Share

Bab 3

"Benar buku raport itu milik sekolah Abang?" tanyaku kembali memastikan.

"Iyalah, Ma. Warnanya aja sama kek punya Abang, kok. Udah enggak bisa diragukan lagi. Abang yakin banget itu raport sama seperti kelas Abang," jawabnya meyakinkan.

Kali ini aku tidak lagi bertanya. Semuanya sudah cukup jelas. Hanya tinggal memastikan apa benar suamiku menikahi wanita lain tanpa paksaan atau tidak. Setelah tahu semuanya, tentu aku akan mulai menjalankan rencana.

Sebenarnya ini adalah rencana untuk mengeluarkan salah satu temanku dari jeratan suami yang suka selingkuh, namun dia menolaknya. Aku sama sekali tidak menyangka kalau rencana ini akan aku gunakan untukku sendiri.

Ternyata dunia ini memang tidak selebar yang kita kita. Memikirkannya saja sudah membuatku lelah. Namun aku harus tetap kuat untuk anak-anak. Mereka sangat membutuhkan diriku di waktu-waktu seperti ini.

"Kira-kira itu raport siapa ya, Ma?" Dia menatapku bingung.

"Yah enggak tahu, Abang. Kan, yang lihat Papa waktu itu juga Abang. Bukan Mama. Malah Mama baru tahu barusan karena Abang cerita. Kalau enggak, mungkin Mama enggak akan pernah tahu," ucapku membuatku menepuk keningnya.

"Hehehe, iya Ma, maaf. Abang lupa."

"Duduk yang bener dan jaga adiknya baik-baik. Perjalanan masih panjang."

Sepuluh menit dari sekarang kita akan sampai di rumah Via, namun aku sengaja bilang masih lama agar mereka bisa tidur sejenak, jadi nanti segar ketika sampai di rumah Via.

Ditambah aku juga tidak akan langsung berangkat ke tempat pernikahan itu karena acaranya dimulai habis zuhur, sementara sekarang baru saja jam sepuluhan.

Aku perlu waktu yang cukup lama untuk menjelaskan kepada Abang kalau dia harus bisa menyakinkan adik-adiknya agar kalau ditanya pekerja, jawaban mereka sama.

Yang aku khawatirkan adalah anak keduaku, Gisya. Dia baru berumur empat tahun, namun cara bicaranya sudah pandai. Bahkan aku dan Mas Rayan selalu kewalahan karena dia suka mengungkapkan semua yang matanya lihat dan telinganya dengar.

Termasuk jika dia membenci seseorang. Dia tidak akan segan untuk mengatakannya secara langsung, kalau ditanya, tanda ada yang terlewat. Bahkan berikut alasannya. Sekarang masalah ini juga yang tengah mengganggu aku.

"Abang akan berusaha membuat Adek paham, Ma." Anak pertamaku terlihat sangat percaya diri. "Eh, enggak usah, Ma. Nanti Mama temani kita di taman depan itu aja, terus tidurkan Adek jam sebelas. Nanti kan bangun jam tiga atau empat dia, Ma," lanjutnya menjelaskan.

Aku mengangguk cepat. Huh, gara-gara terlalu panik, jadinya enggak bisa berpikir jernih.

"Abang hebat, cerdas," pujiku sambil memeluknya.

"Tentu saja, Abang kan anak Mama sama Papa. Jadi, kita semua pintar," jawabnya bangga dan membuatku merasa bersalah.

"Maafkan Mama, ya, Bang. Kalau apa yang Mbak Via katakan benar, sepertinya Mama harus mengikhlaskan papamu. Percayalah, semuanya juga Mama lakukan untuk kalian. Mama enggak mau melihat anak-anak yang paling Mama sayangi terluka secara tidak langsung karena kasih sayang papa kalian terpisah," ucapku dalam hati.

Jangankan nanti, sekarang saja sikap Mas Rayan sudah menunjukkan kalau dirinya pilih kasih. Dia bilang tidak bisa datang ke acara sekolah Abang di pembagian buku raport, namun dia malah datang atas nama siswa lain.

Andai dia tahu apa yang dilakukan papanya di luar sana, aku yakin Abang akan membenci Mas Rayan. Jadi, biarlah semuanya hanya diketahui oleh orang dewasa. Kalau dia pun nanti tahu, bukan aku atau atau Mas Rayan yang mengatakannya, agar kacamatanya sendiri yang menilai.

Aku melakukan apa yang Abang sarankan dan anak-anak langsung tidur jam sebelas, namun tidak dengan Abang. Dia malah menatapku lekat ketika melihatku memakai baju yang sedikit terbuka. Ini adalah dress putih lengkap dengan topeng yang menutupi seluruh wajah.

"Abang enggak akan Mama izinkan dengan pakaian terbuka seperti itu," ucapnya sambil melipat kedua tangan di bawah dada.

Aku dan Via saling melirik, lalu tertawa kecil.

"Sepertinya kamu sudah punya pengganti Rayan yang selalu protes tentang penampilan. Sekarang tinggal cari orang yang bisa mengurus aset dan merubahnya atas nama anak-anak," bisiknya membuatku sedikit terkejut.

Wah, ternyata dia sudah berpikir sampai sejauh ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status