Aaaaarrrggghhh …!!!Jonathan menjerit tertahan lalu jatuh terkulai.Bazoka yang dipegangnya lepas dan terlempar entah ke mana, tepat pada saat kendaraan lapis baja yang memblokir satu-satunya akses menuju gerbang perbatasan – meledak dan terpental jauh dalam keadaan terbakar.“Gawat, Jonathan sepertinya tertembak!” teriak Grace panik melihat tubuh Jonathan terkulai tanpa bergerak di jendela mobil.Mathias menyahut, “Saya tahu, Nyonya. Tolong tarik tubuhnya ke dalam, lalu tutup jendela.”Grace tidak membantah.Dia segera menarik tubuh Jonathan, tetapi tak berhasil. Tubuh lelaki malang itu terlalu besar, terutama bagian pinggang ke atas. Bagaimanapun, lelaki itu adalah seorang pengawal terlatih yang memiliki tubuh ideal – tentu lebih besar dada ketimbang bagian perut!Grace tak menyerah, dia mencoba menarik tubuh Jonathan sekali lagi.Namun, hasilnya sama.Tubuh Jonathan tetap tersangkut di jendela, mulai dari pinggang ke atas masih tetap menggantung di luar mobil dengan posisi kepala d
Mathias dan Grace tiba di Granda peko ketika matahari sudah terbenam sempurna di ufuk barat. Segala ketegangan dan kelelahan pun langsung terbayar lunas ketika mereka akhirnya sampai di depan Wisma Adulterium.“Ini adalah Wisma Adulterium, kediaman Keluarga Deplazado. Semoga suami Nyonya benar ada di tempat ini,” ujar Mathias datar seraya menghentikan mobil tepat di depan pintu utama.Mendengar ucapan Mathias, Grace agak mengernyitkan dahinya.Dia kemudian bertanya dengan nada ragu, “Apakah kamu tidak akan ikut masuk?”“Tidak, Nyonya. Saya hanya berjanji untuk mengantar Nyonya dengan selamat sampai ke tempat ini, selebihnya adalah urusan pribadi antara Nyonya dengan suami Nyonya. Saya tidak berhak tahu, apalagi ikut campur!” jawab Mathias tegas.Grace mendesah pendek lalu berkata, “Baiklah, aku mengerti.”Dia kemudian bergegas turun dari mobil tanpa mengatakan apa-apa lagi. Dengan langkah terpincang-pincang, dia menaiki tangga teras Wisma Adulterium tanpa memedulikan apa pun atau siap
Grace tinggal selama beberapa hari di Wisma Adulterium.Selain untuk memulihkan diri dan merawat luka-lukanya, dia juga ingin menikmati kebersamaan dengan suaminya yang telah mulai berubah menjadi sedikit lebih tulus dan mulai dapat diharapkan. Lebih dari itu, dia pun bahkan mulai mempertimbangkan untuk memperbaiki hubungannya dengan Victoria. Bagaimanapun, ibu mertuanya itu tidak pernah manampilkan sikap bermusuhan kepadanya. Bahkan sebaliknya, dia senantiasa diperlakukan dengan baik dan penuh kasih sayang.Grace tidak tahu bahwa kebaikan dan kasih sayang Victoria sebenarnya tidak setulus kelihatannya.Sebenarnya, Victoria melakukan semua itu hanya demi meluluhkan hati Edward.Dengan menunjukkan bahwa dia dan keluarga besarnya tidak lagi mempermasalahkan status Grace sebagai anggota Keluarga Wijaya dari Negara Vicinus, Victoria berharap Edward akan bersedia melupakan semua dendam masa lalu dan mau kembali ke pelukan Keluarga Desplazado.Namun, rambut memang sama hitam – tetapi pemiki
Morenmor adalah sebuah kota terpencil di negara Pecunia. Hampir semua penduduknya adalah keluarga-keluarga kaya yang memiliki pengaruh sangat besar, bahkan hingga ke luar negeri. Hukum dan pemerintahan hanyalah formalitas di kota ini. Tidak jarang, pejabat tinggi pemerintahan, bahkan yang berasal dari pemerintah pusat, harus kehilangan wibawa dan kekuasaannya ketika menginjakkan kaki di kota ini. Tanpa dukungan dan persetujuan keluarga-keluarga teratas, tidak akan ada peraturan atau kebijakan yang dapat diterapkan. UANG dan SENJATA adalah satu-satunya peraturan dan kebijakan yang berlaku dan diakui di kota ini! Akan tetapi, uang dan senjata justru merupakan dua hal yang paling sulit didapatkan di Morenmor. Bukan karena keduanya tidak ada di sana! Sebaliknya, ada terlalu banyak uang dan senjata yang beredar di Morenmor. Akan tetapi, semua uang dan senjata itu hanya berputar di kalangan keluarga-keluarga terkaya saja. Sepertinya, para pemimpin keluarga teratas Morenmor memang tel
“Gawat, bayi Nyonya Soraya hilang!” Medicamento Hospital langsung dilanda kepanikan. Bukan kepanikan yang gaduh, akan tetapi kepanikan yang senyap. Merambat tanpa kendali menembus benak dan hati hampir setiap dokter dan perawat, terutama mereka yang berada di lantai delapan. Beberapa orang dokter dan perawat terlihat berjalan cepat setengah berlari di sepanjang koridor, bercampur dengan puluhan petugas keamanan yang melangkah tergesa-gesa dengan raut wajah cemas dan bingung. Semua bergerak menuju ke ruang perawatan VVIP, tempat seorang wanita cantik berkulit putih yang belum genap berusia 22 tahun sedang menjalani perawatan pasca melahirkan. Wanita muda itu adalah Soraya Clint, istri kedua Charles Sanjaya. Beberapa jam yang lalu, dia baru saja melahirkan putra pertamanya. Dia baru melahirkan seorang bayi gemuk dan sehat yang merupakan cucu laki-laki satu-satunya dari Kakak Sanjaya, orang paling kaya dan paling berpengaruh di seantero negeri. Bayi laki-laki itu adalah calon tungg
Edward mulai berlatih ilmu beladiri satu minggu kemudian. Dia berlatih di bawah bimbingan Martin, Kepala Pelayan Keluarga Sanjaya yang juga merupakan orang kepercayaan Kakek Sanjaya. Kakek Sanjaya datang memantau perkembangan latihan Edward setiap beberapa hari sekali. “Bagaimana? Apakah kamu menyukai latihanmu?” tanya Kakek Sanjaya suatu hari. “Saya suka, Kek. Tapi aku bosan jika harus berlatih sendirian terus!” jawab Edward manja. “Jangan khawatir. Kakek akan menyuruh Martin agar mencarikan teman berlatih untukmu,” janji Kakek Sanjaya. Edward tersenyum senang. Dua hari kemudian seorang bocah kurus datang bersama Martin. Dia datang untuk menemani Edward berlatih ilmu beladiri. Nama bocah itu adalah Leon, tanpa nama keluarga di belakangnya. Dia adalah seorang anak yatim piatu berusia tujuh tahun yang diambil Martin dari sebuah panti asuhan. Kabarnya, dulu – tujuh tahun yang lalu – Leon ditinggalkan begitu saja di depan panti asuhan saat masih bayi merah. Waktu itu, tali pusarny
“Bangun!” Sebuah tendangan teriring bentakan keras memaksa Leon meninggalkan alam mimpi. Dia terbangun bahkan tanpa sempat mengumpulkan setengah dari kesadarannya. Tubuhnya terjatuh dari atas landasan treadmill yang selama beberapa jam terakhir telah menjadi ranjang tidurnya. Terhuyung-hutung, Leon berusaha bangkit dan berdiri. Dia mengejapkan matanya beberapa kali, berusaha beradaptasi dengan cahaya matahari yang ternyata sudah lama meninggalkan peraduan. Samar-samar, dia akhirnya berhasil mengenali sesosok tubuh yang telah menendang perutnya yang bahkan belum diisi sejak kemarin. “Ma … maafkan saya, Tuan Muda. Saya kesiangan,” ujar Leon ketakutan. “Keterlaluan kamu! Bukankah aku sudah mengatakan agar kamu menjauhi barang-barang milikku? Tapi lihat – kamu bukan hanya menyentuh treadmill itu, kamu bahkan justru tidur di situ! Sepertinya, kamu benar-benar menganggap remeh ucapanku! Apa maksudmu sebenarnya, hah?!?” sahut Edward, membentak dengan sengit. “Maaf, Tuan Muda. Tadi mal
Waktu terus berlalu. Hari demi hari, Leon akhirnya mulai terlatih untuk menahan rasa sakit dan amarah. Perlahan tapi pasti, tubuhnya pun menjadi lebih kuat dan tangguh. Saat ini, dia tidak lagi mudah untuk dijatuhkan. Bahkan, segalanya kini mulai terasa jauh lebih ringan baginya. Seiring tubuhnya yang terus tumbuh menjadi semakin besar dan kuat, Leon pun menjadi jauh lebih tabah dan percaya diri dalam menjalani hari-harinya bersama Edward. Apalagi, pada kenyataannya, tubuhnya sekarang memang sudah lebih besar dan lebih kuat daripada cucu lelaki Kakek Sanjaya itu. Namun, walaupun tubuhnya telah tumbuh menjadi lebih tinggi dan lebih besar, Leon tak berubah menjadi tinggi hati dan besar kepala. Dia tetap membiarkan Edward memukulinya dan menjadikannya sebagai samsak hidup hampir setiap hari. Apalagi, saat ini pukulan Edward sudah tak lagi terasa menyakitkan baginya! Lebih dari itu, terkadang Leon justru menerima semua pukulan itu sambil tersenyum atau tertawa dalam hati. Entah bag