"Aku mencintaimu Alice," ucap Raymond dengan tatapan dalam.
Angin pun datang berhembus mengiringi ucapan itu. Sedetik saja, jantung Alice seakan loncat dari dadanya. Mata teduh yang selalu membuat Alice kaku, dengan jelasnya mengungkapkan perasaannya kepada Alice.
Lidahnya terasa kelu, ia tak mampu untuk menjawab.Raymond menatapnya dengan serius. Harapan Alice akan menerimanya begitu besar. Tetapi, bayangan Olive tiba-tiba hadir difikiran Alice.
Hampir saja ia menjadi babak belur oleh wanita pemarah itu. Dengan cepat, Alice melepaskan tangannya dari genggaman Raymond."Maaf, Pak, saya tidak bisa. Saya tidak ingin menjadi benalu diantara hubungan Pak Raymond dengan Olive," jawab Alice dengan mengalihkan pandangannya dari Raymond.
Alice memang tak bisa membohongi perasaannya. Tetapi, bayangan wanita itu seakan menjadi penghalang dalam hidup Alice. Ia tak ingin disebut wanita pengganggu, hanya karena mencintai Raymond. Apalagi, ia telah dijodohkan dengan Olive yang artinya, sudah di setujui oleh keluarganya.
"Olive? Aku sudah katakan, Aku tidak pernah mencintai Olive!" tegas Raymond.
Ia menghela nafas sejenak.
"Baiklah, aku akan menceritakan sekilas tentang aku dan Olive agar kamu mengerti." sambung Raymond dengan mengalihkan pandangannya ke arah luar resto.
"Aku dan Olive berteman dari SMA. Aku hanya menganggap dia sebagai teman, tidak lebih. Aku tidak tahu kalau Ayahnya adalah teman Ibuku. Setelah lulus sekolah, aku memutuskan untuk kuliah di Eropa. Kita tak pernah berhubungan lagi kala itu. Dan ketika aku pulang, aku seperti manusia bodoh. Ternyata Ibuku telah menjodohkanku dengan Olive. Aku tak pernah menyukainya, Alice! Hanya dia dan orang tuanya yang mengejarku sampai sekarang."
Alice hanya menyimak, panjang lebar Raymond bercerita tentang wanita itu.
Rasanya, Alice seperti tidak pantas untuk Raymond. Dari penampilan saja, sudah sangat jauh berbeda. Olive seorang model, sedangkan Alice, seorang janda sederhana yang bekerja sebagai sekretaris.Alice berfikir, mungkin Raymond hanya memancing atau mempermainkannya saja. Ia tidak benar-benar tulus mengatakan perasaannya."Saya tidak pantas untuk menerima seseorang seperti Pak Raymond. Olive lebih daripada saya, Pak. Dan status saya, Pak Raymond juga sudah tahu. Saya tidak ingin menambah masalah dalam kehidupan saya."
Mendengar jawaban Alice, Raymond mengusap wajahnya kasar.
"Aku tidak mempermasalahkan latar belakangmu. Aku mengatakan sejujurnya, Alice," ucap Raymond.
Alice kembali terdiam, hatinya benar-benar dilema saat ini.
Merasa tidak ada lagi jawaban, Raymond memutuskan untuk mengajaknya kembali ke kantor.Di perjalanan, tak ada percakapan sama sekali di antara mereka.
Mobil berhenti di area parkir kantor. Sebelum Alice turun, Raymond kembali mengatakan perasaannya."Alice! Aku akan menunggu sampai kamu menerimaku," ucap Raymond.
Keduanya seakan menatap kosong, Alice membuka pintu mobil dan berjalan meninggalkan Raymond.
Alice berjalan memasukki kantor tanpa menghiraukan karyawan lain.Alice duduk di ruangannya, Erryana datang dengan tergopoh-gopoh dan duduk di depannya. Senyum mengembang terukir dibibir wanita 25 tahun itu."Duh, yang makan siang bersama Bos!" seru Erryana dengan menaik turunkan kedua alisnya.
"Ssstt, pelan-pelan, Err! Nanti ada yang mendengar," Alice menempelkan jari telunjuk dibibir tipis Erryana.
Alice tak ingin ada yang mendengar ucapan Erryana. Ia takut terjadi lagi ke salah pahaman di kantor. Hanya Erryana yang melihat dirinya masuk ke dalam mobil Raymond.
Sesaat, pintunya terbuka. Dengan tatapan bingung, Alice dan Erryana menatapnya. Matanya mengerjap ketika Raymond muncul. Dengan santai, Raymond berjalan mendekat dan berdiri di samping Alice duduk.
"Erryana, bisa tinggalkan kami berdua? Saya ingin berbicara dengan Sekretaris saya," ucap Raymond.
"Mbak, maaf. Alice teman saya, dan dia tidak mungkin melakukan hal itu. Mungkin Pak Raymond sedang bersama saudaranya, jangan menuduh teman saya seperti ini, Mbak," ucap Erryana kepada Olive."Aku tidak percaya! Aku tahu, wanita ini sedang berbohong. Awas saja, jika Raymond ada bersamamu, urusan kita belum selesai," ucap Olive dengan tatapan kejam.Ia pun pergi meninggalkan kantor, Alice menghela nafas melihat kepergian wanita itu. Erryana menatap kesal kepada semua karyawan yang hanya menyaksikan tanpa berbuat apapun."Kalian juga! kenapa malah diam saja melihat Alice diperlakukan seperti itu?" tanya Erryana dengan tegas."Ka-kami takut, Bu. Wanita tadi adalah tunangannya Pak Raymond," ucap salah satu karyawan dengan menunduk."Sudahlah, Er. Mereka tidak salah, memang Olive yang selalu mencari masalah denganku," ucap Alice.Erryana menghela nafas panjang. Ia berjalan bersama Olive menuju ruangannya. Ia menatap wajah Alice dengan bingung. Sebenarnya, apa yang telah terjadi diantara me
"Raymond tidak bisa tinggal disini lagi, Bunda! Raymond selalu dipersalahkan disini. Bunda egois! Raymond juga ingin mempunyai kebahagian sendiri, dan tanpa adanya paksaan. Jika Bunda lebih mendengar ucapan Olive, silahkan. Biarkan Raymond pergi!" Ibu Rosa menangis dan menggelengkan kepala mendengar ucapan Raymond. "Tidak, Ray! Jangan pergi!" ucap ibu Rosa.Namun, tenaga anaknya lebih kuat. Raymond bergegas meninggalkan ibunya dan juga Olive. Ia melajukan mobilnya dengan cepat, tanpa peduli dengan tangisan di rumahnya.Raymond menuju ke sebuah apartemen miliknya. Setelah memarkirkan mobil, Raymond bergegas masuk dan mengunci kamarnya. Ia benar-benar butuh ketenangan saat ini.*Pagi ini, Alice kembali melakukan rutinitasnya. Dari mulai menyiapkan sarapan untuk Reno, membereskan rumah dan bersiap untuk bekerja.Alice segera berjalan ke ruang makan, dan memulai sarapan bersama ibunya. Di sela sarapan, ibu Rima membuka pendapatnya kepada Alice mengenai bos muda dan tampan itu."Alice,
Di kediaman Raymond.Olive datang dengan wajah marah dan mengetuk pintu rumah. Sesaat, pintu terbuka dan terlihat wanita paruh baya dengan memakai perhiasan di tangannya. Dia adalah Rosa, ibunda Raymond. Melihat Olive yang tiba-tiba menangis, gegas ibu Rosa mengajaknya masuk ke dalam rumah.Olive duduk di sofa dengan menangis tersedu.Ibu Rosa berlalu ke area dapur dan kembali dengan segelas air putih di tangannya. Ia duduk di samping Olive dengan wajah bingung. "Ini, minum dulu, sayang," ucap ibu Rosa.Olive meneguknya dengan cepat, ia terlihat seperti anak kecil saat ini. Ibu Rosa mengusap punggungnya pelan."Coba ceritakan, kenapa kamu menangis seperti ini? Ada masalah apa, Olive?" tanya Bu Rosa."Raymond mengkhianati Olive, Bunda. Olive melihatnya dengan wanita lain di kantornya," Olive semakin tersedu.Ibu Rosa terkejut, ia menatap marah mendengar ucapan Olive. Harapan akan perjodohannya, seketika membuatnya ingin di percepat. Raymond telah membuatnya malu saat ini."Kamu ya
Erryana mengangguk pelan dan tersenyum. Ia mengedipkan sebelah mata kepada Alice dan berjalan keluar meninggalkan keduanya. Setelah pintu tertutup, Alice merasa kurang nyaman. Raymond mengalihkan pandangan kepada Alice yang terlihat kaku dalam duduknya."Tolong siapkan berkas untuk meeting kita besok," ucap Raymond.Netra cantik Alice membulat. Pikiran aneh yang muncul difikirannya, kini seakan pecah begitu saja. Pipi Alice seketika memerah, ia benar-benar malu pada dirinya sendiri.Ternyata Raymond hanya menyuruhnya untuk menyiapkan berkas."Baik, Pak. Secepatnya saya siapkan."Raymond menarik sudut bibirnya. Ia berjalan keluar tanpa menoleh sedikitpun. Alice menghela nafas panjang dan menyandarkan punggung dikursinya.*Beberapa menit berlalu, Alice masih fokus dalam kerjaannya. Erryana kembali muncul dan mendekat ke arah Alice. Senyum mekar terus ia perlihatkan dibibirnya.Alice meliriknya heran."Bicara apa si Bos tampan itu?" tanya Erryana."Dia hanya meminta disiapkan berkas un
"Aku mencintaimu Alice," ucap Raymond dengan tatapan dalam.Angin pun datang berhembus mengiringi ucapan itu. Sedetik saja, jantung Alice seakan loncat dari dadanya. Mata teduh yang selalu membuat Alice kaku, dengan jelasnya mengungkapkan perasaannya kepada Alice. Lidahnya terasa kelu, ia tak mampu untuk menjawab. Raymond menatapnya dengan serius. Harapan Alice akan menerimanya begitu besar. Tetapi, bayangan Olive tiba-tiba hadir difikiran Alice. Hampir saja ia menjadi babak belur oleh wanita pemarah itu. Dengan cepat, Alice melepaskan tangannya dari genggaman Raymond."Maaf, Pak, saya tidak bisa. Saya tidak ingin menjadi benalu diantara hubungan Pak Raymond dengan Olive," jawab Alice dengan mengalihkan pandangannya dari Raymond.Alice memang tak bisa membohongi perasaannya. Tetapi, bayangan wanita itu seakan menjadi penghalang dalam hidup Alice. Ia tak ingin disebut wanita pengganggu, hanya karena mencintai Raymond. Apalagi, ia telah dijodohkan dengan Olive yang artinya, sudah di
"Aku tidak melakukan apapun, Er! Tadi memang sempat ada insiden kecil, aku tidak sengaja tersandung, dan Pak Raymond menolongku. Pas itulah tunangan Pak Raymond melihat kita dan terjadi salah paham."Erryana mengangguk mendengar ucapan Alice."Tapi, kamu tidak apa-apa kan?" tanya Erryana."Aku tidak apa-apa, Er. Pak Raymond terus melindungiku, entah apa yang terjadi setelah aku keluar tadi," jawab Alice."Sudah, kamu tenang. Semoga mereka baik-baik saja," ucap Erryana dengan mengusap pundak Alice.*Jam istirahat tiba, Alice merapikan beberapa berkas dimejanya. Sejenak, ia teringat akan ajakan Raymond. Setelah kejadian tadi, Alice yakin kalau Raymond akan membatalkan makan siang dengannya. Alice mengusap wajahnya dan berfikir untuk makan siang bersama Erryana, temannya. Ia bergegas keluar dan berjalan menuju ruangan Erryana. Langkahnya terhenti saat terdengar seseorang memanggil namanya."Alice!" Suara yang sangat Alice kenali. Dengan perasaan gugup, Alice menoleh dan terlihat sen