Share

JANGAN PAKSA AKU MENIKAH, AKU MASIH MUDA
JANGAN PAKSA AKU MENIKAH, AKU MASIH MUDA
Author: Friska.S

Bertemu Mantan

Detik demi detik berlalu mengukir kepingan kejadian pada hari ini. Hujan sudah mereda sedari tadi. Tepatnya pukul lima sore. Seorang gadis yang bernama lengkap Shinta Ex Chipto, biasa dipanggil Tata oleh teman-teman dekatnya. Dia bisa duduk di bangku mahasiswa karena adanya peningkatan kualitas pendidikannya yang terlalu jenius, sehingga dia langsung lulus padahal belum waktunya dia lulus sekolah. Dia langsung diangkat dan duduk di bangku SMA tanpa duduk di bangku SMP dulu. Itulah karena kepintaran yang dimilikinya, sudah melebihi orang-orang pintar yang ada di DUNIA.

Shinta yang masih duduk di bangku mahasiswa tingkat dua, dengan jurusan kedokteran, mengharuskan dirinya untuk belajar lebih giat lagi, supaya jurusan yang dia ambil tidak melenceng pekerjaannya saat dia melamar pekerjaan nanti.

Termasuk kedua orangtuanya yang sangat mencintai gadis unik tersebut. Dengan sikap ramah dan tamah kepada semua orang dan juga kecerdasan yang dimilikinya, membuat gadis kecil nan imut itu disukai banyak orang.

Shinta tetap berdiam di dalam mobilnya. Hanya memandangi sebuah rumah yang berpagar putih. Pikirannya kosong ntah kemana. Tidak ada yang ingin dia lakukan, atau apa saja yang akan menjadi kesibukannya hari ini.

Bosan. Dia sangat bosan untuk hari ini. Semua sangat buruk untuk dipandang oleh matanya sendiri.

Tadi siang sepulang kuliah, baru saja dia berhenti di sini, sekarang dia berhenti di sini lagi. Kepalanya masih pusing, ajaibnya saat Shinta mengendarai mobilnya, dia dalam keadaan selamat hingga sampai kemari.

Sudah dua jam Shinta hanya menunggu gadis itu. Menunggu kepulangannya yang ntah sampai kapan harus dia tunggu. Sahabatnya paling terbodoh di muka bumi yaitu Sifa. Sahabat lama Shinta mulai dari kecil. Berkat Shinta, mereka bisa kuliah bersama di universitas ternama di Indonesia. Padahal, dirinya sangat bodoh.

Lagian, Shinta juga tidak mengerti kenapa harus menunggunya? Dan kenapa dia harus berteman dengan gadis seperti Sifa. Tentu bukan hal yang sepadan untuk berteman dengannya, ditambah dia yang terkenal kepintarannya di Indonesia dan di luar negeri pun dia layak terpakai. Dia adalah salah satu mahasiswa yang dijadikan bahan tanding oleh dosen-dosennya, yang ajaibnya, gadis itu selalu menang dalam lomba.

Walaupun dia selalu berhasil dalam lomba, masih banyak teman-temannya yang iri akan kepintarannya. Tidak tahu kenapa, tapi dia tidak ambil pusing sama sekali.

Trisno. Kenapa Shinta masih mengingat pria itu? Kenapa Shinta masih mengejarnya setelah sukses dia toreh luka di hati pria itu?  Menyesalkah?

Melihat sahabatnya tidak muncul juga, dia tidak mau menunggu lama lagi. Dia melajukan mobilnya untuk menjemput Trisno. Tidak peduli Trisno ada di mana, yang penting cari saja. Shinta memutar balik mobilnya keluar komplek. Dia menyusuri jalanan yang sepi, temaram, nan suram.

Trisno yang tiba-tiba menampakkan wajah pertama kali pada hari ini, di mal yang tadi pagi harus dia kunjungi karena sedang ada presentasi di kelas. Besok dia akan berbalik lagi ke Bali. Sebenarnya bukan hanya urusan persentasi saja dia mau ke sana. Dia hanya butuh ketenangan hati setelah melakukan perjalanan jauh. Shinta sengaja ke Bali untuk menemui seorang pria yang bernama Trisno. Sebelum pria itu kembali ke London, tempat asalnya. Maksud dan tujuannya masih rahasia.

Ingatan Shinta yang buram menyulitkannya. Tapi semakin Shinta memperjelas ingatan itu, kepalanya malah berdenyut. Ada satu cara agar Shinta ingat semuanya. Cara orang pesakitan yang depresi. Tentu saja orang tua Shinta melarang itu.

Sinta menyetir mobil sambil membuka ponselnya. Menekan tombol dial pada satu nama yang tertera di kontaknya.

"Mama. Aku sudah bertemu pria yang bernama Trisno. Aku sedikit ingat dia. Iya, aku tahu. Aku akan mengingatnya, Ma. Tidak apa-apa. Jangan khawatir. Aku sudah ke makam adik kok."

Shinta terdiam sebentar. "Iya, Ma. Semua urusannya sudah beres. Shinta besok pulang. Tapi Shinta harus urus yang ini dulu. Iya. Iya. Makasih Ma..."

Panggilan tertutup. Shinta memantapkan batinnya. Dia harus menemui adiknya satu kali lagi, setelah itu dia akan ke Bali. Tidak ada alasan untuknya melupakan. Kalaupun dia terus bertahan dalam kehancuran, berarti Shinta adalah seorang gadis yang tidak mudah melupakan seseorang di masa lalunya.

Shinta melihat sebuah mobil yang dia tahu kalau mobil itu adalah mobil pria bernama Trisno. Pria yang dia bela-belain untuk mencarinya. Shinta sempat melihatnya dari kejauhan saat keluar dari kampus, memperhatikan Trisno yang masuk ke mobil itu.

Ini adalah kesempatan untuknya. Berarti dia tidak harus ke Bali. Pria itu sudah ada di depan matanya, tidak perlu lagi jauh-jauh ke tempat dimana pria itu tinggal. Tadinya mau mengikuti Trisno dari belakang, tapi Shinta mengurungkan niatnya lantas beralih pergi ke makam.

Dia sudah tahu kalau pria itu masih berada di Bandung, tempat yang sama mereka tinggal. Dia sekarang perlu memikirkan untuk yang selanjutnya. Perintah mamanya yang menyuruhnya untuk ke makam adiknya. Dia sudah sangat rindu dengan adiknya yang sudah dua tahun pergi selamanya dari sisi mereka.

Shinta memacu kecepatannya agar bisa menyalip mobil itu. Untunglah suasana jalanan sepi dan tidak macet. Shinta menginjak pedal gas, menyalip dari arah kanan lantas mengehentikan mobilnya beberapa meter di depan mobil Trisno.

Trisno yang melihat ada mobil yang mencegatnya, hanya bisa menginjak rem kuat-kuat agar mobil mereka tidak bertabrakan. Persetan, orang gila mana yang berhenti tiba-tiba di depan mobil yang sedang berjalan! Geram Trisno.

Shinta menatap mobil yang berhenti mendadak di depannya. Dia kenal mobil itu. Trisno keluar setelah mobil berhenti, Shinta ikut keluar. Shinta sudah keluar menunggu dua orang itu. Trisno berhadapan dengan Shinta, sedangkan Shinta tidak mengerti apa yang terjadi.

"Nyari mati Lo?" Sengit Trisno.

Meskipun dia tahu gadis itu siapa, tapi dia tidak bisa tenang-tenang saja setelah gadis itu telah mengganggu perjalanannya.

Shinta hanya menatapnya datar, matanya beralih menatap gadis yang berdiri di samping Trisno.

Ada rasa cemburu yang berdebar dalam hatinya. Bagaimana dia bisa menahan rasa cemburunya di saat hatinya terbakar karena gadis yang sekarang berdiri di sampingnya.

Apa gadis ini pacar barunya? Apa dia sudah melupakan aku? Secepat itukah masa-masa indah yang telah kami jalani dia lupakan tanpa rasa bersalah? Mengapa hanya aku yang terluka dan merasa kehilangan saat kami putus?

"Ayok pulang, Tris." Tanpa berpikir panjang, gadis itu memegang tangan Trisno. Dia tahu kalau Shinta adalah mantan kekasih pacarnya.

Shinta cukup tersentak dengan perlakuan gadis tersebut. Setelah sekian lama mereka putus, akhirnya mereka bertemu kembali, tapi tidak kembali seperti dulu lagi. Tangan yang dia genggam dulunya, kini telah digenggam oleh gadis lain.

"He apa-apaan lo! Jangan sentuh gue!" Trisno melepas paksa. Menyembunyikan tubuh gadis itu dari balik tubuh jangkung miliknya. Meskipun mereka sudah putus, tapi tidak menutup kemungkinan, pria itu sudah menghapus semua kenangan terindah yang pernah mereka lalui bersama.

Gadis itu mendengus kesal. Halangan besar satu ini benar-benar merepotkannya. Apa yang menjadi kesalahannya, sehingga dia harus disingkirkan dari hadapan mantan kekasih pacarnya itu?

"Gue hanya tidak suka jika di antara kalian berdua masih ada perasaan! Apa lo sudah lupa bahwasannya gue adalah kekasih lo sendiri karena gadis ini ada di hadapan lo, Tris?" Sosornya.

"Gue tidak ada perasaan lagi padanya. Gue hanya ingin marah padanya. Pada gadis tolol seperti dirinya yang sudah berani menghalangi jalan kita. Apa dia pikir ini jalan hanya miliknya seorang?" tukas Trisno tenang.

Shinta mengusap wajahnya sebentar, dia tertawa, "Marah? Marah saja! Gue sama sekali tidak tertarik untuk mendengar semua omong kosongmu!"

"Gadis tolol!" Umpat pria itu lagi.

Shinta diam. Mencari kata balasan yang pantas untuk membungkam Trisno. "Maaf, gue emang tolol, tolol karena sudah pernah mencintai pria brengsek seperti lo. Gue permisi!" Pamit gadis itu setelah mengeluarkan kata-kata pedas dari mulutnya. Dia berharap kata-katanya bisa membuat pria itu sadar dan tahu apa kesalahannya.

"Dasar gadis tolol!" Pekik pria itu. Dia terus menatap mobil yang dibawa oleh Shinta yang melaju cepat meninggalkan mereka berdua di tengah jalan itu. Hatinya memanas saat gadis itu kini berani lancang bicara di hadapannya. Atas dasar apa dan kekuatan dari mana, dia tidak tahu. Tapi, itu sangat menusuk perasaannya, hingga kata-kata pedas itu selalu berdengung lama di telinganya.

"Hei! Lo yang tolol! Lo kira gue takut sama lo? Kita lihat saja seberapa kuat lo melawan gue.! Gue diam tadi bukan berarti seenak jidat lo injak-injak harga diri gue. Dasar tolol!" Umpat gadis itu berbalik.

Soal melawan musuh dia tidak pernah kalah. Jika pun dia sedang mengalami sakit di kepala, tidak menutup kemungkinan bahwa gadis itu akan lemah di hadapan pria itu. Apalagi, mengenai hal bahwa pria itu adalah mantan kekasihnya yang baru saja mereka putus sudah memiliki pacar yang lain.

Dia tidak akan terima begitu saja. Selama hidupnya, tidak pernah ada penolakan. Selagi dia mampu melakukannya, apapun yang dia kerjakan akan berhasil.

"Dasar tolol! Tolol! Tolol! Tolol!" Umpat gadis itu sangat keras. Dia sangat marah dengan sikap Trisno. Bisa saja dia menerima kalau pria itu sudah memiliki seorang pacar. Tapi tidak berarti dia bisa mengatakan Siintha tolol di depan pacarnya. Ibaratnya, sama saja dia telah membangkitkan harimau yang melekat di tubuh gadis itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status