Kavier menggusar rambut kepala. Belum lama Anatasha meninggal tanpa dalang yang diketahui--padahal sudah bersikeras mencari tahu--berita yang sampai di telinganya kalau pelayan yang ditugaskan untuk melindungi Anatasha--Path--bunuh diri sedikit membuat heboh dan gempar. Tadi pagi, mayat Path ditemukan di apartemen Anatasha dalam keadaan mulut tertembak. Bagi yang menyaksikan langsung, Path mati dalam keadaan yang begitu mengenaskan.
Kavier dan Andar yang disampaikan berita heboh tersebut berserta foto mayat Path saat ditemukan hanya bisa mengurut pangkal hidung. Andar berjanji, jika menemukan pelakunya, maka akan memotong kepalanya. Pada dasarnya Path adalah bawahan kesayangannya, Andar sendiri yang membawa Path dari kampung halamannya dan bekerja di keluarga Asrazaq. Andar yang tengah berlibur saat itu, menemukan Path yang seorang pekerja keras tengah mengolah sawah ditemani beberapa adiknya yang masih kecil-kecil. Andar memang melontarkan kekecewaannya terhadap Path karena
Aland berhenti menyeruput kopi. Kepalanya mendongak menatap langit berwarna jingga yang awalnya indah, tapi entah kali ini terlihat memuakkan di mata Aland. Sebentar lagi gelap, karena kalut Aland menghabiskan sepanjang hari di sebuah kafe langganannya, berdekatan dengan sebuah gunung yang terlihat memukau saat dipandang dari jauh.Aland melirik arloji, dia ingin pulang, Tapi teringat suruhan aneh Kavier, kata lainnya Aland sebenarnya sudah 'diusir'. Lebih baik memesan hotel atau tinggal di villa dari pada harus bermalam dengan salah satu tunangannya, tapi Aland tidak boleh lengah, dalam sepengetahuannya sekalipun Aland pura-pura tidak tahu, di sekitarnya banyak sekali sosok asing yang sebenarnya adalah 'mata' dan 'telinga' keluarga Asrazaq.Bisa saja, pelayan atau pemilik kafe langganan Aland sebenarnya adalah mata-mata yang disogok untuk mengusik hidup Aland secara tidak langsung. Andai saja iya, rasanya ingin sekali membakar kafe
Setelah ibadah, Aland ingin tidur lebih awal pukul 22.00 WIB. Tapi keributan di luar kamar yang dia tempati membuatnya kesal. Saat langkahnya menghentak keluar dari kamar menuju pusat keributan, didapatinya Agnes terjun bebas dari kursi rodanya, terdampar di atas lantai. Serpihan piring dan gelas porselen berhamburan di atas lantai, begitu pula beberapa makanan dan cairan-cairan kecokelatan yang terlihat menjijikkan di atas lantai.Rio yang panik berusaha membantu Nona-nya bangkit dari lantai dan duduk kembali ke atas kursi roda. Setelah itu Rio membereskan sisa keributan tersebut. Serpihan porselen dan hamburan makanan yang mengotori lantai."Ada apa ini?" Aland bertanya ketus. Dia tidak suka, jika ada keributan di saat dia butuh ketenangan.Rio ingin menjelaskan, tapi dengan wajah iba Agnes memotong kalimat dan ganti menjelaskan. "Saya ingin membawakan makanan dan minuman untuk Tuan Aland ... seharusnya saya meminta ba
Flo mual karena gelas kosongnya selalu dituangkan cairan hitam baru oleh Yale. Matanya sudah perih, termasuk lidahnya. Layar menyala di hadapan mereka membuat Flo sering menggosok mata, bibirnya mengernyit karena rasa kopi yang begitu menyengat. Nyatanya, sekalipun selalu disuguhkan kopi, Flo masih bisa menguap. Yale membekap mulut Flo dengan tangan besarnya, "baru jam setengah sembilan, Flo! Sudah kubilang aku takkan membiarkanmu tidur! ARGHHH!"OmelanYale berujung pekikan saat pampangan wajah hantu di layar televisi lebar di hadapan mereka membuatnya terlonjak ke belakang, nyaris menduduki kepala sofa.Flo menutupi kedua telinga. Kembali menguap, Yale menepuk bibirnya, "sudah kubilang jangan menguap--ARGHHH!" Pekikan jantan Yale membuat Lily di sebelahnya yang awalnya canggung kini tertawa. Yale mendelik sinis, membuat Lily serta-merta membungkam mulutnya."Minum," desak Yale saat gelas Flo tumpah, hingga cairan hitam menggenang d
Tidak sesuai rencana, karena kehadiran Aland yang datang secara mendadak niat begadang itu diurungkan. Yale yang mengancam Flo untuk tidak tidur, tapi dia orang pertama yang terlelap di atas sofa. Membaringkan tubuhnya dan menutupi wajah dengan bantal sofa. Perlahan, suara deru napasnya terdengar teratur.Sedangkan Flo tidak bisa tidur sama sekali, sekalipun dia mengantuk, menguap berkali-kali, karena efek kopi yang ditandaskan puluhan gelas, Flo tidak bisa tidur dalam keadaan perut mual. Sedangkan Lucas berdiri di depan ambang pintu, tidak menguap, tidak beranjak, seperti mengawasi Tuannya dengan bersender pada pintu kayu yang tertutup. Kewaspaan Lucas seakan Tuannya memang akan diserang.Pukul empat pagi, Yale terbangun. Sekalipun tidur larut, dia memang terbiasa bangun lebih awal. Ibadah malam, lalu membersihkan diri. “Yo,” Yale mendekati Flo yang kini duduk di atas sofa, matanya memerah dengan kelopak mata hitam. Lelaki itu menoleh. &l
Setelah ibadah subuh, Aland membersihkan diri. Hidungnya mengernyit saat semerbak aroma shampoo vanilla menusuk penciumannya. Astaga, bukan dia tidak menyukainya. Hanya saja, aroma feminim kadang membuatnya mual. Setelah membersihkan diri, Aland berpakaian dengan setelan pakaian santai yang dibelikan Lucas di toko bawah. Dia harus bergegas pergi dari sini, dan mencari restoran enak untuk singgah dan sarapan.Setelah Aland keluar dengan kaus santai, celana pendek di bawah lutut dan topi, seorang gadis yang hadir dengan penampilannya yang sedikit … berlebihan, membuat satu kata ‘cantik’ terbersit di kepala Aland.Hanya satu kata pujian di dalam hati, hingga disusul kalimat hinaan lainnya. Norak. Tidak suka rambut pendek. Emangnya mau kondangan? Pagi-pagi sudah menganggu mata. Menyebalkan.Sejenak memerhatikan Lily yang terlihat canggung, Aland mendengus. Lalu melengos, hendak keluar dari ruangan apartemen. “Apa-apaan?&rdquo
Entah berapa minggu Ayuna menghilang, sejak awal sudah tersampaikan ke telinganya kalau Ayahnya mencoret namanya dari daftar keluarga Adhistira dan dianggap sudah mati. Lain tempat, sebenarnya dia tidak jauh dari kota asalnya. Bersama kekasihnya, tinggal di sebuah rumah minimalis yang didekatnya ada danau jernih. Perempuan berbadan dua tersebut mendekati air danau lalu mencelupkan tangannya ke dalam air jernih yang dingin, setelah itu kembali menarik tangannya. Tetesan air membasuh telapak tangannya, lengannya dan perlahan dilap ke pakaian yang dia kenakan. Kedua lengan mengungkung pinggang ramping perempuan berambut ikal tersebut. Ellan, yang sah entah tidak sah adalah suaminya tersebut memeluknya lalu mencium rambut kepalanya. Ayuna mendongak, lalu membawa kepalanya ke sela bahu suaminya. “Kamu mau pergi lagi?” Ayuna bertanya, dan Ellan mengangguk. “Jika aku tidak ada di rumah, pihak keluargaku pasti curiga.” Sekalipun tidak rela, Ayuna berusaha
Selepas dari apartemen Lily, sepanjang perjalanan di dalam mobil yang disetir oleh Lucas menuju kediaman keluarga Asrazaq, Aland kesal sendiri. Kembali didekatkannya telapak tangan ke hidung, sedikit mengendusnya, lalu wajahnya resah.Sangat bau! Sekalipun lebih dominan manis. Rasa caramel, donat, cokelat, permen, semuanya berpadu menjadi satu dan menciptakan rasa yang menjadi aroma utama dari telapak tangan Aland.Berulang-kali Aland mengambil tisu dan mengelap tangannya. Aroma dan rasa itu tak kunjung hilang, astaga! Memuakkan! Diam-diam Lucas memerhatikan gelagat Tuannya yang keresahan sepanjang perjalanan.“Sekalipun Anda tidak suka baunya, coba Anda jilat. Masih manis, kok Tuan.”Celetukan Lucas terdengar santai sembari memutar setir, ada jalanan yang berbelok, Lucas kembali membelok kendaraannya yang semakin melaju. Sebelumnya Aland bilang, jika lebih dari satu jam, Lucas tidak kunjung membawanya pulang, maka
Raungan motor yang melaju lebih dari berjam-jam dari kota sebelah. Sesampainya di kediaman Asrazaq, Ellan memarkirkan motornya di halaman depan setelah gerbang megah tersebut dibukakan untuknya. Ellan menurunkan diri dari kendaraannya, menghembuskan napas lalu menyibak rambut. Wajahnya kali ini terlihat sedikit gerah. Beberapa pelayan dan petugas yang berlalu-lalang menghentikan langkah saat melihat Ellan melewati mereka, banyak dari mereka membungkuk, menyapa santun.“Selamat pagi Tuan Ellan.”Ellan hanya menyungging sedikit senyum kecut, lalu memasuki bangunan rumah yang selalu diagung-agungkan orang sekitar sebagai istana tersebut. Ellan berpapasan dengan Olivia. Perempuan cantik yang tengah mengobrol dengan Kavier langsung terlonjak senang melihat kehadirannya. Kadang menyebalkan, kadang terlalu ceria, seperti itulah Olivia yang langsung menjunjung tangannya tinggi dan melambai-lambai.Teguran sapa Olivia Ellan balas