayara meminta berhenti di pinggir jalan yang lumayan jauh dari kontrakannya. Nayara sengaja turun di sini agar Alvano tidak bertemu dengan Rayhan.“Tunggu!” Alvano masih menahan Nayara saat wanita itu hendak pergi.“Apalagi?” tanya Nayara lirih.“Aku sarankan kamu jangan kabur lagi! Jika sampai kamu tidak bisa ditemukan lagi, aku tidak akan segan-segan benar-benar membuat kamu hancur.” Setelah mengatakan itu, mobil Alvano berjalan meninggalkan Nayara dengan rasa sakitnya.“Sejauh ini kamu sudah memb

    Last Updated : 2025-05-04
  • Istri yang Kau Sengsarakan   13 : Mulai curiga

    “Aku jadi penasaran, dia itu anak haram dari pria brengsek yang mana sampai kamu rela sampai seperti ini.” Alvano menunjuk Nayara yang masih berlutut.Vanya muncul di tempat itu dengan langkah tertatih dan pakaian rumah sakit yang melekat di tubuhnya, gadis itu baru saja sadar setelah mendapatkan transfusi darah dari Nayara.“Tolong jangan panggil dia anak haram, dia bukan anak haram, Al. Dia anak hasil dari pernikahan yang sah,” desis Nayara.“Kalau begitu katakan siapa ayahnya!” titah Alvano.“Sebenarnya dia anak kam—”“Kak, Alvano! Ada apa ini?” Suara Vanya membuat Nayara menelan kata-katanya kembali.Alvano langsung khawatir melihat kedatangan gadis itu. “Kenapa kamu datang ke sini?”“Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih pada Kak Nara karena dia sudah melakukan transfusi darah untukku,” jawab Vanya sambil menatap Nayara, “terima kasih banyak, Kak Nara,” lanjutnya dengan suara yang begitu lembut mendayu-dayu.

    Last Updated : 2025-05-04
  • Istri yang Kau Sengsarakan   14. Dari ujung koridor

    Setelah menunggu semalaman, akhirnya Rayhan sadar juga pagi ini.“Ayo makan satu suap lagi, Sayang!” Nayara menyodorkan sendok berisi bubur putih pada putranya itu.Nayara menggigit bibir bawahnya menahan tangis saat teringat apa yang dikatakan dokter setelah hasil lab kesehatan Rayhan keluar tadi pagi.Flashback on.“Rayhan mengalami penyakit leukemia yang sudah sangat parah, dia butuh transfusi sumsum tulang belakang.”Dunia Nayara terasa runtuh saat itu juga, anak yang dia jaga sepenuh hati sejak dalam kandungan seorang diri tanpa bantuan siapa pun—kini menderita sakit separah itu.“Dokter, tolong pikirkan cara untuk menyelamatkan anak saya, Dokter.” Nayara sampai tidak bisa membendung air matanya saat itu juga.“Anda jangan cemas dulu, Nyonya. Kami akan bantu mencarikan pendonor sumsum tulang belakang yang cocok untuk anak Anda.”Nayara sedikit merasa lega mendengar itu.“Hanya saja … Anda perlu mem

    Last Updated : 2025-05-04
  • Istri yang Kau Sengsarakan   15. Bersimpati lagi

    Plak!“Argh!”Tubuh Nayara langsung terhempas ke dinding hanya karena satu tamparan keras dari Alvano.Pria itu langsung marah melihat Vanya yang terduduk di lantai dan seperti di dorong oleh Nayara padahal kenyataannya tidak begitu.Vanya buru-buru berdiri. “Kak Alvano, dia mendorongku.” Vanya mengadu dan memasang wajah yang terluka.Nayara hanya diam dipojokkan sambil menahan rasa perih di pipinya akibat tamparan Alvano.“Nayara, kamu cari mati,” desis Alvano yang sangat marah.“Dasar paham jahat! Jangan menyakiti ibuku!” Si kecil Rayhan memasang badan untuk membela ibunya.Rayhan yang biasanya diajari sopan santun pada orang dewasa itu, kini mendorong Alvano sekuat tenaga karena telah berani menampar ibunya.Gyut!Secara tiba-tiba Rayhan membalas Alvano dengan cara menggigit punggung tangan pria itu.“Arghh!” Alvano yang merasak

    Last Updated : 2025-05-05

Latest chapter

  • Istri yang Kau Sengsarakan   21 : Harapan terakhir

    “Maafkan aku, Nyonya. Aku salah, aku akan menampar diriku sendiri.”Pelayan itu benar-benar menampar dirinya sendiri berkali-kali sampai wajahnya membengkak dan memerah.“Sudah cukup, sekarang kamu boleh pergi dan katakan kepada Kak Nara kalau Mama dan Papa tidak mau menemuinya,” titah Vanya.“Kenapa kamu masih membela anak itu? Apa jangan-jangan dia sudah memberimu jampi-jampi agar tetap simpati padanya?” Clarissa jadi semakin berpikiran buruk tentang Nayara. “Padahal Vanya sudah tinggal selama 5 tahun dengan kita, tapi kamu masih saja tidak bisa melupakan anak itu.” Clarissa benar-benar marah pada suaminya.“Bukan begitu maksudku.” Dimas begitu dilema sekarang.Di satu sisi dia ingin bertemu dengan Nayara, tapi di sisi lain dia takut pada Clarissa kalau dia berani menemui Nayara.“Pa, aku tidak tahu seperti apa kedekatanmu dengan Kak Nara. Kalian sudah hidup bersama selama dua puluh tahun lamanya, tapi Papa tidak pantas berlaku seperti itu pada Kak Nara.” Vanya tidak terima melihat

  • Istri yang Kau Sengsarakan   20 : Rumah itu lagi

    “Selamat pagi, Dokter Ardian.” Nayara tersenyum ramah pada seorang dokter paruh baya yang Nayara kira sudah menghubunginya.“Terima kasih banyak sudah menyisakan satu kamar untuk Rayhan,” ujar Nayara.“Kamar apa?” Dokter Ardian terlihat bingung menanggapi pertanyaan Nayara.“Kamar untuk Rayhan, bukankah Anda yang membantuku?” Nayara terlihat begitu bahagia.Sepertinya Dokter Ardian tidak tahu apa-apa tapi juga tidak berani mengatakan apa pun. Tentu saja, kamar itu disediakan oleh Alvano, jelas Dokter Ardian tidak akan tahu apa-apa.“Sudahlah, berhubung Anda ada di sini, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan.” Dokter Ardian memberikan sebuah kertas. “Ini laporan kesehatan Rayhan, kondisinya semakin menurun. Hal ini sangat tidak baik, tidak bisa kalau hanya memakan obat-obatan saja.”Nayara memejamkan mata, sebelumnya dia sudah menduga hal ini akan terjadi.“Dokter, tolong bantu selamatkan putraku. Dia baru berusia lima tahun, tolong, Dok,” pinta Nayara.“Segera urus semua biayanya, Nyon

  • Istri yang Kau Sengsarakan   19 : Semakin membenci

    “Uhuk!” Rayhan batuk-batuk sampai hidungnya mengeluarkan darah.Tapi anak itu tidak mengatakan apa pun, dia cuma fokus bermain dengan Ultraman baru yang dibekali oleh ibunya.“Astaga, kamu mimisan lagi?” Nayara mengambil selembar tisu. “Sini biar Mama lap darahnya.” Nayara menghapus darah dari hidung Rayhan.“Ray, waktunya minum obat. Kamu mau sembuh kan, Sayang?” Nayara mengeluarkan obat-obatan yang begitu banyak yang harus dikonsumsi anak sekecil Rayhan.“Ray tidak mau, Mama. Obatnya sangat pahit,” tolak Rayhan sambil menutup mulutnya.“Kamu ingin mendengar sebuah cerita?” Nayara mencari akal untuk membujuk Rayhan agar mau meminum obat.“Cerita apa, Mama?” Mata polos Rayhan berkedip-kedip lucu menatap Nayara.“Dulu Ultraman ini juga sakit, dia baru sembuh setelah minum obat.” Nayara mengarang cerita yang menarik untuk anak-anak.“Benarkah?” Dan sesuai dengan harapan Nayara, Rayhan tertarik dan percaya dengan a

  • Istri yang Kau Sengsarakan   18 : Mirip

    Setelah semua masakannya selesai, Nayara menata semuanya di atas meja makan yang di sana sudah dihuni oleh Alvano dan Vanya.Nayara menyiapkan semuanya dengan hati-hati, jangan sampai dia membuat kesalahan yang berakhir dirinya menerima kekerasan lagi dari Alvano ataupun Vanya yang licik.Gadis itu manipulatif, jadi Nayara harus berhati-hati dengan gadis yang saat ini bersama suaminya.“Tuan Alvano, Nona Vanya, silakan menikmati hidangannya!” Nayara benar-benar sangat profesional dan sadar diri dengan statusnya di tempat ini.Alvano terdiam dan tampak begitu murung, hati kecilnya sangat tidak rela melihat Nayara berada di posisi seperti ini. Sementara itu, egonya mengatakan bahwa wanita itu pantas menerima perlakuan seperti ini.Alvano mulai makan, mata terpejam menikmati sensasi makanan khas buatan Nayara yang sudah lama tidak ia makan.Jujur saja, Alvano merindukan masakan ini. Tapi bahasa bancinya pada Nayara mengalahkan segal

  • Istri yang Kau Sengsarakan   17 . Penyemangat

    Nayara memberikan surat-surat yang sudah dia tandatangani pada Alvano.“Selesai, Tuan. Apalagi yang harus saya lakukan?” Nayara begitu sabar dan pasrah menghadapi Alvano.Alvano menerima surat itu lalu berkata, “Besok pagi jam delapan kamu harus sudah ada di sini, harus tepat waktu tidak boleh terlambat.” Kali ini Alvano berbicara baik-baik pada Nayara.“Baiklah, Tuan.” Nayara membungkuk hormat layaknya para pelayan pada umumnya. “Kalau begitu saya izin pamit dulu.”Alvano mengangguk sehingga Nayara bisa pergi dari tempat itu.Alvano menatap surat-surat di tangannya cukup lama, raut wajah pria itu begitu sulit untuk dijelaskan. Entah apa yang ada di dalam pikiran Alvano saat ini....“Mama, rumah ini sangat besar.” Mata Rayhan berbinar menatap rumah mewah yang dia pijaki sekarang.Nayara hanya tersenyum mendengar itu, Nayara tidak tega jika harus meninggalkan Rayhan yang sedang sakit sendiria

  • Istri yang Kau Sengsarakan   16 : Menjadi pembantu

    “Kak!” Vanya memanggil Alvano dengan suaranya yang lembut mendayu-dayu itu."Ini sudah malam, sebaiknya kamu istirahat lagi ke kamarmu. Kata dokter besok kamu sudah boleh pulang, siap-siap dan besok akan aku jemput." Alvano mengusap pipi Vanya dengan begitu perhatian di depan muka Nayara.Tidak bisa dibayangkan sesakit apa perasaan Nayara saat ini.“Baiklah,” balas Vanya dengan patuh.Alvano pergi dari sana karena masih ada urusan lain, sebagai orang penting tentunya Alvano memiliki banyak pekerjaan dan jadwalnya sangat padat.Vanya menatap Alvano sampai pria itu benar-benar menghilang, setelahnya Vanya melirik Nayara yang tengah memeluk Reyhan.“Kamu benar-benar wanita tidak tahu diri, Kak Nara. Kamu itu hanya anak dari seorang pelakor, kenapa kamu masih berani ngerayu Kak Alvano yang jelas-jelas adalah milik aku? Kamu pasti belajar dari ibumu yang pelakor itu kan?” Vanya memaki Nayara habis-habisan.“Aku bahkan nggak p

  • Istri yang Kau Sengsarakan   15. Bersimpati lagi

    Plak!“Argh!”Tubuh Nayara langsung terhempas ke dinding hanya karena satu tamparan keras dari Alvano.Pria itu langsung marah melihat Vanya yang terduduk di lantai dan seperti di dorong oleh Nayara padahal kenyataannya tidak begitu.Vanya buru-buru berdiri. “Kak Alvano, dia mendorongku.” Vanya mengadu dan memasang wajah yang terluka.Nayara hanya diam dipojokkan sambil menahan rasa perih di pipinya akibat tamparan Alvano.“Nayara, kamu cari mati,” desis Alvano yang sangat marah.“Dasar paham jahat! Jangan menyakiti ibuku!” Si kecil Rayhan memasang badan untuk membela ibunya.Rayhan yang biasanya diajari sopan santun pada orang dewasa itu, kini mendorong Alvano sekuat tenaga karena telah berani menampar ibunya.Gyut!Secara tiba-tiba Rayhan membalas Alvano dengan cara menggigit punggung tangan pria itu.“Arghh!” Alvano yang merasak

  • Istri yang Kau Sengsarakan   14. Dari ujung koridor

    Setelah menunggu semalaman, akhirnya Rayhan sadar juga pagi ini.“Ayo makan satu suap lagi, Sayang!” Nayara menyodorkan sendok berisi bubur putih pada putranya itu.Nayara menggigit bibir bawahnya menahan tangis saat teringat apa yang dikatakan dokter setelah hasil lab kesehatan Rayhan keluar tadi pagi.Flashback on.“Rayhan mengalami penyakit leukemia yang sudah sangat parah, dia butuh transfusi sumsum tulang belakang.”Dunia Nayara terasa runtuh saat itu juga, anak yang dia jaga sepenuh hati sejak dalam kandungan seorang diri tanpa bantuan siapa pun—kini menderita sakit separah itu.“Dokter, tolong pikirkan cara untuk menyelamatkan anak saya, Dokter.” Nayara sampai tidak bisa membendung air matanya saat itu juga.“Anda jangan cemas dulu, Nyonya. Kami akan bantu mencarikan pendonor sumsum tulang belakang yang cocok untuk anak Anda.”Nayara sedikit merasa lega mendengar itu.“Hanya saja … Anda perlu mem

  • Istri yang Kau Sengsarakan   13 : Mulai curiga

    “Aku jadi penasaran, dia itu anak haram dari pria brengsek yang mana sampai kamu rela sampai seperti ini.” Alvano menunjuk Nayara yang masih berlutut.Vanya muncul di tempat itu dengan langkah tertatih dan pakaian rumah sakit yang melekat di tubuhnya, gadis itu baru saja sadar setelah mendapatkan transfusi darah dari Nayara.“Tolong jangan panggil dia anak haram, dia bukan anak haram, Al. Dia anak hasil dari pernikahan yang sah,” desis Nayara.“Kalau begitu katakan siapa ayahnya!” titah Alvano.“Sebenarnya dia anak kam—”“Kak, Alvano! Ada apa ini?” Suara Vanya membuat Nayara menelan kata-katanya kembali.Alvano langsung khawatir melihat kedatangan gadis itu. “Kenapa kamu datang ke sini?”“Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih pada Kak Nara karena dia sudah melakukan transfusi darah untukku,” jawab Vanya sambil menatap Nayara, “terima kasih banyak, Kak Nara,” lanjutnya dengan suara yang begitu lembut mendayu-dayu.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status