Share

Kembali ke Rumah

“Tenanglah, Bu,” cegah Aries. Dia yang sangat mengenal watak Kartika, langsung menarik mundur wanita paruh baya itu. Aries bahkan sampai harus memegangi kedua lengan sang ibu, yang kembali hilang kendali. 

“Kami datang kemari untuk meminta keterangan secara langsung dari Pak Suratman sendiri. Akan tetapi, tentu saja tidak di sini. Jadi, kami sarankan agar Pak Suratman bisa ikut ke kantor secara baik-baik. Mari bekerja sama, agar kasus ini bisa terkuak dengan jelas,” ucap sang petugas lagi baik-baik.

“Suami saya orang baik, Pak polisi! Dia tidak mungkin menculik anak orang! Lagi pula, selama ini dia sangat menyayangi Laila!” sanggah Kartika berapi-api, sambil terus menunjuk-nunjuk kepada petugas polisi tadi. 

Sesaat kemudian, Kartika mengalihkan perhatian kepada Adnan dan Mayang. “Anda berdua ini sebenarnya siapa? Kenapa main tuduh saja terhadap suami saya! Lagi pula, Laila itu yatim piatu! Dia anak panti asuhan. Mana ada ….”

“Laila keponakan kami yang dinyatakan hilang, saat berusia dua setengah tahun. Nama lengkapnya adalah Athalia Laila Hadyan. Dia merupakan putri tunggal kakak saya yang bernama Reswara Hadyan,” jelas Adnan. Pria itu berusaha agar tak terpancing amarah Kartika.

“Apa? Laila adalah putri Pak Reswara Hadyan?” Aries yang sejak tadi hanya menyimak sambil memegangi lengan sang ibu, kali ini ikut bersuara setelah mendengar nama Reswara Hadyan. 

“Kenapa, Ries? Apa kamu kenal orang itu?” tanya Kartika seraya menoleh kepada putra sulungnya tersebut. 

Aries terlihat gelisah sebelum menjawab pertanyaan Kartika. Dia melepaskan cengkraman dari lengan sang ibu, kemudian meraup kasar wajahnya. “Bagaimana mungkin aku tidak kenal Pak Reswara, Bu. Beliau adalah pemilik dari pabrik tempatku bekerja,” jawab Aries resah. Andai saja dia mengetahui siapa Laila sejak awal, mungkin dirinya tak akan memperlakukan wanita itu dengan buruk.

“Apa?” Kartika terbelalak tak percaya. Dia menatap Aries, lalu beralih kepada Laila yang tak peduli terhadapnya.

Keresahan Aries berbanding terbalik dengan raut wajah Laila. Paras cantik wanita dua puluh lima tahun itu menyiratkan kebahagiaan, atas kemenangan telak yang didapatnya. Laila memang belum merasa yakin atas penuturan Adnan. Namun, jika memang itu benar, maka artinya dialah yang akan memegang kuasa. 

Laila mengarahkan perhatian sepenuhnya kepada Suratman. “Beri aku jawaban dengan kalimat yang sederhana, Pak,” pinta istri Aries tersebut kepada Suratman, yang sejak tadi hanya membisu sambil tertunduk lesu. 

Suratman memberanikan diri mengangkat wajah. Dia menatap Laila, menantu yang sangat disayanginya. “Maafkan Bapak, Nak. Bapak bisa menjelaskan semua ini.” 

Laila tersenyum kelu. Setitik air mata terjatuh di sudut bibir. Rasa kecewa tiba-tiba menyeruak. Itu artinya, Suratman merupakan orang yang paling bertanggung jawab atas segala penderitaan yang menimpa selama ini. 

Wanita cantik itu beranjak dari duduknya. Dia menatap aneh kepada Suratman, yang seakan meminta belas kasih. Namun, wajah tua tak berdaya itu tidaklah sebanding, dengan segala hal buruk yang telah terjadi dalam hidup Laila. “Bapak adalah penyebab dari segala kemalangan ini! Hidupku! Harga diriku! Semuanya!” ucap Laila penuh penekanan. Sorot mata wanita bernama asli Athalia tersebut berubah cepat, menjadi sangat tajam dan menakutkan. “Bawa pria tua itu, Pak polisi!” tunjuk Laila tanpa ragu. Membuat Aries dan Kartika terbelalak tak percaya. 

“Tidak, Laila. Jangan lakukan itu,” pinta Kartika. Dia langsung menurunkan tubuh, kemudian memeluk kaki menantunya.

“Singkirkan tangan  kotormu dariku!” sergah Laila, seraya menggerakkan kakinya agar Kartika menjauh. 

“Tidak, Nak. Ibu mohon, jangan lakukan itu. Kalau bapaknya Aries sampai masuk bui, bagaimana dengan hidup kami? Niar masih butuh biaya sekolah.” Kartika terus mengiba. Dia bahkan sampai bersujud. 

Laila tersenyum sinis. “Ibu bisa cari kerja. Kalau perlu, jual diri sekalian!” 

Sebagai anak sulung di keluarga, Aries merasa harus bertindak. Dia menghampiri sang ibu, lalu membantunya berdiri. “Kita bicarakan ini secara baik-baik, La. Kamu adalah menantu di rumah ini ….”

“Cih! Sejak kapan aku dianggap sebagai menantu di sini?” sanggah Laila sinis. “Ibumu bahkan berkali-kali menegaskan, bahwa aku tidak layak menjadi menantunya!” Laila menatap Aries penuh kebencian. “Lagi pula, aku tidak mau tinggal di sini lagi. Jadi, sebaiknya kita bercerai saja!” tegasnya.

“Aku tidak mau bercerai!” tolak Aries tak kalah tegas. 

Namun, Laila tak menggubris. Dia berlalu ke dalam kamar. Sesaat kemudian, wanita itu kembali dengan membawa tas berisi pakaiannya. “Jika aku memang Athalia yang anda berdua cari, maka bawa aku pergi sekarang juga dari rumah ini.” 

Adnan dan Mayang langsung berdiri. “Tentu, Nak,” ucap Adnan semringah. 

Tanpa memedulikan apa pun lagi, Laila melangkah keluar bersama Mayang dan Adnan. Sementara, Suratman digiring ke dalam mobil milik petugas polisi tadi. 

Setelah dua puluh menit di perjalanan, mobil yang membawa Laila telah memasuki kawasan perumahan elite ibukota. Kendaraan berwarna hitam tadi, kemudian berhenti di halaman sebuah rumah bak istana dalam negeri dongeng. 

“Selamat datang di kediaman Keluarga Hadyan, Athalia. Ini adalah rumahmu. Mulai sekarang, panggil saya Om Adnan, dan dia Tante Mayang.” 

Laila menoleh sekilas kepada Adnan, seraya tersenyum lembut. “Terima kasih, Om,” balasnya. Dia mengikuti pasangan suami-istri tersebut, masuk ke bangunan dengan dominasi warna putih tadi. 

Ketika Laila sudah berada di dalam, tampaklah seorang wanita muda seusianya yang baru menuruni undakan anak tangga. Raut wajah wanita muda tersebut, tampak kurang bersahabat. 

“Itu Marinka, putri kami. Usianya sama denganmu,” tunjuk Mayang. 

Marinka tak mengatakan apa pun. Dia hanya menatap lekat Laila, seakan tengah menganalisa wanita itu. 

Keesokan harinya, Laila terbangun pagi-pagi sekali. Seperti mimpi, karena semalam dia tidur di kasur yang sangat empuk dan besar. Ranjangnya pun terlihat mewah. 

Setelah membersihkan diri, Laila bermaksud keluar kamar. Baru saja membuka pintu, dia dibuat terkejut oleh kehadiran seorang pria paruh baya berpenampilan rapi. 

“Selamat pagi, Nona. Saya Widura Marsudi, asisten kepercayaan Pak Reswara. Saya senang karena Nona telah kembali ke rumah ini.” Pria bernama Widura itu mengangguk sopan. 

“Selamat pagi, Pak Widura,” balas Laila pelan. 

“Mari ikuti saya,” ajak Widura. Dia melangkah terlebih dulu, barulah diikuti oleh Laila, Mereka  menyusuri koridor rumah megah itu.

Sesaat kemudian, Widura menghentikan langkah di depan pintu berwarna cokelat doff. Dia membuka, lalu mempersilakan Laila agar masuk. Di dalam sana, tampaklah seorang pria paruh baya yang terbaring lemah dengan bantuan alat medis di tubuhnya.

Widura mengajak Laila mendekat ke tempat tidur. “Lihatlah, Pak Reswara. Putri Anda sudah pulang,” ucapnya sopan. 

Pria yang tak lain adalah Reswara, membuka mata. Tatapannya langsung tertuju kepada Laila. “A-tha-li-a.” Susah payah, dia menyebutkan nama asli Laila. “Put-ri-ku,” ucapnya lagi terbata.

"Ayah," balas Laila penuh haru.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status