Share

Sembilan

Agnia terbangun sejak tadi saat Leon terus mengigau memanggil sang ayah. Ia merasa tidak tega dengan Leon. Bagaimana pun, ia harus menemui Agra di kantornya. Menelepon pun tidak ada tanggapan. Biasanya ia mencoba menghubungi Gio, tapi sejak fitnah kejam yang dituduhkan padanya, ia mulai menutup diri dari adik iparnya.

“Kamu mau ke kantor Gio?” tanya sang ibu.

“Sepertinya, Bu. Aku masuk kantor dulu, pulangnya nanti aku ke kantor Mas Agra. Atau pas jam makan siang, kebetulan kantor kami tidak jauh. Aku titip Leon, ya, Bu,” ujar Agnia.

“Iya, tenang saja. Biar Leon ibu yang jaga, lagi pula dia sudah membaik.”

“Iya, Alhamdullilah.”

“Ini juga karena bos kamu yang baru. Dia baik memberikan fasilitas VIP untuk Leon, kemungkinan obat pun pasti terjamin.”

Agnia hanya tersenyum, entah benar atau tidak apa yang dikatakan Jefri jika ia harus mencicil biaya kamar dengan gajinya. Akan tetapi, jika itu yang terbaik, ia pun tidak masalah. Andai sang ibu tahu, pria yang ia puji sebagai pria baik adalah orang yang ia maki dahulu karena menghamili anaknya.

Agnia sudah siap, gegas ia pamit untuk ke kantor. Sebelumnya, ia menciumi sang anak, berharap tidak akan lama di rumah sakit ini.

Sebelum ke luar, Agnia mengangkat telepon masuk dari suster yang menjaga Leon.

“Bu, Ibu di mana? Sarah kangen sama Leon?” Suara Sarah terdengar sangat cemas di seberang telepon.

“Saya di rumah sakit, Leon lagi di rawat, Sar. Kalau kamu rindu, datang saja ke rumah sakit pelita. Nanti saya kirimkan nomor kamarnya,” ucap Agnia.

“Iya, Bu. Saya tunggu.” Sarah menutup telepon Agnia.

Agnia langsung mengetik nomor kamar inap Leon. Sepertinya memang ia butuh tenaga Sarah untuk membantu sang ibu bergantian shift karena dirinya akan sibuk hari ini.

***

Pagi sekali Agra sudah berada di kantor pengacara keluarganya. Tekad yang bulat membuatnya tak sabar untuk mengajukan gugatan perceraian. Ia datang dengan penuh emosi setelah sang memperlihatkan foto pria yang menggendong Leon.

‘Selama ini dia telah membohongi aku.’

kalimat itu yang ada di hatinya saat ini. Ia pun berpikir salahnya apa hingga Agnia tega berkhianat padanya.

“Agra, apa kamu yakin menggugat cerai istri kamu?” tanya Pak Abraham.

“Yakin, Om. Kalau saya nggak yakin, mana ada saya di sini hari ini,” jawab Agra.

“Saya tidak ingin kamu menyesal, sebuah perceraian itu tidak main-main. Semuanya harus di pikirkan baik-baik. Apa kamu sudah bicara dari hati ke hati dengan istri kamu?” Lagi Pak Abraham bertanya demi keyakinan Agra.

Pria dengan kumis tebal itu adalah salah satu sahabat ayahnya. Ia pun sangat peduli dengan kondisi anak-anaknya. Terutama Agra yang sedang di timpa masalah rumah tangga.

“Semua sudah jelas, dia berselingkuh dengan adik kandung saya. Belum lagi, dia yang ternyata kembali berhubungan dengan mantan kekasihnya.”

“Hmm ... apa kamu sudah cek kebenarannya dengan bertanya langsung dengan Gio?”

“Mereka mengakui. Gio mengakui jika Agnia merayunya.”

“Hanya sepihak?”

Agra hanya diam memperhatikan Pak Abraham yang sangat ia hormati. Namun, kali ini ia sudah bertekad untuk menceraikannya. Tidak peduli menunggu penjelasan karena semua bukti menjurus pada hal itu.

Pak Abraham akhirnya menyetujui untuk mendaftarkan perceraian Agra dan Agnia. Ia menyayangkan hal tersebut karena Agra menjadi sukses dan lebih baik setelah menikah dengan Agnia.

Setelah semua selesai ia kembali ke kantor karena Hana sudah menelepon untuk menandatangani beberapa berkas. Kembali ia menerima pesan masuk dari Agnia.

[Mas, Leon manggil nama kami terus, tolong, Mas datang]

Agra kembali menyimpan ponsel di kantong baju. Ia bingung harus berbuat apa, satu sisi ia marah dengan Agnia. Namun, ia sayang pada Leon. Ia terus melangkah meninggalkan ruang pribadi Pak Abraham.

***

“Agnia sudah datang?” tanya Jefri.

Aina menaruh berkas di meja Jefri terkesiap mendengar ucapan sang bos. Tidak biasanya dia bertanya tentang karyawan baru.

“Sepertinya dia baru saja datang. Tidak telat, tapi mepet,” jawab Aina lagi.

“Baik, kamu boleh kembali. Panggil dia ke ruang saya!” titah Jefri.

Jefri terus memikirkan Leon. Bahkan ia merindukannya. Lamunannya terhenti saat beberapa orang suruhannya masuk ke ruangan. Ia meminta salah satu dari mereka menutup rapat ruang itu.

“Bagaimana dengan perintah saya?” tanya Jefri.

“Info yang saya dapat adalah Bu Agnia sudah menikah dengan pria yang bekerja di perusahaannya sendiri. Namanya Muhammad Agra dari PT Sumber Waras. Rumah tangga mereka sedang guncang, Pak.”

“Ada lagi?”

“Dia menikah pada usia 19 tahun karena hamil.”

“Agnia menikah dalam keadaan hamil?”

“Iya, kata orang.”

Jefri mengetuk jemarinya di meja. Ia kembali membuka file yang tercatat beberapa klien. Netranya tertuju pada sebuah berkas yang bertuliskan PT Sumber Waras. Ia tertawa kecil, dunia memang kecil, ternyata tidak usah jauh-jauh, pria bernama Agra pun bekerja sama dengan perusahaan miliknya.

“Cari tahu tentang anak yang bernama Leon, kalau bisa hubungi pihak rumah sakit. Saya dan anak itu akan melakukan tes DNA sebelum dia ke luar dari rumah sakit. Tolong kabari saya, secepatnya.”

“Baik, Pak akan saya lakukan. Nanti saya info lagi,” tutur pria dengan jaket cokelat.

Jefri menarik napas lega, ia akan datang siang hari ke rumah sakit saat melihat Agnia sibuk di kantor.

**

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Virafdylan S Saban
di mna²,& kepada siapapun klo nmanya di fitnah itu TDK akn mau trima,dan ttp berusaha untuk membuktikan kebenarannya,bukannya seperti Arga yg cuma dengar & ikut kata orng² yg mnyudutkn istrinya,cerita aneh mcam apa ini,jelek noraaak banget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status