Share

Bab 3. Apa aku Sebuas itu?

Author: Any Anthika
last update Last Updated: 2025-08-25 11:08:13

"Jam berapa ini?" Rendra bertanya pada Ken yang langsung memeriksa ponselnya.

“00:15.” Jawab Ken, singkat.

"Pergilah beristirahat.”

Ken hanya mengangguk, lalu melangkah. Dia sempat menoleh kembali seperti masih ragu untuk meninggalkan Rendra. Dia sebenarnya masih ingin menemani Rendra, mengingat kejadian tadi yang cukup menguras emosi. Dia tahu jika ini adalah pengalaman pertama bos-nya.

Tapi ini sudah tengah malam, Mereka juga mungkin butuh istirahat.

Ken menutup pintu kamar setelah berada diluar.

Setelah hening beberapa detik, Rendra mendekati Mutia yang masih bersandar di tempat tidur.

Rendra merapikan tempat tidur itu dengan ala kadarnya saja. Memungut bantal dan guling yang masih berceceran di lantai, kemudian meraih pakaian mereka yang bertaburan.

Dia menatap pakaian Mutia yang ada di tangannya. Pakaian itu sudah rusak terkoyak karena ulahnya. Dia kembali merasa bersalah.

'Kenapa aku bisa menjadi seperti binatang?'

Dia benar-benar tidak menyangka jika akan melakukan hal serendah ini. Memperkosa seorang pelayan wanita di rumahnya sendiri.

Padahal selama ini dia selalu menjaga diri dan pandangannya ke lawan jenis. Bukan karena dia munafik, melainkan dia belum menemukan wanita yang cocok dihatinya.

Sayangnya, pengalaman pertamanya justru harus dengan Mutia. Bukan soal status pelayannya. Tapi… istri orang!

Istri orang?

Saat memikirkan hal itu, Rendra teringat dengan bercak darah di sprei.

Sudut bibirnya sedikit berkedut.

Dia melirik Mutia. Wanita itu, pernikahannya pastí bermasalah.

Setelah beberapa saat menenangkan diri, dia membawa pakaian rusak milik Mutia itu. Rendra tidak ingin membuangnya, dia justru menyimpannya.

Dion! Jika dia adalah orangnya, dia benar-benar sudah melampaui batas!

Rendra meremas pakaian itu sesaat sebelum akhirnya menyimpannya dengan baik di lemari. Kemudian meraih sebuah selimut tipis dan membawanya mendekati Mutia.

Dia menggunakan selimut itu untuk menutup bagian sprei yang terkena darah. Dia tidak ingin mengganggu Mutia jika harus mengganti sprei itu sekarang.

"Tidurlah, kamu harus istirahat." Rendra berkata pada Mutia sembari menepuk bantal.

Mutia menatap ragu. "Tuan, saya ingin tidur di kamarku saja."

Rendra tertegun. Dia paham jika Mutia mungkin sangat trauma.

Tapi setelah kejadian ini, dia benar-benar merasa bersalah dan tidak nyaman.

"Mutia, apa yang terjadi tadi karena aku terpengaruh obat. Apa kamu masih curiga padaku?”

Tentu saja Mutia tahu. Dia mengenal Rendra sebagai pria yang baik. Rendra buka tipe pria brengsek seperti suaminya. Dia bahkan mengagumi majikannya ini.

Tapi… kejadian tadi tentu saja meninggalkan trauma yang dalam untuknya. Diperkosa!

Dia benar-benar sedih sekaligus hancur.

“Tuan, aku ingin tidur dikamarku saja.” Dia mengulang perkataannya.

Rendra mendengus. Entah kenapa dia hanya ingin melihat wanita itu sepanjang malam ini.

"Kamarmu ada di bawah. Aku hanya khawatir kalau kamu akan…”

Kesusahan.

Tapi Rendra tidak melanjutkan. Dia menggaruk ujung hidungnya.

Ini pengalaman pertama Mutia. Dia memperlakukannya dengan sangat kasar dan tidak terkontrol. Meskipun Rendra belum memiliki pengalaman, tapi dia paham jika seorang wanita pasti akan merasa sakit dan tidak nyaman pada saat pertama melakukannya.

“Begini saja. Kamu bisa boleh mengikat tangan dan kakiku, atau seluruh tubuhku bila perlu. Agar aku tidak bisa bergerak.”

Mutia menunduk. Ucapannya pasti sudah menyinggung pria itu. Seolah tidak mempercayai Rendra.

Padahal sudah jelas, jika kejadian tadi murni bukan Rendra yang sebenarnya. Semua hanya pengaruh, pengaruh obat sialan dari seseorang yang sudah menyusahkan mereka berdua.

"Apa kamu mau kupijat? Aku bisa mengurutmu menggunakan minyak."

Padahal, Rendra hanya ingin berbasa-basi, tapi saat mengatakannya matanya tiba-tiba berkaca-kaca.

Jika ini terjadi pada adik perempuannya, pacarnya, atau…

Mungkin dia akan menjadi orang yang paling tidak terima. Dia pasti akan mengamuk, membunuh pria sialan yang sudah memperkosa orang terkasihnya.

Untungnya dia tidak punya orang terkasih. Dia sebatang kara. Orang tuanya telah meninggal sejak dia masih kecil. Paman yang telah mengasuhnya juga sudah berpulang. Dia tidak memiliki saudara, tidak memiliki pacar.

Tapi melihat Mutia, wanita polos yang bernasib malang ini, dia benar-benar iba dan lagi-lagi merasa sangat bersalah.

Bagaimana caranya untuk menebusnya? Bagaimana caranya untuk bertanggung jawab?

Memberinya uang untuk kompensasi? Itu sama saja dia merendahkan harga diri wanita itu.

Menikahinya? Yang benar saja! Bahkan dia tidak menyukai wanita ini.

Lagipula, wanita ini sudah menikah.

Menikah? Apanya yang menikah!

Rendra kembali tidak nyaman.

Lalu dia duduk di samping Mutia.

“Apa ada yang sakit?”

Seketika wajah Mutia memerah.

Tentu saja!

Badannya sakit semua! Rasanya seperti habis dipukuli!

Tapi dia tidak mengatakan apapun.

"Tubuhmu pasti sakit semua ya?" Rendra mengulurkan tangannya.

Tapi Mutia mendorongnya. "Tidak apa-apa. Besok pasti sudah mendingan. Tuan, anda juga harus istirahat."

Jantung Rendra berdesir. Wanita ini benar-benar sangat lembut.

Tapi karena penasaran, Rendra menyibakkan rambut Mutia.

Dia tercengang saat melihat warna merah kebiruan tersebar di sana dan beberapa bekas gigitan.

"Berapa banyak luka gigitannya?"

"Hampir di sekujur tubuh."

Rendra membeku.

Apa dia sebuas itu?

"Apa aku tadi juga memukulmu?”

Siapa tahu, dia tidak ingat melakukannya.

"Tidak. Tapi pinggangku sakit. Tuan terus menarikku. Dengan mencengkramnya dengan kuat."

Ah… Sialan!

Rendra sangat kesal dengan dirinya sendiri.

“Aku benar-benar minta maaf. Aku akan memikirkan cara untuk menebus kesalahanku.”

Mutia tidak menjawab. Lagipula, dia harus menjawab apa?

Dia memilih meringkukkan diri.

Akhirnya Rendra melangkah ke sofa yang masih ada di dalam kamar itu.

Beberapa saat kemudian, dia mengintip Mutia.

Setelah melihat wanita itu diam tak bergerak, barulah dia merasa sedikit lega dan memejamkan matanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 76. Natali Hamil

    “Tuan, kenapa?”Rimbun menoleh, merasa Ken tampak gelisah karena terus bergerak di tempat.“Tidak apa-apa. Jangan menoleh.” Ken menahan wajah Rimbun agar tetap menghadap ke depan.“Tuan, kamu terus bergerak. Apa kamu tidak nyaman?” Rimbun kembali menoleh dengan polos.“Jangan menatapku, Rimbun. Kamu ini…” Ken kembali mendorong wajahnya dengan sedikit jengkel.“Aku bisa menerkammu, tahu!” desis Ken dengan nada tertahan.“Menerkam? Maksudnya apa?” Rimbun mengerutkan kening bingung.“Ah, sudah diam! Jangan banyak bergerak!” Ken mendekatkan tubuhnya lebih rapat, membuat Rimbun tak bisa bergerak sama sekali.Sesaat, suasana menjadi hening. Hanya suara napas mereka yang terdengar, terasa begitu dekat dan menegangkan. Tangan Ken bergerak, tanpa sadar meremas lengan Rimbun.“Arg…!” tiba-tiba Ken berteriak kecil, membuat Rimbun terkejut.“Tuan, kenapa?” tanya Rimbun cepat.“Tidak… tidak apa-apa,” jawab Ken gugup, sama terkejutnya dengan suaranya sendiri.“Rimbun, sebaiknya kamu ke ranjang saja

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 75. Otong yang terusik

    Masih di tempat dan waktu yang sama.Rimbun sudah selesai mengelap tubuh bagian bawahnya. Ia kemudian berganti pakaian—setelan tidur yang baru dibeli Ken, lengkap dengan pakaian dalamnya yang juga dibelikan oleh pria itu. Sambil melirik ke arah Ken yang hanya tampak ujung kepalanya dari balik sofa, bibirnya tersenyum kecil.“Hihi…” Rimbun terkikik melihat pantulan dirinya di cermin. Lucu dan imut, seperti boneka Barbie versi sederhana, dengan pakaian tidur ala anak konglomerat.“Lucu banget aku. Jadi gemes sendiri. Gemes sama yang beliin bajunya,” gumamnya geli.Ia lalu melangkah ke kamar mandi untuk menggosok gigi, mencuci muka, dan melakukan ritual kecil khas perempuan. Namun, baru sebentar menyentuh air, tubuhnya sudah menggigil.“Heh, ternyata aku belum sembuh,” keluhnya sambil mendekap tubuh sendiri. Ia keluar dari kamar mandi dan berjalan menghampiri Ken.“Tuan!” panggilnya.Ken menoleh. Wajah gadis di depannya itu tersenyum manis—senyum yang sukses membuat detak jantungnya mela

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 74. Badannya penuh setrum!

    “Kamu pernah membeli ini? Artinya aku bukan wanita pertama yang kamu perhatikan?” tanya Rimbun dengan tatapan tajam.“Memang bukan. Astaga! Maksudnya—”“Dasar pria murahan! Playboy!” potong Rimbun ketus.“Eh, Rimbun, bukan begitu maksudku. Dengar dulu,” ucap Ken panik. “Wanita pertama yang aku perhatikan itu Nona Mutia. Aku harus menjaganya kalau Tuan Rendra sedang tidak bersamanya. Soal barang-barang wanita, aku memang pernah membelinya… maksudku, menemani Tuan Rendra membeli untuk Nona Mutia. Begitu.”“Aku tidak percaya!”“Sungguh, Rimbun. Kalau tidak percaya, kamu bisa tanya langsung ke mereka. Saat itu pertemuan pertama mereka. Tuan Rendra membawa Nona Mutia dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan. Karena dia tidak punya baju ganti, kami berdua terpaksa mencarikannya. Kami bahkan sempat berdebat di toko soal ukuran itu.”Ken menarik napas panjang. “Sejak saat itu, aku berpikir kalau suatu hari aku punya istri, aku harus tahu ukuran tubuhnya. Supaya tidak bingung kalau nanti har

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 73. Aku cintai kamu, Jelek!

    “Tidak mungkin. Tuan Rendra itu bos paling pengertian. Jadi kamu tidak perlu cemas. Cepat sembuh, supaya bisa kembali membantuku di kantor,” ucap Ken lembut sambil menggenggam jemarinya.Rimbun tersenyum tipis. “Terima kasih, Tuan Ken. Kamu sudah sangat baik padaku.”“Sudah kubilang, aku ini baik. Kamu saja yang belum mengenalku dengan benar,” jawab Ken sambil tersenyum hangat.“Iya, Tuan. Maafkan aku,” sahut Rimbun lirih.“Sekarang tidurlah. Kamu perlu banyak istirahat. Maafkan aku, mungkin kamu kelelahan karena terlalu sibuk membantuku,” ucap Ken lembut.“Tidak juga. Penyakit ini memang sering kambuh kok,” jawab Rimbun santai.“Kalau bisa, mulai sekarang jangan kambuh lagi. Asal kamu mau menjaga pola hidup yang sehat dan bersih, penyakit ini akan menjauh darimu. Jadi setelah sembuh nanti, kamu harus pindah dari kos kumuh itu. Aku akan bantu carikan tempat tinggal yang lebih layak. Atau kalau kamu mau, kamu bisa tinggal di sini sesuka hatimu. Bagaimana?”Rimbun tersenyum kecil. “Kala

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 72. Membawa pulang ke rumah

    “Ke tempatku dulu.”“Rumah yang kemarin? Aku tidak mau, Tuan. Tidak enak dengan Nona Mutia dan Tuan Rendra. Aku takut merepotkan mereka. Lagipula Nona sedang sakit juga,” sahut Rimbun pelan, menolak.“Kamu benar. Tapi kamu ini sedang sakit, Rimbun. Tempat tinggalmu itu tidak baik untuk kesehatanmu saat ini.”“Tidak apa-apa, Tuan. Itu sudah cukup bagiku. Aku tidak mau merepotkan orang lain.”“Aku tidak akan tenang kalau kamu di sana. Siapa yang akan memperhatikan dan merawatmu? Aku tidak mungkin datang terus ke kostmu, sumpek di kamarmu itu. Belum lagi ibu kostmu yang galak,” ucap Ken dengan nada kesal tapi penuh khawatir.“Ya sudah, tidak perlu datang, aku biasa sendiri kok,” jawab Rimbun.“Tidak bisa, Rimbun. Aku khawatir.”Akhirnya Ken memutar kemudi, tidak jadi membawa Rimbun ke rumah Rendra, juga tidak mengantarnya ke kost. Ia melajukan mobil menuju tempat lain yang dianggap paling tepat untuk merawat Rimbun.Tak lama, mobil berhenti di depan sebuah bangunan luas bergaya modern. K

  • JANGAN SALAHKAN AKU SELINGKUH (Hasrat Panas Musuh Suamiku)   Bab 71. Sakit

    “Apa Rimbun tidak ada?”“Bun...!” Ken memanggil cukup keras sambil mengetuk pintu.Tak ada jawaban. Ia mencoba memutar gagang pintu dan ternyata tidak dikunci. Dengan hati-hati, Ken mengintip ke dalam. Ia mendapati Rimbun sedang meringkuk di kasur, masih terbungkus selimut tebal.“Astaga! Dia masih tidur?” gumam Ken, lalu masuk dan mendekat.“Rimbun?” Ia menarik selimut itu dengan kasar.Gadis itu terlonjak kaget, segera duduk dan mendekap tubuhnya sendiri sambil menatap Ken dengan panik.“Tuan... Tuan Ken! Selimutnya! Kembalikan selimutnya, aku... aku kedinginan,” ucap Rimbun terbata, tubuhnya bergetar menahan dingin.“Selimutnya, Tuan... tolong kembalikan,” pintanya lemah.Ken sempat terdiam. Tapi sesaat kemudian, ekspresinya berubah cemas. Ia baru menyadari sesuatu yang tidak beres.“Bun, kamu kenapa? Kamu sakit?” tanyanya, kini menunduk dan mendekat.Rimbun melirik sekilas, masih mendekap dirinya erat.“Dingin, Tuan. Dingin sekali. Maaf... aku tidak bisa berangkat bekerja hari ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status