Rasa tidak nyaman jelas mengusik hati dan pikiran Nayra. Apalagi pernyataan Bintang telah membuat tanda tanya besar yang segera ingin Nayra luruskan. Apa maksud Bintang? Untuk apa Bintang berkata demikian? Dua pertanyaan itulah yang kini berputar-putar di kepala Nayra.
Sorot mata Nayra tertuju pada Bintang. Nayra ingin segera mendapat penjelasan. Baru saja Nayra hendak melontarkan tanya pada Bintang, Gerry mendahului aksi dengan bertanya profesi.
“Nay, kamu seorang guru?” tanya Gerry.
Nayra mengalihkan pandangan matanya ke arah Gerry usai Bintang memberinya kode mata.
“Iya, kak.” Tidak ada senyum ramah yang Nayra suguhkan atas pertanyaan Gerry barusan. Nayra hanya sekedar menjawab, sambil sesekali menyiratkan kekesalan pada Bintang.
“Nayra seorang guru, sedangkan Bintang seorang dosen. Dunia kalian sama. Pasti cocok jika hidup bersama-sama,” ujar Gerry sembari menepuk-nepuk bahu Bintang.
Ekspresi Nayra semakin membendung rasa tidak suk
Motor matic yang dikendarai Dhanu melaju dengan kecepatan sedang. Dhanu menuju sebuah pertokoan guna menemui sang mantan. Sebuah toko busana kekinian seketika menjadi tujuan. Dulu, Erika, mantan kekasih Dhanu itu bekerja di sana. Bukan hanya bekerja, Erika adalah pemilik tokonya. Sayangnya, Dhanu harus menelan rasa kecewa saat melihat toko busana yang dua tahun lalu berdiri megah di sana, kini sudah rata dengan tanah. Menegaskan pula bahwa Dhanu tidak akan menemui Erika di sana. Pencarian menjadi terkendala lantaran Dhanu tidak menyimpan nomor ponsel Erika. Sempat terbersit pula sebuah ide untuk menemui Erika di rumah orangtuanya. Namun, butuh waktu berjam-jam lamanya hingga Dhanu sampai di sana, karena rumah orangtua Erika ada di luar kota. Lagipula, Dhanu yakin sekali bahwa Erika ada di kota yang sama dengannya, karena Erika sudah berani menitipkan salam rindu pada Ron dan Soraya. “Ke mana lagi aku harus mencarinya?” Dhanu mengingat-ingat tempat yan
Bintang terdiam mematung di belakang tempat duduk Nayra. Sengaja Bintang berdiri di sana agar bisa mendengarkan Nayra mengobrol via telepon. Ada getir yang sempat dirasa. Begitu pula rasa cemburu yang hadirnya tidak dapat dicegah. Dengan jelas Bintang bisa mendengar kata-kata manis yang keluar dari mulut Nayra. Sayangnya, kata-kata itu bukan untuknya. “Sudah selesai teleponnya?” tanya Bintang sembari berusaha tegar. “Hai, Bin. Kukira kamu masih di kasir. Iya. Sudah selesai.” Mimik wajah Nayra tampak bahagia. “Apakah dia lelaki yang akan melamarmu minggu depan?” Bintang tidak bisa menutupi rasa penasaran. Nayra mengangguk sambil tersenyum. “Iya.” Bintang melebarkan senyuman, meski sedikit dipaksakan. Bintang bahkan terus-terusan menatap Nayra. Sebenarnya Bintang tidak rela. Namun, apalah daya. Bintang tidak bisa memaksakan segala yang diinginkan agar bisa menjadi miliknya, termasuk Nayra. “Bin, jangan seperti itu, dong!” tegur Nayra.
Tubuh Dhanu dipeluk erat. Semakin erat lagi saat Dhanu berusaha merenggangkan pelukan itu. Sungguh, kehangatan yang seharusnya dirasakan dari sebuah pelukan, saat itu sama sekali tidak Dhanu rasakan. Yang dirasakan justru rasa kaget dan malu. Ya, tentu saja malu, karena banyak pasang mata yang saat ini melihat ke arah Dhanu. Terutama Ron, sahabat Dhanu itu sudah siap menyerbu Dhanu karena terhantui rasa ingin tahu. “Wow!” Spontan saja Ron berkata demikian. Dhanu tidak memedulikan Ron untuk sementara waktu. Fokus Dhanu masih tertuju pada Erika. Dhanu terus berusaha melepas pelukan Erika tanpa bertindak keras padanya. “Erika, jangan bertingkah bodoh seperti ini!” ujar Dhanu. “Aku memang bodoh karena dua tahun lalu merelakanmu pergi. Sekarang, aku tidak akan melepaskanmu lagi, Dhanu-ku.” Bukan hanya Dhanu yang mendengar penuturan Erika. Ron juga dengan jelas dapat mendengarnya. Spontan saja Ron kembali melontarkan kata ‘wow’ tanpa bisa dicegah.
Sekian detik meja tempat Dhanu dan Erika seolah membeku. Begitu dingin, dengan suasana tegang yang saat ini tersuguh. Erika terus menatap Dhanu. Dengan sedikit tidak sabar, Erika menunggu tanggapan atas pertanyaan yang baru saja dia lontarkan. Sementara Dhanu, dia masih saja terdiam.“Dhanu, jawab aku, dong! Apa Nayra tahu kalau statusmu adalah seorang duda?” Erika terus mendesak dengan tanya.Mendengar pengulangan tanya, pandangan Dhanu pun teralih seketika. Kali ini Dhanu membalas tatapan Erika. Begitu serius, hingga tidak ada sedikit canda pun yang tergambar di sana.“Itu bukan urusanmu,” ujar Dhanu.“Tentu saja itu urusanku. Kamu adalah mantan suamiku. Setelah kita berpisah, statusku adalah janda dan kamu adalah duda.” Erika mempertegas status mereka.Nada bicara Erika meninggi. Spontan saja Dhanu mengedarkan pandangan mata, khawatir ada orang lain yang mendengar penuturan Erika.“Erika, pelankan
Urusan smartphone tertukar sungguh membuat pikiran tidak nyaman. Banyak yang dikhawatirkan, khususnya tentang ancaman terungkapnya fakta yang sebelum ini dirahasiakan. Dhanu, sampai saat ini dia kepikiran. “Ron, tahu tempat Erika tinggal nggak?” “Gimana, sih? Katanya kau ini mantan suaminya Erika. Harusnya kau yang lebih tahu daripada aku, Dhanu.” “Itu sudah dua tahun lalu, Ron. Setelah itu aku benar-benar tidak tahu apa-apa lagi.” Terdiam sejenak. Dhanu memfokuskan pandangan ke arah Ron yang tengah mencomot kudapan ringan. Meski demikian, pikiran Dhanu saat ini sungguh tidak tenang. Ron yang dilihat, sementara pikirannya semburat. “Nih, minum jus alpukat milikmu!” Ron menyodorkan jus alpukat ke depan wajah D
Kening Nayra berkerut. Nama Erika terus diingat-ingat, barangkali dikenal oleh Nayra. Namun, sejauh apa pun Nayra mengingat, tetap saja tidak ada rupa bernama Erika yang berhasil diingatnya. Saat ini, pikiran Nayra bahkan telah bercabang kemana-mana. Tidak lagi hanya tentang Erika yang asing baginya, tapi juga tentang kenapa Erika bisa menelpon menggunakan nomor ponsel Dhanu.“Em … maaf. Apa kamu temannya Mas Dhanu?” tanya Nayra setengah ragu.“Ya … bisa dikatakan seperti itu. Tapi, bisa dikatakan juga hubungan kami lebih jauh dari sekedar sebutan itu,” sahut Erika, masih via telepon.Deg!Jantung Nayra sempat berdebar-debar usai mendengar penuturan Erika. Untuk sesaat, Nayra menafsirkannya sebagai penegasan sebuah hubungan spe
“Nayra, kukira kamu masih menutup hatimu. Ternyata, kamu akan segera dilamar oleh seorang lelaki bernama Dhanu. Lalu … bagaimana denganku?” Bintang terlihat sendu.Getar smartphone membuyarkan pikiran Bintang tentang Nayra. Sang kakak yang mengirimi Bintang pesan. Rupanya Gerry bersedia bicara empat mata dengan Bintang nanti malam. Selain ada keperluan, Gerry harus berkunjung ke rumah tunangannya untuk membahas resepsi pernikahan yang akan diselenggarakan bulan depan.Ya, itulah salah satu alasan kenapa Bintang terus ditanya tentang pasangan. Sang kakak akan segera menikah, membuat Bintang selalu ditanya kapan dia akan menikah juga. Di sela pertanyaan yang digencarkan dengan kondisi kesehatan sang ibu yang mengkhawatirkan, membuat Bintang membawa nama Nayra masuk dalam sebuah perencanaan. Sebuah rencana bahagia, dengan Nayra yang diyaki
Candaan sang ibu rupanya tidak Nayra dengar. Fokus Nayra kini justru tertuju pada Bintang. Setengah terusik dengan tatapan Bintang yang tidak seharusnya demikian.“Ngapain kamu ke sini, Bin?” Nayra langsung bertanya tanpa lebih dulu mempersilakan Bintang untuk masuk ke dalam rumahnya.“Hust! Nayra, yang sopan dong sama tamu. Ayo, Nak Bintang, silakan masuk dulu.”“Terima kasih, Bu. Permisi.”Nayra memperhatikan sikap sang ibu pada Bintang. Sungguh berbeda dibandingkan saat teman-teman Nayra yang lainnya datang ke sana. Biasanya sang ibu memang ramah, tapi kali ini lebih ramah. Nayra bahkan tak henti-hentinya melihat senyum sang ibu mengembang saat di depan Bintang.“Ibu tinggal