“Bisakah…kita memulai dari awal lagi?” lanjut Rosie sembari berusaha untuk bangkit namun ia meringis ketika dirasakannya nyeri yang hebat di pergelangan tangan. Richard segera menahan bahu Rosie dan membantunya berbaring kembali.
“Aku tak akan meninggalkanmu, kau istriku.” Richard tersenyum lalu mencium kening istrinya, “Maafkan aku.”
Rosie tersenyum bahagia, ia tak peduli apakah Richard mengucapkannya dengan tulus atau sebaliknya. Baginya ini sudah lebih dari cukup, ia akan memanfaatkan waktu dengan membuktikan bahwa ia-lah istri terbaik untuk Richard.
Suara berdehem Sebastian menyadarkan Rosie bahwa ayahnya juga berada di situ.
“Ayah.”
“Bisakah kau tinggalkan aku dan putriku sebentar?” Sebastian memandang Richard, tetap sedingin es.
“Tentu saja,” Richard mencium punggung tangan Rosie,” Aku akan berada di luar, istirahatlah!”
Richard melepaskan genggamannya, mengangguk pada Sebastian sembari melangkah meninggalkan ruangan.
“Rosie, apa yang terjadi?” tanya Sebastian pada putrinya tanpa basa-basi.
“Ayah, aku…”
“Kau tahu apa yang kau lakukan ini dapat mencoreng nama keluarga White!” suara Sebastian begitu dingin dan penuh amarah,” Ayah tidak peduli apa masalah rumah tanggamu, tetapi satu yang Ayah minta…jangan lakukan hal memalukan seperti ini. Kalau tersebar di media massa, bisa mempengaruhi kelangsungan perusahaan kita, mengerti?!”
Rosie menggigit bibir bawahnya sambil mengangguk, menahan tangis. Bukan khawatir akan keselamatannya, ayahnya justru lebih khawatir dengan nama baik yang akan tercoreng apabila berita bunuh dirinya tersebar di media massa.
“Jangan khawatir, hal ini tidak akan terjadi lagi.”
“Baguslah, Ayah juga sudah memastikan tidak ada satu jurnalis-pun yang akan mengulas peristiwa ini.”
“Ayah menjengukku hanya untuk mengatakan ini?” tanya Rosie namun tak segera ditanggapi oleh Sebastian yang sibuk dengan ponselnya,” Kalau sudah, aku ingin istirahat. Ayah bisa pulang sekarang.”
Sebastian menggeser pandangan ke arah Rosie anak semata wayangnya, namun gadis itu lebih memilih memandang langit-langit kamar yang memiliki warna senada dengan dinding dan lantainya.
“Dengar, Ayah tahu hidupmu cukup sulit saat ini. Tetapi Ayah yakin kau bisa bertahan karena kau anak gadisku yang kuat,” kata Sebastian mulai melunak sambil mengusap kepala Rosie,”Ayah yang akan menghadapi Richard dan memastikan dia tak akan pernah bisa meninggalkanmu.”
Rosie hanya mengangguk kecil, berharap Sebastian segera meninggalkannya sendiri. Ia tak mengerti mengapa Sebastian selalu bersikap dingin, ia bahkan jarang berkomunikasi dengan ayahnya yang kerap sibuk dengan bisnisnya itu . Sejak ibunya meninggal 17 tahun yang lalu, Rosie lebih sering ditinggalkan sendiri dengan pengasuh. Tak ada kasih sayang yang ia terima meskipun ia hidup dalam kemewahan.
Sebastian meninggalkan putrinya tanpa kecupan sayang di kening atau pipi, membiarkan Rosie kembali berteman sepi. Rosie memejamkan mata dalam keheningan dan membiarkan genangan cairan bening di pelupuk mata mengalir menelusuri pipi pucatnya.
***
Richard menyeduh kopi panas sembari duduk di bangku taman yang ada di halaman rumah sakit, pikirannya berkecamuk. Ia tak tahu apakah harus menyesali keputusannya untuk tidak meninggalkan Rosie, ia tak punya pilihan lain dalam keadaaan Rosie yang baru pulih dari trauma dan mertua berdiri dihadapannya dengan sorotan mata setajam golok algojo yang siap memenggal kepalanya bila ia salah bicara.
Ia tersadar dari lamunan saat dirasakan ponsel di saku celananya bergetar. Dirogohnya saku celana dan mengeluarkannya. Sedetik jantungnya berhenti berdetak membaca nama yang tampil di layar, Sasha.
“Sasha,” sapanya setengah berbisik. Kerinduan untuk bertemu kembali menyeruak meski belum sehari mereka berpisah.
“Sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi, Richard,” kata-kata di seberang serasa membekukan aliran darahnya .
“Apa maksudmu?”
“Aku akan kembali ke LA dan berfokus pada karirku, tidak akan ada waktu berkencan. Kau pun seorang CEO dan memiliki beberapa perusahaan, fokuslah pada pekerjaanmu…dan istrimu!” Sasha menekankan kata “istrimu “ pada akhir kalimatnya.
“Kau ingin memutuskan hubungan denganku?” tanya Richard dengan nafas memburu. Udara di sekitarnya tiba-tiba saja seperti menipis hingga sulit baginya untuk bernafas.
“Mengapa? Bukankah kita pasangan yang sempurna dan saling mencintai? Kau tak bisa hidup tanpaku dan aku tanpamu.”
“Bagaimana kita bisa menjadi pasangan sempurna bila kita harus selalu bertemu secara sembunyi-sembunyi?” teriak Sasha dengan suara serak, ”Bagaimana kita bisa disebut sebagai pasangan yang saling mencintai bila ada yang terluka dan menangis karena percintaan terlarang ini? Kita hanyalah pasangan sakit, Richard!”
Richard terhenyak, Pasangan Sakit? Ia tak pernah menganggap hubungannya dengan Sasha adalah hubungan terlarang karena ia adalah milik Sasha selamanya, Rosie hanyalah wanita yang dipaksakan oleh ayahnya untuk menjadi istrinya demi menyatukan dua perusahaan raksasa yang dimiliki keluarga Johnson dan keluarga White. Jadi yang sebenarnya pasangan sakit bukankah dia dan Rosie?
“Aku sudah menikah sejak pertemuan kita yang pertama dan kau mengetahuinya, Honey. Kau katakan akan menerimaku apa adanya, dan sekarang kau menyesal?” Richard meraup wajahnya dengan sebelah tangannya yang terbebas seperti kebiasaannya saat kesal.
“Tidakkah kau tahu, aku sangat mencintaimu? Dari dulu hingga sekarang, tak pernah berubah. Rosie adalah suatu kesalahan, tapi kau tidak. Bersamamu adalah hal terbaik dalam hidupku.”
Hening, hanya terdengar isak tangis di seberang. Richard menunggu dengan nafas tertahan.
Bahu Sasha terguncang berusaha menghentikan tangis yang sulit dibendung. Semua ini salahnya, lima tahun yang lalu seandainya ia tak meninggalkan Richard untuk mengejar impian menjadi model di Perancis tentu semua tidak akan berakhir seperti ini. Kini ia menjadi perampas kebahagiaan wanita lain, mengejar kebahagiaan semu. Rosie akan selamanya menjadi istri Richard dan ia selamanya adalah seorang pecundang.
“Tolong tinggalkan aku, aku butuh waktu sendiri!” ucap Sasha sebelum memutuskan hubungan telekomunikasinya.
“Sebaiknya kau lupakan saja Sasha!”
Richard tertegun dan menoleh ke arah pemilik suara. Jason, sahabatnya berdiri di sampingnya,” Kau menguping?”
Jason mengedikkan bahu,” Tidak banyak yang kudengar, hanya plot dimana kau katakan Rosie adalah suatu kesalahan.”
Richard menghela nafas berat saat Jason melanjutkan kata-katanya, “Kasihan Rosie, dia sangat mencintaimu.”
“Aku tidak bisa kehilangan Sasha, hidup tanpa cinta bagiku lebih menyakitkan daripada kehilangan perusahaan.”
“Ssst, jangan bicara sembarangan!” hardik Jason sambil matanya jelalatan ke sekeliling, kuatir ada yang mendengar.
“Aku memanggilmu kemari bukan untuk menjadi penasehat perkawinan-ku. Apakah kau ada cara lain agar aku dan Sasha dapat bersatu?” Richard memandang sahabatnya seolah tak peduli.
“Ada, tapi terlalu kejam buat Rosie,” jawab Jason dengan suara berat seolah tak tega mengatakannya.
“Katakan rencanamu!”
“Buat Rosie jatuh cinta pada laki-laki lain, dengan begitu ia tak akan menolak diceraikan. Ayahnya juga tak mungkin akan menghancurkan bisnismu karena kesalahannya terletak pada putrinya bukan menantu.”
“Oh wow, rencanamu luar biasa!” Richard ternganga mendengar rencana gila sahabatnya. “Aku bahkan tak pernah memikirkannya.”
“ Tetapi bagaimana kita membuat Rosie jatuh cinta dengan laki-laki lain kalau satu-satunya pria dalam hidupnya hanya aku saja?” Richard mengelus dagunya, berpikir keras.
Mereka masih berpikir saat ponsel Jason yang ada di dalam saku celananya berdering. Laki-laki seumuran Richard itu menatap layar untuk memeriksa nama penelpon. Saat ia membaca nama ‘DONNA’ terbersit ide dalam kepalanya.
“Aku tahu dimana kita akan menemukan laki-laki untuk istrimu!” Jason menyeringai sambil menunjukkan nama di layar ponselnya.
Dalam keheningan ruangan yang hanya terisi suara gemerisik gaun satin, Rosie berdiri bagai patung lilin, indah namun bagai tanpa nyawa. Cahaya lampu di atas kepala menyorot lembut menciptakan kilauan pada renda dan kain satin yang membalut tubuh rampingnya.Tiba-tiba pintu terayun terbuka, terdengar suara langkah kaki berbalut sepatu high heels memasuki ruangan lalu disusul suara wanita yang terperangah sekaligus terpesona.“Wow, cantik sekali!” pekik Selena memandang sepupunya dari atas ke bawah berulang kali seolah tak pernah puas mengagumi. Tetapi kemudian wajah bahagianya berubah manyun menyadari ekspresi Rosie yang kaku tanpa keceriaan di dalamnya.“Kau ini kenapa? Ini hari pernikahanmu, harusnya bahagia bukan cemberut seperti nenek-nenek tua!” omel Selena, “Tariklah ke atas bibirmu itu!”Rosie berusaha menarik bibirnya ke atas seperti saran Selena, menciptakan senyuman miring yang tak sedap dipandang.“Jelek sekali, ingat … Ini momen terbaikmu!” keluh Selena, diraihnya tangan Ro
Keputusan menikah Michael dan Rosie mendapatkan sambutan yang positif dari banyak pihak, terutama Sebastian. Pria tua itu sangat lega karena putrinya bersedia menikah dengan pengusaha kaya raya. Ia lega bukan hanya karena bisnis Keluarga White akan membaik, tetapi juga anak dan cucunya akan memiliki sebuah keluarga utuh.Rosie sendiri berusaha untuk berpura-pura bahagia di depan Sebastian, ia tak ingin ayahnya berduka yang akan mempengaruhi kesehatan pria yang sudah tak muda lagi itu. Namun sesungguhnya jauh di dalam hati, Rosie mengalami pergumulan batin. Antara dendam, kebencian, dan cinta. Ia membenci Michael dengan sepenuh hati, ingin membalas dendam atas kebohongan yang pernah ditorehkan pria itu kepadanya. Tetapi wanita itu juga takut akan jatuh cinta lagi pada ayah kandung Ronald, karena jujur ia belum bisa melupakan Michael. Namun Rosie merasa sedikit lega karena Michael bersikap acuh tak acuh padanya semenjak kesepakatan mereka untuk menikah. Pria itu hanya datang ke aparte
“Aku ada ide!” Tiba-tiba Selena menjentikkan jari, bibirnya menyunggingkan senyuman lebar. “Ide apa, Lena?” Rosie menjadi penasaran, ia harus akui Selena memiliki ratusan ide, meskipun kebanyakan dari idenya terbilang ekstrim.“Bagaimana kalau kau turuti saja persyaratan yang diminta Michael pada ayahmu?” usul Selena, dan sebelum sepupu berambut pirang itu memprotes, ia menempelkan telunjuknya ke bibir Rosie.“Coba pikirkan, bila kau setuju menikah dengan Michael. Pertama, hotel yang didirikan Sebastian akan terselamatkan dan kau bisa mengembangkannya menjadi hotel yang maju. Kedua, Ronald memiliki seorang ayah seperti yang selama ini selalu diimpikan. Ketiga, Sebastian memiliki semangat hidupnya kembali!” papar Selena, mata coklatnya berbinar penuh semangat.“Aku membenci laki-laki itu, Lena!” sergah Rosie cepat. “Aku tidak mau jatuh kedua kali padanya, sakit sekali rasanya.” “Kalau kau memang membencinya, mengapa takut jatuh cinta?” tantang Selena memprovokasi. “Lakukan balas dend
Sebastian menatap Rosie dalam-dalam, ada guratan kecewa di matanya. “Hanya ini jalan satu-satunya untuk menyelamatkan hotel ibumu, Rosie!” suara Sebastian terdengar serak. “Tidak ada seorangpun yang sudi mengeluarkan uang untuk usaha kita ini, hanya dia yang mau menolong!” “Michael bukan menolong, Ayah!” sergah Rosie marah, “Dia menginginkan timbal balik, dan aku tak akan memberikan diriku padanya!” “Ayah mohon kau mau mempertimbangkannya, demi masa depanmu dan Ronald!” pinta Sebastian, suaranya nyaris memelas. “Tidak ada yang perlu dipertimbangkan, Ayah!” tegas Rosie, mata birunya berkilat-kilat. “Aku sudah tidak mau Ayah jadikan alat pembayaran untuk mencapai kesuksesan. Dulu Ayah sudah menjualku pada keluarga Eddison untuk penyatuan dua perusahaan besar, sekarang menjualku pada Bridgewood? Aku bukan pelacur!” Napas Rosie memburu dilanda emosi yang sangat hebat. Ia ingin menangis dan meraung namun sadar saat ini harus tegar dan kuat. Aku tak akan membiarkan siapapun menyakiti h
Sebastian menatap punggung kursi direktur di depannya dengan rasa penasaran yang tinggi. Pria tua ini tak mengerti dan sedikit tersinggung mengapa George Jr. tidak menyambut dan menampakkan diri di depannya.Apakah benar dugaan Rosie, pebisnis macam George Bridgewood mustahil bersedia bekerja sama dengan keluarga White yang berada di ambang kebangkrutan?“Hal penting apakah yang ingin Anda bicarakan dengan saya, Tuan George Junior?” Sebastian memberanikan diri bertanya seraya membenarkan posisi duduk yang terasa tak nyaman. Ia bersiap untuk menerima kemungkinan terburuk , karena sudah beberapa kali mengalaminya. Ya, penghinaan kerap pria tua itu terima saat menawarkan kerja sama karena dianggap datang hanya untuk meminjam uang. Bila hari ini ia menerima penghinaan itu lagi, baginya semua telah berakhir.“Saya ingin menyuntikkan dana untuk merenovasi kembali hotel Anda dan membantu pemasaran agar hotel tersebut bangkit kembali dan jaya seperti dulu.”“Benarkah Anda mau melakukan itu?”
“Rosie, tunggu!” Michael berusaha mengejar Rosie yang berjalan tergesa menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari supermarket sambil menggandeng Ronald .“Rosie, jangan abaikan aku!” Michael berhasil menangkap lengan Rosie dari belakang, namun wanita berambut pirang itu menyentakkannya dengan marah.“Jauhi aku dan anakku!” desis Rosie dengan nada mengancam. Michael menoleh pada Ronald yang bersembunyi di belakang kaki jenjang wanita itu, seolah kaki-kaki itu dapat membuatnya tak terlihat.“Apakah dia anakku?” bisik Michael, matanya berkaca-kaca. Ia tak ingin menangis, tetapi melihat sosok kecil yang merupakan copy dirinya sungguh pemandangan yang mengharukan.“Ronald, masuk ke mobil cepat!” perintah Rosie pada putranya. Ronald berlari masuk ke dalam mobil dengan patuh.“Aku harap tidak perlu melihatmu lagi, karena kalau sampai kau berani mendekati kami, aku akan memanggil polisi!” ancam Rosie lagi.“Kau tega memisahkan aku dari anak kita!” Suara Michael terdengar kecewa. “Seharusny