Share

Bereaksi. (Author Pov! )

Dua jam kemudian!

Pukul 14.15..

Arinda baru saja sampai ke rumah setelah diantar pulang oleh Miftah. Tadi mereka hanya ngobrol dan bermesraan di kost milik Anggun.

Arinda jadi berfikir, kenapa uang tabungannya tidak untuk menyewa kamar kost saja seperti Anggun. Toh juga cuma untuk nongkrong, untuk kumpul, untuk bersantai jika penat dirumah, atau bahkan bisa untuk berduaan sama Miftah. Sama seperti Anggun, kostnya itu hanya untuk hal-hal seperti itu. Apa lagi tempat itu sangat berguna jika Anggun di kunciin oleh orang tuanya kalau pulang terlalu malam. Sepertinya menarik, pikir Arinda.

"Assalamualaikum" sapa Arinda saat membuka pintu utama rumahnya.

"Waalaikumsalam" jawab Mami tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi

Ada rasa sesak tersendiri merasakan sikap mami terhadapnya. Mami yang selalu menyambut dengan ceria sekarang berubah menjadi dingin dan terkesan tidak perduli.

Arinda tersenyum getir saat maminya menolak uluran tangannya untuk bersalaman. Arinda mengundurkan diri dan berjalan pelan menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, Arinda segera melepaskan seragamnya dan masuk ke kamar mandi. Arinda merasakan pening di di keplanya dan dia juga merasakan kalau suhu tubuhnya naik..

Setelah selesai mandi dan memakai pakaian, Arinda merebahkan dirinya di ranjang. Mengistirahatkan tubuhnya yang terasa benar-benar lemas. Lima menit setelah itu Arinda pun terlelap dalam tidurnya.

Pukul 16.45, tidur Arinda terusik dengan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya, terutama bagian perut. Perutnya seperti diremas dan di pelintir secara bersamaan. Keringat dingin mulai bercucuran membasahi kening dan juga seluruh badannya, di tambah rasa pening yang dirasakan sejak pulang tadi pun bukannya menghilang tapi malah semakin menjadi. 

Arinda merasakan kemaluannya seperti di tekan dan didorong dengan kuat, Arinda meringis menahan sakit yang dia rasakan.

"Mamiiiii" jerit Arinda dengan sisa tenaga yang dia punya

"Mamiii..." Panggilnya untuk yang ke dua kali, tapi masih tak ada orang yang menghampirinya.

"Mamii..." Lirihnya sebelum mata indah itu terpejam.

**

17.58

Cklek..

Seorang wanita paruh baya menatap sendu anak perempuan semata wayangnya. Anaknya perempuan yang sangat dia sayangi dan dia cintai menggoreskan luka yang begitu dalam dihatinya. Mencoreng-moreng seluruh keluarga besarnya. Melakukan hubungan diluar batas dan sekarang telah mengandung anak diluar ikatan pernikahan di umurnya yang baru saja menginjak angka tiga belas. Sunggu, ibu mana yang tak akan sakit dan kecewa jika menerima kenyataan seperti itu.

Maura Ignasia, mendekati ranjang anaknya. Mengamati wajah anaknya yang begitu cantik dan manis dalam tidurnya. Wajah damainya begitu menetramkan hatinya..

"Apa kau sudah tidak ingat punya ALLAH, sampai-sampai kau juga melalaikan perintahnya?!" Tanya Maura dengan nada dingin sambil menepuk pelan pipi anaknya itu.

Terasa sangat dingin dan basah karena keringat di kulit pipi anaknya itu. Maura mengerutkan dahinya dan kembali menepuk pipi itu dengan sedikit kencang, tapi tetap tidak ada pergeraka apa pun dari putri kecilnya itu.

"Arindaa..bangun..heyy.." Maura kembali membangunkannya seraya duduk di ranjang samping anaknya itu terbaring.

"Arindaa..." Karena merasa jengkel Maura menyibakkan selimut yang menutupi tubuh Arinda lalu detik berikutnya matanya terbelalak melihat darah yang cukup bayak membasahi sprei bermotif litelponi itu.

"Arinda..hey.. Bangun nak.." Suara Maura bergetar masih mencoba membangunkan Arinda.

"Papiiii....... Abang......." Jerit Maura memanggil suami dan kedua anak lelakinya yang sedang menunggunya memanggil Arinda untuk sholat magrib berjamaah.

Dengan tergesa ketiga lelaki yang berada di mushola keluarga lantai satu pun berjalan cepat, sampai terpogoh-pogoh menghampiri istri sekaligus ibu dari ketiga anaknya.

"Ada apa sih Mih, teriak-ter.." Ucapan Indra kembali ditelannya ketika melihat darah tercetak banyak dari tubuh anaknya.

Dengan cepat Indra mendekati Arinda dan menyentuh pergelangan tangannya.

"Arinda masih hidup, tapi denyut nadinya melemah" kata Indra dengan sura paru

Indra langsung menaiki ranjang dan menggendong Arinda.

"Siapkan mobil Hendi!!" Seru Indra yang sudah berdiri dengan menggendong Arinda

Maura menangis histeris, sungguh dia ketakutan dengan apa yang akan terjadi nantinya. Lalu Andi segera menyentuh pundak Maminya dan menuntutnya untuk segera menyusul papinya yang sudah berada di anak tangga terahir.

**

Didalam mobil

"Hendi cepat!! Arinda bisa mati kalau kamu lama seperti ini bawa mobilnya!!" Jerit Maura yang berada di bangku penumpang belakang mendampingi Arinda yang berada di dekapannya. Disamping kiri Arinda ada Andi yang tak kalah khawatirnya mencemaskan keadaan adik kecilnya itu. Andi dan Hendi terlalu syhok melihat Adik kesayangannya itu, sampai-sampai tak tau harus berkata apa untuk sekedar menenangkan kedua orang tuanya.

Sesampainya di Rumah sakit, Arinda langsung dibawa ke UGD dan langsung ditangani oleh dokter. Indra menghubungi dokter Era memberi kabar bahwa Arinda mengalami pendarahan.

"Hubungi Miftah, Andi!" Kata Indra tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel yang dia genggam. Andi mengangguk dan segera menghubungi bocah sialan yang telah merusak adiknya itu.

"Haloo, Ar! Arinda mengalami pendarhan dan sekarang masih ditangani dokter!" Beritahu Indra pada Aryo.

"Apa?! Kenapa bisa terjadi?!" Bentak Aryo yang terlalu syok mendengar berita itu. "Aku pulang ke Bandung sekarang! Apa kamu sudah menghubungi Miftah?" Tanya Aryo

"Sedang di hubungi Andi." Kata Indra

"Ya sudah, aku hubungi Lulu juga dan aku akan segera berangkat. Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Hening...

Sudah hampir empat puluh lima menit Arinda di dalam tapi belum ada dokter atau suster yang keluar untuk memberi tahu keadaan putri kecilnya itu.

Hanya ada isak tangis Maura yang terdengar di depan ruang IGD tersebut.

Suara langkah kaki tergesa-gesa mengalihkan pandangan Indra dan Andi.

Disana ada Miftah dan Aryo yang berjalan cepat menghampiri keluarga Arinda. Di saat itu juga pintu ruang IGD terbuka dan menampilkan dokter Era disana.

Semua langsung berdiri dan mengerubungi dokter muda tersebut.

"Bagaimana keadaan anak ku Era?" Tanya Maura

"Aku pastikan anakmu habis minum obat yang menyebabkan dia mengalami pendarahan hebat. Kondisi anakmu saat ini bisa dibilang kritis karena dia kekurangan banyak sekali darah." Jelas dokter Era pada keluarga Maura, teman sekolahnya dulu saat masih duduk di bangku SMA.

Semua mata terbelalak mendengar penjelasannya, dan detik berikutnya bogem mentah tak terduga di dilayangkan Andi kepada Miftah. Miftah hanya diam mendapat pukulan bertubi-tubi di wajahnya. Indra pun langsung menarik Anak keduanya itu agar tidak melakukan hal yang lebih diluar batas.

"ANJING KAMU! BRENGSEK, UDAH BIKIN ADIK KU RUSAK! DASAR BAJINGAN!" Teriak Andi murka menunjuk wajah Miftah.

Miftah masih diam, belum ada respon apa pun yang dia berikan. Membuat Aryo mencurigainya.

"Apa kamu mengetahui ini Miftah?" Tanya Aryo memicingkan matanya, menatap tajam anaknya itu.

Lagi-lagi Miftah hanya diam, tangannya mengepal kuat dan air matanya pun tiba-tiba menetes tanpa dapat dia cegah.

"YHAALLAH GUSTI NU AGUNG!!!!" Jerit Maura dengan tangis yang menjadi-jadi, Indra langsung menghampiri istrinya yang terlihat begitu terpukul mendengar kondisi putri kesayangan mereka.

"Apa salah hamba YaAllah?! Apa?!" Jerit Maura di dalam dekapan Indra. Maura melepas pelukan itu dan menatap sendu suaminya

"Papi.. Papi beri kami semua rejeki yang Hallal kan pih?! Iya kan pih?! Tapi kenapa pih?! Kenapa anak kita jadi begini?!" Kembali Maura menjerit dan meracau melampiasan emosinya

"Arinda harus segera di oprasi untuk membersihkan sisa-sisa gumpalan janin yang masih tertinggal, juga untuk menghentikan pendarahannya." Beritahu Dokter Era

"Dan satu lagi. Saya membutuhkan sekiranya 4 kantung darah golongan O resus negatif untuk tambahan, karena stok PMI kosong. Tolong yang golongan darahnya sama bisa ikut suster Riska" lanjutnya dan menunjuk seorang suster yang berdiri di belakangnya.

"Saya dok. Golongan darah saya sama dengan adik saya" untuk pertama kalinya Hendi bersuara setelah diam sejak ditemukannya adiknya yang bersimbah darah di kamar tadi.

Doktwr Era mengangguk dan berjalan tergesa menuju ruang oprasi, begitu pun dengan Hendi yang mengikuti suster Riska ke sebuah ruangan dimana darahnya akan diambil untuk kelangsungan hidup adiknya.

**

"Mami sudah menjaganya dengan baik Pih, mami sudah memberi segala yang dia butuh kan, mami sudah lakukan semua pih." Luruh sudah tubuh Maura terduduk dilantai

"Papi, tau semua itu kan..." Lirihnya sebelum dia kehilangan kesadarannya.

Disisi lain, Miftah merenungi kebodohannya membiarkan dan malah mengizinkan kekasihnya meminum obat itu tadi siang. Andai saja dia bisa mencegahnya..

Suara brangkar rumah sakit terdengar, lalu muncul lah Arinda dengan wajah pucatnya seperti wajah yang tak berdarah.

Maura langsung berdiri dan mengenggam tangan Arinda yang bebas infus, dia mendekatkan wajahnya ke wajah Arinda dan mencium keningnya lama, sampai air matanya membasahi mata tertutup Arinda.

"Maafin mami nak. Maaf.. Kamu harus bertahan. Kamu harta mami yang berharga nak. Mami mohon" bisiknya

Keluarga Arinda dan Mifah masih setia menunggu di depan pintu ruang operasi. Di dalam sana, putri kesayangan dari keluarga Indra Sarifudin itu masih berjuang melawan sakitnya. Sakit yang dia datangkan sendiri dengan cara meminum obat untuk mengugurkan kandungannya.

Sudah 3 jam lebih mereka dibuat harap-harap cemas akan kondisi Arinda di dalam. Mereka hanya bisa memanjatkan doa kepada Allah agar putri mereka diberikan kekuatan, di berikan kesempatan untuk hidup dan bertaubat.

Cklek..

Seorang suster keluar dan sedikit berlari untuk menuju suatu ruangan tapi di hadang oleh orang-orang yang cemas menunggu kabar Arinda.

"Suster... Bagaimana dengan keadaan anak saya?" Tanya Indra

"Maaf, saya terburu-buru" kata suster itu dan langsung melanjutkan langkahnya

Semua di buat menegang dengan respon dari suster tersebut. Lalu beberpa menit berikutnya, suster tersebut berlari bersama seorang dokter lelaki paruh baya.

Lagi-lagi perasaan was-was dan takut bercampur menjadi satu.

Miftah, sedaritadi hanya diam, menatap nanar lampu di atas pintu ruang operasi yang berwarna merah. Menunjuk kan di dalam sana, operasi masih berlangsung.

Miftah hanya berharap untuk kekasih kecilnya itu agar bisa melewati masa kritisnya dan bisa sehat seperti sedia kala.

**

1 jam kemudian. Tepat pukul 23.50, lampu merah diatas pintu operasi padam. Dan detik berikutnya dua orang dokter keluar secara bergantian, diikuti empat orang suster di belakangnya.

"Era.. Bagaimana Arinda?!" Tanya Maura

Dr. Era membuka masker yang menutupi bagian mulut dan hidungnya lalu membuang nafas kasar. Cukup lelah setelah berjuang lebih dari empat jam di meja besar operasi. Apa lagi yang di tangani bukan lah wanita dengan umur matang yang sedang mengalami keguguran, melainkan wanita kecil yang umurnya saja baru menginjak angka 13 dengan berat badan 45 kg, dan tinggi 158cm, serta lingkar panggul yang sungguh sangat kecil.

"Alhamdulillah... Putri mu sudah melewati masa kritisnya. Nanti akan di pindah kan ke ruang perawatan dan kalian bisa menjenguknya nanti." kata dokter Era

Semua menghela nafas lega mendengar kabar bahagia itu.

Maura, mengucap syukur, begitu pun yang lainnya.

**

Satu minggu kemudian.

Kondisi Arinda sudah berangsur-angsur pulih. Dan hari ini, Arinda sudah di perbolehkan untuk pulang.

**

Rumah Arinda.

"Bagaimana kalau pernikahan Arinda di laksana kan besok pagi?" Tanya Indra kepada Aryo.

Aryo dan Indra, mereka sekarang sedang duduk di ruang kerja rumah Indra. Membahas kelanjutan akan hubungan Arinda dan Miftah.

"Aku setuju. Lebih cepat lebih baik." Kata Aryo mantap

"Kau sebaiknya siap kan berkas-berkas untuk mereka menikah dan aku akan mengurus masalah di KUA dan Pengadilan Agamanya" kata Indra

"Tidak! Mereka sebaiknya 'nikah siri' dulu saja!" Kata Aryo

Indra tercengang mendengar permintaan gila dari sahabatnya itu.

"Arinda sudah tidak mengandung anak dari putra ku! Tidak terlalu harus di perjelas dalam status mereka! Setelah Arinda lulus SMA, mereka baru nikah secara resmi." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status