Share

Part 6

Malam hari usai salat isya, bang Haikal tetap berada di dalam kamar seperti biasa. Kami benar-benar seperti anak kost yang tidak saling peduli satu sama lain. Sibuk dengan urusan masing-masing. 

Terkadang aku menguping dari pintu kamarnya, siapa tahu dia sedang mengobrol bersama Kania melalui video call. Sikap bang Haikal berubah seratus delapan puluh derajat saat aku memintanya menikah. Dia tak mau lagi dekat denganku seperti sebelum-sebelumnya.

Seumur hidup aku dan dia bertetangga dan akrab layaknya kakak dan adik. Namun perasaannya lenyap begitu saja begitu aku bilang mencintainya dan memaksa ingin menikah dengannya.

Memangnya aku sehina itu? Tak pantas jatuh cinta dengan pria istimewa yang selalu aku puja. 

"Jangan main-main, Dwi," ucapnya kala itu. "Sekolah yang benar." Dia lalu mengacak-acak rambutku saat pertama kali mengungkapkan perasaan.

Saat itu aku masih kelas dua SMP.  Sedang usia kami yang hampir terpaut enam tahun membuat dia sudah berada di fase usia hampir dewasa. Saat itu dia masih menganggapku bercanda dan hanya ikut-ikutan tren remaja saja.

"Awas kalau kudengar kau berani pacaran atau akrab dengan lelaki. Akan kuadukan pada abangmu. Atau aku sendiri yang akan menghajar laki-laki itu. Kau mengerti?" Dia kembali menekan kepalaku.

Pipiku menggelembung karena kecewa. Namun detik kemudian aku tersenyum padanya. 

"Aku tidak akan pacaran. Aku mau langsung menikah saja. Abang tunggu aku sampai lulus SMA, ya?" Senyumku merekah karena berpikir kalau bang Haikal cemburu dan tidak suka aku dekat dengan laki-laki lain.

Dia memutar bola mata ke atas, lalu menghela napas.

*

"Bang. Abang." Aku mengetuk pintu kamarnya.

Tak lama handel pintu bergerak. Dia muncul dari baliknya.

"Ada apa?"

"Hari Minggu nanti Dea mengadakan pesta ulang tahun."

"Lalu?"

"Abang temani aku, ya?"

"Memangnya kau tidak malu membawa suami? Bukankah semua temanmu masih berstatus mahasiswa?"

"Untuk apa malu? Mereka juga nanti akan membawa pasangan." 

"Baiklah." Dia kembali menutup pintu.

Seperti itulah dia. Selalu menuruti setiap ajakanku. Tapi sudah pasti tanpa hati dan juga keikhlasan. Hingga mereka-mereka yang di luaran sana tetap menganggap hubungan kami normal dan selalu romantis.

Mereka tidak tahu bahwa jika setiap malam aku menangis, berharap bang Haikal mulai membuka hati dan benar-benar menganggapku sebagai istri.

*

Aku sudah bersiap-siap dan keluar dari kamar. Bang Haikal dengan kemeja abu-abunya sudah menunggu di teras.

"Sudah selesai?" tanyanya dengan memegang helm.

"Tunggu pak Ali ya, Bang. Aku memintanya mengantarkan mobil. Kita naik mobil ayah saja," ucapku.

Pak Ali adalah supir pribadi keluargaku. Aku sudah bilang pada ayah akan meminjam mobilnya untuk pergi undangan. 

Sebenarnya ayah juga sudah pernah menawari bang Haikal sebuah mobil dengan cuma-cuma. Namun suamiku menolak dengan dalih ingin mandiri. Salah satu rumah kontrakan milik ayah pun kami di suruh menempati. Namun lagi-lagi suamiku beralasan ingin mencari tempat tinggal yang dekat dengan kantornya sekarang.

"Kalau mau naik mobil sebaiknya pergi dengan Pak Ali saja. Menolak mengendarai motorku berarti kau tidak benar-benar menerimaku. Apa yang selama ini kau koar-koarkan pada semua orang hanya sebuah obsesi karena rasa irimu pada Kania saja."

Aku terperanjat dengan ucapannya. Setelah sekian lama, dia kembali membawa nama itu lagi di hadapanku. Di dalam rumah tangga kami.

Apa dia begitu tersinggung dan menganggap aku sedang merendahkannya? Hingga tanpa sadar mengungkit lagi masa lalunya hanya untuk balas menyakitiku?

"Abang marah?" Mataku kembali menghangat. Takut dia benar-benar tersinggung dengan perbuatanku.

"Kau malu karena suamimu hanya punya motor itu?" Dia menunjuk motor matic yang sedari tadi sudah tercagak di halaman.

Aku menggeleng.

"Kalau masih ingin bergaya hidup mewah, kenapa tak mencari suami yang kaya saja? Bukankah teman-temanmu berasal dari kalangan berada?"

Aku langsung menekuk wajah. Aku tak menyangka kalau suamiku begitu marah dan menolak niat baikku. 

Tak lama mobil yang dikendarai Pak Ali muncul dan memasuki pekarangan. Suamiku mendengus kesal.

"Kau ingin pergi dengan siapa?"

                                ~~~~

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status