Situasi di apartemen semakin kacau. Lim dan Bella ikut masuk kedalam kamar, hampir saja Lim menggila tahu anaknya di tampar. Firdaus menahan mereka untuk tidak ikut campur. Dia masih syok.
“Tidak, mas gak bakal ceraikan kamu. Lagian apa alasan kamu minta cerita? Akhir-akhir ini kamu selalu bertingkah aneh, kalo memang ada perilaku mas yang tidak kamu suka, kita masih bisa ngomong baik-baik.”
Dita terkekeh mendengar ucapan Firdaus. Dia tahu alasan Firdaus tidak menceraikannya karena asuransi yang dia miliki. Bahkan apartemen mereka juga atas namanya, bisa dikatakan bahwa uang Dita selalu dia investasikan untuk aset mereka.
“Jangan sampai aku mengatakan apa yang aku lihat tadi siang di rumah sakit, mas.” Nafas Dita tersenggal, berusaha untuk tetap kuat.
Mata Firdaus melebar, ternyata benar dugaannya bahwa ada yang memergokinya dan Lady. Tapi dia tidak menyangka bahwa itu adalah Dita.
“Aku akan menjelaskannya sekarang, Dita,” seru Firdaus. “Benar bahwa aku dan Lady memiliki hubungan khusus, kami lebih daripada teman.”
“Sejak kapan?”
“Hampir 1 tahun berjalan,” lanjut Firdaus, “namun aku punya alasan mengapa harus melakukannya.”
Dadanya terasa sesak, Dita menepis tangannya agar Firdaus tidak menyentuhnya. Dia benar-benar merasa bodoh. Setahun dan dia tidak tahu sama-sekali? Firdaus benar-benar sukses membuat hatinya terasa dirobek.
“Seperti yang kamu lihat, Lady adalah anak dari petinggi rumah sakit. Dalam waktu dekat ini, dia berani memberikan jabatan presdir padaku. Usahaku dalam satu tahun ini akhirnya berbuah hasil. Kamu jelas tahu bahwa jabatan itu seharusnya tidak layak aku miliki, aku memang salah tapi ini semua demi kita. Tapi aku juga tidak bisa bohong, bahwa aku juga mencintainya.”
plak
Satu tamparan kembali melayang, Dita benar-benar tidak habis pikir. Dadanya terasa sesak, tidak bisa membayangkan bagaimana pola pikir lelaki yang selama ini dia agung-agungkan. Dita menatap Firdaus dengan tajam.
Lim hendak mengambil alih, namun ditahan oleh Bella. Mereka tidak boleh bertindak gegabah, karena jelas bahwa Firdaus yang bersalah kali ini.
“Aku salah, Dita. Maafkan aku….” Sangan pelan Firdaus mengatakannya, tapi sudah berhasil membuat Dita terluka. “Sudah lama aku ingin mengatakannya padamu, namun kamu pasti tidak akan setuju. Selain itu, aku juga butuh anak, Dit. Itu sebabnya…”
“Itu sebabnya kamu memilih berselingkuh dengannya dan merasa semua perlakuanmu benar,” sahut Dita, “bahkan jika aku tidak sengaja memergoki kalian, kau tidak akan mengatakan hal ini kan? Aku tahu aku tidak sanggup memberikan jabatan yang sekarang kami miliki, tapi di pihak ini, apakah cuman aku yang mandul? Kau bilang ingin punya anak, begitu juga denganku, Fir. Aku ingin sekali menimang seorang bayi.”
Firdaus menaikkan kepalanya dan menggeleng.
“Aku sudah berusaha maksimal, tapi bukankah hasilnya tetap sama saja?”
Dita berdecak sambil tersenyum miring. Hilang sudah air matanya, dia sudah mati rasa sekarang.
“Lantas kenapa kamu tidak mau menerima saranku, Fir? Berulang kali aku membujukmu untuk ikut periksa di dokter yang sama denganku. Dokter jelas mengatakan bahwa masalahnya bisa jadi tidak hanya padaku. Diagnosa dokter mengatakan aku cukup subur untuk memiliki keturunan.”
“Jadi kau pikir anakku yang mandul?” Lim akhirnya buka suara, “heh, dengar ya wanita mandul. Putraku itu normal, kamu saja yang memang mandul. Seharusnya….”
“Cukup, mah. Tolong jangan memperkeruh situasi. Dita dengar, jujur aku terlanjur mencintai Lady. Kita membutuhkan dia untuk memberikan keturunan seperti permintaanmu padaku tadi pagi. Karena kamu sudah menyarankan, aku meminta izinmu untuk menikah lagi.”
Seketika Dita terbelalak kaget mendengar penuturunan Firdaus. Semudah itu dia memutar balikkan situasi, bahkan cenderung tidak ada rasa bersalah? Memang benar bahwa Dita sempat memiliki pemikiran yang sama, melihat selama ini Lady di mata Dita adalah wanita yang baik dan soleh.
Tapi, seketika semua itu hancur. Dita tidak akan pernah memaafkan masalah perselingkuhan.
“Mas, jika aku tidak tahu perselingkuhanmu, mungkin aku masih bisa berdiri di kakiku sendiri dengan permintaan seperti tadi pagi. Namun teganya kalian berdua menghianatiku selama setahun lamanya. Apa salahku? Kenapa kau tega memperlakukanku seperti ini?”
Firdaus terkejut dengan reaksi Dita.
“AKU TIDAK AKAN MENGULANG LAGI. AKU INGIN CERAI. AKU INGIN CERAI SEKARANG JUGA. DAN SEMUA ASET ATAS NAMAKU, AKAN AKU AMBIL. TERMASUK APARTEMEN INI,” sentak Dita.
“KAMU GILA!! Tidak, kau akan tetap menjadi istriku dan apartemen ini masih menjadi milik kita berdua.”
Dita tersenyum miring, menyembunyikan rasa sakitnya.
“Sudah, nak. Ceraikan saja, toh juga calonmu bisa ngasih lebih. Buat apa masih mertahanin wanita mandul itu?” Lim memanas-manasi Firdaus. “Mama dari dulu sudah bilang kan, kamu harus menikah dengan wanita yang sederajat. Lihat apa jadinya kalo kamu menikahi perempuan yang tidak jelas bibit bobotnya.”
“Dengar sendiri kan? Bahkan keluargamu tidak menginginkan keberadaanku. Bahkan selama ini kamu pura-pura tidak tahu seperti apa kelakuan kurang ajar ibu dan adikmu kan? Bahkan dia harus dipanggil nyonya, baginya aku ini hanya seorang pembantu bukan menantu. Jadi sudahi saja semua omong kosong ini.”
“Dita, aku masih mencintaimu. Aku salah, tapi tolong jangan seperti ini.” bisik Firdaus pelan, “kita hanya membutuhkan Lady untuk karir dan juga untuk seorang anak.”
“Kamu egois, Fir. Aku tidak akan pernah melakukannya, AKU MINTA CERAI.”
“CUKUP!! Aku tidak ingin membahas hal ini lagi. Sekarang sudah larut dan semuanya kembali pada kesibukan masing-masing. Satu hal lagi, atas permintaanmu tadi pagi, aku akan segera menikah dengan Lady dan aku meminta kamu menyetujuinya,” putus Firdaus.
Tubuh Dita membeku di tempatnya, hatinya terkoyak bahkan air mata sudah membasahi pipinya.
“Aku tidak akan merestui hubungan kalian. AKU MINTA CERAI!” ucap Dita dengan lantang.
“Fir, ceraikan saja. Toh juga dia tidak akan jadi apa-apa, lebih baik kamu menikah saja dengan Lady. Mama merestui hubungan kalian.”
“Mama benar, bang. Menikahi Lady jauh lebih baik daripada mempertahankan wanita murahan itu. Lagipula untuk apa? Tidak ada gunanya, abang tidak ingin dulu bercita-cita untuk menjadi orang besar? Sekarang adalah saatnya, ceraikan saja wanita mandul ini dan kejar impianmu,” lanjut Bella, “karir lebih penting dari wanita yatim piatu itu.”
“DIAM. SEMUANYA DIAM!!”
Dita ikutan diam mendengar teriakan Firdaus. Dia cukup takut, namun tetap menatap mereka semua dengan tatapan menantang.
“Dengar, Dita. Aku…”
“Jika kamu memang tidak ingin cerai, maka umumkan status kita kepada semua pejabat rumah sakit. Umumkan, mas. Apa kau sanggup melakukannya?”
Hening. Firdaus hanya menatap Dita dengan mata sendu, itu jelas tidak bisa dia lakukan. Hancur sudah semua rencana yang dia susun selama ini, apalagi jika ayah Lady mengetahui bahwa dia sudah beristri.
“TIDAK BISA KAN? Jadi akhiri saja semuanya.”
“DENGAR WANITA CACAT!! Aku tidak akan menceraikanmu sampai kapanpun. INGAT ITU!!”
Malam itu situasi semakin tidak terkendali. Dita berontak mengibaskan tangan Firdaus dan segera pergi meninggalkannya. Hatinya sakit mendengar bagaimana Firdaus mengoloknya. Dia memang diam selama ini, dan itu menjadi hal terbodoh yang pernah Dita lakukan.
“Mau kemana?” Lim menahan Dita, “seharusnya kau sadar diri. Jika ingin pergi, jangan harap kau bisa mendapatkan apapun. Termasuk apartemen ini, kau tidak akan bisa mendapatkannya.”
Dita mengabaikan semua orang, dengan bermodal kunci mobil, dia segera pergi dari apartemen. Entah kemana pun malam ini akan berakhir, Dita ingin pergi. Dia benar-benar tidak sanggup mendengar olokan dari Firdaus.
“Tunggu pembalasan dariku, mas.”
“Apa…apa yang kau…”“Dita…! Hey….sadarlah.”Suara itu, perlahan mata Dita terbuka dengan cepat. Melihat Charlie yang masih lengkap dengan pakain dan kening mengerutnya. Dita berubah panik dan melihat isi pakaiannya yang masih lengkap. “Apa yang terjadi, kau berteriak memanggil namaku tadi. Aku kira terjadi sesuatu makanya aku menerobos masuk!”Wajah Dita memerah, dia benar-benar tidak mengerti mimpi sialan apa yang masuk di kepalanya. “Tidak ada, maaf, sepertinya aku hanya kelelahan saja. Kau bisa keluar, Charlie.”“Lain kali tutup pintumu dengan baik, Dita. Kau tidak tau apa yang akan aku lakukan kan?”“Memangnya apa yang akan kau lakukan hah?” Teriak Dita panik. Buru-buru Charlie keluar sambil terkekeh. Membuat Dita malu bukan main dan kembali merebahkan tubuhnya. Dia benar-benar merasa ada sesuatu yang dia lewatkan, persis seperti apa yang Charlie katakan. Namun, tidak bagian itu juga kan? Benar-benar membuatnya merasa malu. ******“Kemana kau membawaku?”“Ahhh…kau sudah bangun
Dita menghela nafas panjang, hari ini dia pulang lebih awal dan kembali istirahat di rumah Charlie. Setelah meminjamkannya ruang tidur, lelaki itu pergi entah kemana. Mata Dita mulai lelap, terasa seperti lelah sekali hari ini. Dia ingin tidur yang benar-benar lelap. ***Hari-hari berlalu dengan cepat. Aku sedang berada di dalam kereta api, menikmati pemandangan gedung-gedung indah dari balik kaca. Langit sore dan lintasan laut ditambah dengan matahari yang kembali ke peraduannya membuatku ingin berhenti sejenak.Aku ingin melihat kampungku dulu, tempat dimana aku dibesarkan di panti asuhan. Tidak punya ibu membuatku tidak tahu bagaimana harus mengadu. Tidak punya ayah membuatku tidak tahu bahwa dunia itu sangat kejam.Charlie awalnya ingin ikut. Namun ada urusan mendadak sehingga aku berangkat sendiri walau dia tetap memaksa agar aku ditemani. Namun kali ini aku benar-benar ingin sendiri.Lembaran baru sudah dimulai, tapi aku ingin melihat dengan seksama. Siapakah Dita yang sekarang
Dengan marah dan tergesa-gasa Firdaus memasuki sebuah ruangan gelap dengan tangan kanannya menarik Dita. Sungguh! Dia begitu marah dan tidak bisa menahan diri terhadap apa yang sudah dilakukan istrinya. “Menurutmu, apa yang sudah kau perbuat hah? Apa maumu, katakan Dita!” “Mauku? Tidak ada, emangnya apa yang membuatmu sampai semarah ini?”Mata Firdaus memerah, dipenuhi dengan kemarahan. Dadanya naik turun sambil menghela nafas yang panjang. “Aku tau sekarang kau sedang balas dendam kepadaku, tapi apa kau pikir bisa menang melawanku? Tidak Dita! Tidak sama-sekali. Pikirmu dengan mengungkap semuanya bisa membuatmu hidup dengan bahagia dan membuatku menyesal? Tentu tidak! Seharusnya aku mendengar kata ibuku dulu untuk tidak menikahi wanita licik sepertimu. Tidak ada bedanya dengan manusia sampah!”“Benarkah? Itu membuatku sangat takut. Tapi…”Firdaus mengerutkan kening dan bulu kuduknya berdiri saat mendengar perkataan yang seolah ejekan itu. Dia…dia tidak pernah melihat bagaimana Dit
Nafas Dita terengah-engah begitu cengkraman di lehernya lepas. Tepat sebelum tamparan Firdaus mendarat di pipinya, pintu terbuka dengan lebar. Mata Dita menangkap sosok yang baru saja menyelamatkan hidupnya. “Charlie?” bisik Dita, dia tidak tau kenapa laki-laki yang baru saja mengantarkannya pulang itu, kini berada di hadapannya. Namun ponselnya yang ada bersama dengan lelaki itu cukup menjawab semuanya. “Ponselmu tertinggal di mobilku tadi, ceroboh sekali.” Perlahan melangkah mendekatinya, Dita terdiam cukup lama sampai tubuhnya di bawah jauh dari Firdaus. Dia merasa perselisihan di antara keduanya. “Siapa kau berhak masuk ke rumahku hah?” Bentak Firdaus. “Bukankah ini apartemenmu, Dita?” Dita mengangguk, itu memang apartemennya, dan semua gaji bulanannya yang tidak seberapa dia dedikasikan semua untuk apartemen dan semua perabotannya. Termasuk untuk biaya sekolah Firdaus juga. Dia memang bodoh, bahkan untuk dirinya sendiri, dia tidak memikirkannya. Selama ini Dita hidup dengan
“Kau melihat itu? Wah, aku sungguh tidak percaya dengannya, hanya selang sehari tidak masuk namun sudah bertindak sejauh ini. Atau karena kepalanya kena benturan sehingga dia kehilangan rasa hormatnya?”Firdaus masih mendengar ucapan buruk itu sejak tadi, biasanya dia akan menghiraukan mereka, namun untuk kali ini telinganya sedikit memanas mendengar nama dokter Charlie ikut disebutkan. Bahkan terang-terangan dikatakan jika dokter itu menyukai Dita. “Ah, kamu disini juga, Dokter Firdaus?”Firdaus hanya mengangguk, lalu kembali memeriksa rekam medis pasien yang baru saja selesai dia operasi. Pikirannya cukup terganggu dengan sikap Dita hari ini dan dia ingin menanyakannya sepulang ke rumah. Pintunya ditutup, tatapan Firdaus jatuh pada Lady yang berjalan ke arahnya dengan sensual. Dia tahu wanita itu tidak akan pernah menyerah. Mereka pernah melakukannya beberapa kali, namun untuk kali ini Firdaus tidak ingin. Satu hal yang ingin dia lakukan adalah pulang secepatnya. “Kau sudah berj
Mata Dita melebar, tidak menatap lelaki dengan tinggi 10 centi meter lebih tinggi darinya. Mereka berdiam di balik pintu, sambil mendengar percakapan Firdaus dan Lady yang penuh dengan hasrat. Begitu tangan lelaki itu dilepas dari mulutnya, Dita mundur beberapa langkah dan menendangnya. “Kau gila?”“Hey, aku justru membantumu. Kenapa menguping pembicaraan orang lain? Tindakanmu jelas kriminal, kau juga tau siapa Lady kan? Dia itu putri pak wadir, bisa jadi kau akan dikeluarkan jika ketahuan.”“Kenapa? Aku juga berhak tau apa yang mereka lakukan.”“Berhak? Ayolah suster Dita?” Lelaki itu berhenti sejenak untuk menatap name tag Dita, dan mengelus kakinya yang terasa sakit, “wahh, tendanganmu lumayan juga.”“Aku istri dokter Firdaus, dan apa kau dokter baru?”Anggukan itu membuat Dita diam, kepalanya sedikit pusing. Dia diam melihat punggung lelaki berjas putih itu. Rasanya familiar, aromanya menenangkan, namun dia tidak tahu kapan mereka pernah bertemu. “Setahuku dokter Firdaus masih
Mobil berjalan dengan keheningan yang menyelimuti didalam. Baik Charlie dan Dita, tidak satupun yang mengeluarkan suara. Persis dibelakang dan didepan, mobil mereka dikawal bak rombongan. Charlie melirik sekilas, mengamati wajah Dita, menggenggam tangan wanita itu dan mengelusnya dengan jari jempolnya. Mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja setelah kejadian yang mereka lewati. Tapi beberapa saat Charlie yang sedang fokus mengemudi menarik nafas dalam. Dia selalu khawatir akan nasib mereka. Kehidupan yang dia ingin bina, bisa saja hancur dalam sekejab. Terlebih, dia bukan orang sembarangan. Banyak musuh yang ingin nyawanya. Mungkin Charlie bisa mengatakan bahwa Dita akan selalu aman dalam pengawasannya, dan itu adalah ucapan terbodoh yang pernah dia lakukan. Ucapan untuk menenangkan jiwanya yang sangat ketakutan. “Terlihat murung, ada yang ingin dibicarakan?” tanya Charlie dikeheningan mobil. Tatapannya tertuju pada Dita yang masih diam dengan raut alis yang bertaut, namun peg
Charlie berlari sekencang mungkin menuju ruangan dimana kesadarannya dibuat hampir melayang. Pintu terbuka lebar, langkahnya berhenti di ambang pintu. Bahkan kumisnya masih tersisa setengah karena mendengar kabar bahwa Dita sudah sadar. Air mata Charlie jatuh, dia berjalan perlahan. Jantungnya berdetak kencang, menatap Dita yang kini tengah duduk di ranjang namun tidak memberikan reaksi apa-apa. Malah menatapnya dengan tatapan bingung dan kosong. Mengabaikan semua orang diruangan itu, Charlie memeluk tubuh rapuh itu. “Dita…sayang, akhirnya kamu sadar.”Dita mengerutkan keningnya, menatap Charlie bingung, bahkan tidak bereaksi apapun saat lelaki itu tiba-tiba memeluknya dengan genangan air mata. Namun rasanya nyaman, tapi Dita tidak mengingat apapun. Para dokter yang berjejer di ruangan itu menundukkan kepala, mereka belum memberitahu bahwa Dita mengalami lumpuh otak sementara yang mengakibatkan ingatannya sedikit menghilang. Sedangkan Charlie? Dia masih memeluk Dita dengan erat, m
Dita POV“Sekalipun ini mimpi, aku tetap akan bersyukur telah memilikimu. Kini, besok, seribu tahun yang akan datang, aku akan tetap berada disampingmu. Aku akan menjagamu.”“Kamu berjanji?”“Tentu saja.”“Aku akan selalu ada disampingmu! Jadi, pulanglah. Aku mohon kembalilah, sudah lama kami menunggumu.”Suara itu. Aku sudah berkali-kali mencari siapa yang berbicara. Namun tidak ada orang sama-sekali. Setiap hari aku menjalani kehidupan yang tidak ada habisnya, bertemu dengan orang-orang yang tidak aku kenali. Tubuhku seolah tidak ingin pergi dari kenangan itu. “Aku mohon kembalilah, sudah lama kami menunggumu.”Lagi. Suara serak dan penuh dengan harapan itu membuatku berlari asal, suara itu terus menghantuiku. Nafasku kian sedikit, setiap hari berlari tiada henti. “Tolong, siapapun apakah ada yang mendengarku?”Sama seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada yang mendengar. Aku menarik nafas dalam, memilih untuk duduk. Namun tidak lama cahaya putih menyilaukan mata membuatku menutup