Share

LAUHUL MAHFUDZ

BAB 5

“Dea!” panggil seseorang, membuat Dea dan Bisma menoleh.

‘Bang Arfan! Ngapain dia kesini?’ gumam Dea.

Arfan menghampiri Dea yang sedang berdiri di depan gerbang kampusnya, dari air mukanya Dea terlihat sangat terkejut melihat kedatangannya yang tiba-tiba.

“Dea, Abang disuruh jemput kamu sama Angga! Dia sedang ada meeting, jadi enggak bisa jemput kamu,” jelas Arfan.

“Iya, Bang! Ayok kita pulang!” Dea mengangguk, “Bisma, maaf ya aku pulang duluan,” Dea tersenyum, lalu pergi meninggalkan Bisma.

“Enggak bisa gitu dong, Dea! Kamu harus pulang bareng aku,” Bisma tidak terima karena Dea menolak ajakannya.

Arfan menepis tangan Bisma yang akan menyentuh tangan Dea, lalu ia menatap tajam laki-laki itu.

“Jangan pernah kamu berani menyentuh Dea, kalau sampai kamu menyentuhnya, kamu akan tau akibatnya! Ingat itu!” ancam Arfan, lalu ia pergi menyusul Dea yang sudah berada di dalam mobil.

Kini Dea sudah duduk manis di kursi belakang, menunggu Arfan yang belum juga masuk ke dalam mobilnya, entah apa yang sedang dia katakan pada Bisma, sampai membuat bisma terlihat sangat ketakutan.

“Kamu kenapa duduk di belakang?” tanya Arfan ketika ia masuk ke dalam mobilnya dan melihat Dea tidak duduk di sampingnya.

“Memangnya kenapa? Enggak boleh ya kalau aku duduk di sini?” bukannya menjawab, Dea malah bertanya balik.

“Enggak boleh! Kamu pikir saya supir kamu?” pekik Arfan.

Dea tersenyum lalu ia membuka pintu mobil dan keluar dari mobil Arfan, ia berjalan menuju halte bus yang tidak jauh dari kampusnya.

Melihat Dea keluar dari mobilnya, Arfan bergegas mengejar Dea agar dia tidak pergi dan tetap pulang bersamanya, ia tidak mau jika terjadi sesuatu pada adik sahabatnya itu.

“Tunggu, Dea!” teriak Arfan, membuat Dea menghentikan langkahnya.

“Ada apa lagi, Abang?” Dea menoleh pada Arfan.

“Kenapa pergi? Saya ‘kan belum selesai bicara!” ujar Arfan dengan napas yang terengah-engah.

Dea menatap jengah laki-laki yang ada di depannya, tadi dia mengatakan kalau ia tidak boleh duduk di kursi belakang, makanya ia keluar dan memilih naik bus, apa dia lupa kalau mereka bukan mahrom, berduaan di dalam mobil saja tidak boleh, apalagi duduk di sampingnya.

“Aku ‘kan enggak boleh duduk di belakang, jadi lebih baik aku naik bus saja,” tutur Dea.

“Oke! Kamu duduk di belakang dan aku jadi supir pribadi kamu hari ini,” putus Arfan, “tapi, kalau nanti kita sudah menikah, kamu harus duduk di depan, di samping saya,” tutur Arfan.

“Udah deh, enggak usah mulai ngelanturnya! Ayok, cepat kita pulang!” Dea pergi meninggalkan Arfan, lalu masuk kembali ke mobil.

Arfan tersenyum kecil, lalu ia mengikuti Dea masuk ke mobil dan langsung melajukannya tanpa mengatakan apa-apa lagi pada Dea.

“Dea, kita mampir ke mesjid di depan ya? Sudah masuk waktu dzuhur,” pinta Arfan.

“Iya, Bang! Dea juga mau shalat dulu,” Dea mengagguk.

Baru saja Arfan menghentikan mobilnya di area parkir, terdengar suara azan berkumandang dari dalam mesjid, menyerukan panggilan Allah untuk semua umatnya agar segera menjalankan perintahnya. Arfan dan Dea turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam mesjid.

Keduanya ikut melaksanakan shalat berjama’ah dengan sangat khusyu, tidak lupa mereka memanjatkan doa terbaik setelah selesai melaksanakan shalat.

“Neng, berdoanya khusyu sekali! Ada sesuatu yang sedang diinginkan ya?” tanya seseorang ibu paruh baya yang duduk di sampingnya.

“Enggak, Bu!” Dea menggeleng.

“Kenalkan, saya Ustadzah Aisyah!” Ustadzah Aisyah mengulurkan tangannya sambil tersenyum, ”maaf Neng sebelumnya, bukan saya mau ikut campur, Neng sedang merasa bimbang ya?” tanya Ustadzah Aisyah.

Dea menatap wanita paruh baya yang ada di depannya, menelusuri wajahnya dan ia merasakan ketenangan ketika netranya bertemu dengan netra Ustadzah Aisyah.

“Iya, Ustadzah! Saya sedang merasa bimbang siapa yang akan menjadi jodoh saya,” jelas Dea lirih.

“Neng, tidak usah khawatir, Allah yang akan menunjukan siapa jodoh terbaik untuk kamu, tugas kamu hanya mengangkat tangan, biarkan Allah yang akan turun tangan,” papar Ustadzah Aisyah.

Apa yang dikatakan Ustadzah Aisyah benar, kenapa ia harus meragukan campur tangan Allah, ia harus yakin kalau Allah akan menunjukan semuanya.

“Dea!” panggil Arfan, membuat ia menoleh.

“Iya, Bang! Ada apa?” tanya Dea.

“Abang tunggu di mobil ya!” ujar Arfan dan diangguki oleh Dea.

Dea kembali menoleh pada Ustadzah Aisyah, namun dia sudah beranjak dari tempatnya tadi.

“Ustadzah Aisyah!” panggil Dea, lalu dia menoleh dan tersenyum, “terima kasih atas nasehatnya,” ucap Dea.

“Sama-sama!” ucap Ustadzah Aisyah, lalu ia pergi meninggalkan Dea yang masih menatapnya.

Dea kini  sudah berada di mobil Arfan dan Arfan langsung kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah Dea.

“Makasih ya, Abang! Sudah mengantar Dea pulang!” ucap Dea, ketika mereka sudah berada di depan rumah Dea, “Abang mau mampir dulu?” tanyanya.

“Sama-sama! Enggak deh, Abang enggak mampir! Sampaikan saja salam untuk bunda, ya?” Arfan tersenyum, lalu pergi setelah memastikan Dea sudah masuk ke dalam rumahnya.

~~~

Malam ini, Dea memutuskan melaksanakan shalat istiharah lagi dan ini sudah ketiga kalinya ia melakukannya, semoga kali ini jawabannya dapat meyakinkan hatinya yang masih ragu.

Kali ini, bukan Bayu, Bisma, dan Naufal lagi yang ada di dalam doanya, tapi Arfan, laki-laki yang sudah beberapa hari ini mengganggu pikiranya dan juga membuat hatinya tidak menentu.

“Ya Allah, semoga engkau memberikan aku petunjuk-Mu dan meyakinkanku atas apa pilihan-Mu yang terbaik untukku,” gumam Dea.

Setelah selesai shalat dan berdoa, Dea bergegas menuju ranjangnya, merebahkan tubuhnya untuk menyelami mimpi indahnya.

*

Dea berjalan menelusuri taman bunga yang sangat indah, mencari seseorang yang entah siapa, tapi ia tidak menemukannya, padahal ia sudah berjalan cukup jauh dan kini netranya melihat seseorang sedang berjalan menghampirinya sambil tersenyum manis padanya.

“Abang, kenapa ada di sini?” tanya Dea.

“Saya mau ngajak kamu ke Lauhul Mahfudz, di sana ada calon suami kamu,” jelas Arfan.

Dea menyernyitkan dahinya, ia tidak mengerti dengan yang Arfan katakan, tapi ia tetap mengikuti langkah dia menuju tempat yang di maksud.

“Kenapa berhenti?” tanya Dea ketika Arfan tiba-tiba menghentikan langkahnya.

“Kita sudah sampai,” Arfan menoleh ke arah Dea.

Dea mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang tadi Arfan katakan padanya, tapi ia tidak melihat siapapun kecuali Arfan yang masih berdiri di depannya.

“Abang!” ucap Dea, lalu Arfan menarik tangannya.

*

“Astagfirullah aladzim,” Dea terperanjat dan terbangun dari mimpinya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status