Share

Tiga

Matahari sudah terlihat jelas, hawa panas kian menjalar memenuhi ruangan dengan kapasitas beberapa orang. Jefri Ardana—bos besar perusahaan Gemilang Emas melempar map pada beberapa pejabat cabang perusahaan itu.

“Dana besar, tapi AC rusak tidak dibenari. Apa kerja kalian selama ini?” Teriakan Jefri membuat beberapa karyawan hanya bisa menunduk.

Salah satu anak perusahaan PT Gemilang Emas itu sedang tidak baik. Beberapa karyawan tertangkap korupsi. Jefri murka saat mengetahui temuan itu.

“Kalian buat iklan, cari karyawan baru dan tolong cari yang berpengalaman,” titah bos besar itu.

“Baik, Pak.”

 Jefri langsung melangkah meninggalkan ruangan panas itu. Ia sampai membuka jas yang menutupi kemeja putihnya.  Pria itu  marah saat melihat keadaan perusahaan yang hampir bangkrut itu.

Sekretaris Jefri kembali memberikan beberapa jadwal. Salah satunya adalah jadwal bertemu dengan brand ambasador untuk produk mereka. Dia gegas melangkah memasuki mobil mewahnya.

Pria dengan kaca mata hitam itu melirik ke arah jam di tangan. Ia mendesah seperti sedang menunggu sesuatu.

“Apa bisa di batalkan jadwal hari ini?” tanya Jefri.

“Bisa Pak, tapi bertemu dengan Pak Agra sudah dua kali Pak Jefri batalkan,” ucap Sekretarisnya.

“Baik, utus Pak Heri untuk menggantikan saya. Kebetulan saya ada keperluan ke kantor pusat.”

Jefri kembali meminta sopir untuk melanjutkan mobil menuju kantor pusat. Ia melirik jam di tangan lagi, seharusnya ada sebuah pesan masuk dari wanita yang ia tunggu. Namun, sama sekali tidak ada pesan dari Lania—kekasihnya.

Pria dengan kulit putih berhidung mancung itu terkenal sebagai bos yang dingin juga tegas. Apa yang ia katakan, tidak bisa dibantah. Apalagi jika tentang pekerjaan, salah sedikit pun, harus sesuai dengan apa yang ia inginkan.

***

Sementara  itu, Agnia sedang menunggu panggilan masuk untuk interview. Setelah sekian bulan ia menunggu kesempatan bekerja di sebuah perusahaan besar ternama akhirnya sedikit lagi terwujud.

Seperti sudah ditakdirkan, saat ia terkena masalah malah rezekinya lancar. Kemarin Agnia sempat berpikir bagaimana ia bisa menghidupi Leon jika gajinya tidak bisa menunjang masa depan Leon? Sedangkan, Agra sudah mentalaknya.

Tuhan memberikan jalan, sebuah email masuk pagi hari dan memintanya datang setelah jam makan siang.

“Agnia, kamu lagi apa?”

Agnia menoleh saat seorang wanita dengan baju sexy menghampirinya.

“Astaga, Sisi, kamu di sini?” Agnia tidak percaya dia bisa bertemu dengan sahabat lamanya.

Sisi teman sekolahnya dulu. Semenjak kelulusan dan kejadian malam kelam itu, mereka tak pernah bertemu lagi. Apalagi Agnia mengurung diri karena malu.

“Eh, kamu belum bilang sedang apa di sini?” tanya Sisi lagi.

“Ada panggilan untuk marketing. Kamu kerja di sini juga?”

“Iya, sudah tiga tahun. Kamu bagian Marketing?”

“Iya.”

Sisi sedikit bergidik karena ia tahu Agnia akan berada di bawah kepemimpinan siapa. Namun, ia tidak mau mematahkan semangat sahabatnya. Sisi pun meminta Agnia menunggunya sepulang kerja nanti untuk minum kopi bareng.

Setelah Sisi pamit, Agnia kembali menunggu panggilan lagi. Netranya tiba-tiba saja tertuju pada sekumpulan pria berjas hitam yang mengikuti satu orang pria berkaca mata dengan postur tubuh sempurna walau terlihat sedikit kaku.

“Pria itu?” Agnia mengerutkan dahi melihat sosok Jefri.

Namun, ia menggeleng. Sepertinya ia salah mengenali orang. Lima tahun tidak ada kabar dan semua itu hanya mimpi buruk baginya.

***

Aina—HRD memberikan daftar CV karyawan yang akan di wawancara hari itu. Namun, Jefri tidak tertarik untuk membacanya.

“Tapi, Pak, harus di baca dahulu,” ujar Aina.

“Saya sedang tidak mood. Sebutkan saja siapa namanya dan tunjukan fotonya,” perintahnya lagi.

“Kandidat pertama bermana Hana, yang kedua bernama Hasni dan yang ketiga Agnia,” jelas Aina.

Jefri bergeming. Ia seperti familiar dengan nama Agnia, lalu ia meminta Aina menunjukkan foto kandidat yang bernama Agnia.

“Ini fotonya.”

Jefri terkesiap saat melihat foto Agnia, gadis yang ia temui enam tahun lalu seingatnya. Ia merampas kasar foto Agnia dan ia kembali memperhatikan apa benar gadis itu benar-benar ada di perusahaannya.

“Suruh dia langsung menemui saya, sekarang.”

Tanpa lama, Aina langsung ke luar untuk memanggil Agnia. Sementara, Jefri kembali memerhatikan foto itu. Jantungnya berdegup tidak karuan saat mendengar derap langkah memasuki ruangan. Pintu terbuka dan Jefri merasakan dadanya seperti terhimpit dan susah bernapas.

Tapat di hadapannya, Agnia pun bergeming saat ia tahu pria di hadapannya adalah Jefri yang pernah ia tahu.

“Aina, silakan kembali ke ruangan. Jika ada sesuatu, saya akan menghubungi kamu,” titah Jefri.

“Baik,” ucap Aina sembari melangkah ke luar.

Untuk beberapa detik mereka tak saling bicara. Agnia merasa seperti kembali pada masa lalu. Pria gagah dan tampan itu kini berdiri di hadapannya. Setelah sekian lama ia mencoba mencarinya, tapi sayangnya semua sia-sia.

“Apa kabar kamu setelah kejadian itu?” Pertanyaan Jefri membuat Agnia tersadar dari lamunannya.

“Apa kabar?” tanya Agnia.

“Iya,” jawab Jefri.

Agnia menarik napas, pria itu kini masih sama seperti dulu. Namun, Agnia tersenyum kecut jika membayangkan kabar dirinya kala itu. Sementara, masa kini dia dengan santai bertanya kabar Agnia setelah malam naas itu.

“Baik. Aku baik, Pak.”

Agnia tidak tahu harus menjawab apa, tidak mungkin ia marah dengan apa yang ia tidak tahu. Kembali ia mengingat pagi itu setelah ia terbangun.

“Temui aku jika ada hal yang kamu butuhkan.” Jefri meninggalkan kartu nama di meja, sedangkan Agnia sama sekali tidak berniat mengambilnya. Ia hanya menatap jendela kamar itu.

“Kamu baik-baik saja?” Jefri menjentikan jari di depan wajah Agnia.

Agnia tersadar saat pria itu sudah berada di hadapannya. Refleks ia pun memundurkan tubuhnya. Entah, nalurinya merasa tidak nyaman dengan tatapan dan gesture tubuh pria itu.

‘Aku tidak baik-baik baik saja setelah malam itu.’ Agnia bergumam dalam hati.

“Apa kamu tidak mencoba mencari aku setelah itu?” tanya Jefri lagi.

“Untuk apa?”

Jefri terdiam, benar ucapan Agnia jika setelah malam itu, mereka sepakat tidak saling mengenal dan melupakan hal yang ia pun tak bisa mengelak.

Begitu juga Agni, memang sesuatu terjadi di luar dugaan. Hidupnya berubah seketika setelah itu. Ayahnya meninggal karena stok dengan keadaan dirinya. Ibunya pun hampir saja membunuhnya jika tidak dicegah oleh keluarganya.

Agnia sempat mencari Jefri, tetapi pria itu sudah terbang ke Jerman untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi dan ia kehilangan jejak pria itu. Ia bingung apa harus bercerita tentang apa yang dialaminya kala itu?

Lagi pula, untuk apa menunggu orang yang jelas tidak menginginkannya kala itu. Namun, Agnia tidak tahu jika Jefri pun mencarinya sebelum pergi ke luar negeri.

"Untuk menikah dan bertanggung jawab atas apa yang telah aku perbuat."

Agnia mendadak pucat mendengar penuturan pria di hadapannya. 

Bersambung

***

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
rrmmmmmmhhhff
goodnovel comment avatar
Willny
kayaknya Agnia dijebak dech dulu
goodnovel comment avatar
irwin rogate
Ternyata Jefri yang membuat Agni hamil.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status