Menit berganti jam, jam berganti hari dan hari berganti bulan. Usia kandungan ku sekarang sudah memasuki usia 3 bulan. Belum ada banyak perubahan dalam bentuk tubuh ku. Mungkin hanya lebih terlihat berisi terutama pada payudara ku.
Hubungan ku dengan Miftah pun belum ada titik terang, masih menggantung karena keegoisan papi. Jangankan untuk tinggal bersama, keinginan untuk menikah dengan Miftah pun masih ditentang keras oleh papi.
Terkadang aku mulai lelah untuk semua ini, sikap Miftah pun sekarang menjadi berubah. Dia lebih terkesan cuek terhadap ku. Mungkin Miftah lelah untuk memperjuangkan ku. Entah lah ...
"Woyy.. Ngelamun aja kamuu.. Ke kantin yukk" ajak Mira, teman sekelas ku
"Males ah, Mir" jawab ku, aku menenggelamkan kepalaku dilipatan tangan
"Males muluk kalau diajakin ke kantin. Tapi badan perasaan makin melar" sindirnya
Ini bukan pertama kalinya ada yang bilang badanku makin gendut, jadi lebih terlihat cuek dan diam untuk menghindari ke gugupan ku.
"Bolos kuyy.. Habis ini pelajaran Bu Hega, malae banget siang-siang di panas terikmya dunia, kita disuruh mikir pelajaran matematika" ajak Elsa.
"Hayukk... Males juga aku. Mana belum ngerjain pr. Hari ini kita pulang sore lagi. Capek" tanggap Mira
Aku memang baru dekat dengan mereka, dulunya aku anak pendiam dan terkesan selalu menyendiri. Tapi entah kenapa semenjak aku hamil aku lebih bisa bersosialisasi.
Bolos pelajaran, aku belum pernah. Tapi rasa penasaran itu begitu besar.
"Kalau bolos mau kemana?" Aku mengangkat kepala ku, mulai menaggapi obrolan mereka
"Wih.. Berani kamu Rin? Nanti si pacar mu itu marah lagi, kalau tau kamu bolos" kata Anggun
"Biarin.. Lagian dia sekarang udah gak perduli lagi sama aku" jawab ku acuh
"Ada yang lain kali" timpal Elsa
Aku mulai berpikir, bisa jadi kalau Miftah memang ada yang lain. Tapi entah lah.. Untuk sekarang aku tak mau memikirkannya.
"Udah jadi bolos gak nih? Kebanyakan tanya jawab, udah kaya kuis aja" ajak Anggun yang sudah berdiri dan menggendong tas ranselnya
Aku, Elsa dan Mira pun ikut beranjak dan membawa tas keluar kelas, melewati beberapa kelas dan sampailah kita di pagar belakang sekolah. Pagar itu tidak terlalu tinggi, tapi didepan pagar itu ada sawah warga. Jadi kalau kita mau bolos kita harus loncat pagar dan lewat sawah itu.
"Kita lewat sini? Di depan sana kan sawah" tanyaku memastikan
"Berani gak kamu?" Tantang Elsa
"Embb... Yaudah ayokk " jawabku
Haapp ...
Aku sampai di atas pagar dengan mudah, hanya sekali loncat aku bisa sampai ke atas, lalu aku loncat lagi dan mendarat sempurna di pinggiran sawah.**
Kini kami berempat sudah sampai di kostnya Anggun. Anggun memang memiliki kost tak jauh dari sekolah, alasan dia ngekost adalah untuk tempatnya menghabiskan waktu jika dia bolos sekolah seperti ini.
Lagi-lagi fasilitas orang tua yang berlebihan lah yang mempermudah kami melakukan hal-hal yang tak akan pernah mereka si para orang tua pikirkan.
"Eh anjirr! Ini si Dova gilaa makin ganteng aja ya" seru Mira heboh yang sedang lihat postingan Dova di I*******m
"Eiyuuehh.. Bekasnya si Rinda tuh, mau kamu?" Ledek Anggun
"Ah..iya ya.. Ogah ah jijik, udah pernah kamu grepe-grepe pasti kan?" Tanya Mira memicingkan matanya menatap ku curiga
"Engak lah!! sinting kamu!!" sahutku jutek
"Hahahahahahha" tawa mereka pecah mendengar jawaban ku
"Sial! aku udah telat menst nih" seru Elsa yang dari tadi hanya diam memperhatikan tanggalan yang tergantung di dekat jendela
Sontak kita semua menoleh dan menatapnya penuh tanda tanya. Apa dia hamil juga sepertiku..
"Udah minum aja kaya biasanya, repot banget" sahut Anggun santai
"Aku lagi gak punya uang nih, mama ku lagi stop uang jajan aku, karena kemarin aku pulang pagi pas jalan sama Rio" curhat Elsa
"Rio anak kelas 3? temennya Miftah maksut kamu?" Tanyaku memastikan, Elsa menganggukkan kepalanya
"Kamu hamil sama dia?!" Pekik ku kencang
"Ssshuuutttttt!!!! Toa banget sih tu bacot!!" Kata Anggun membekap mulutku
Aku melepas bekapannya dan memandang tak percaya mereka. Kenapa mereka seakan santai kalau memang Elsa hamil dan kenapa tadi Anggun bilang kalau minum obat yang biasanya aja. Apa maksut mereka semua. Berbagai pertanyaan melayang-layang di otakku.
"Nih.. aku masih punya. Mangkanya kalau mau seneng-seneng jangan lupa makan pil KB nya. Kebiasaan!" Aku melihat Mira menyodorkan 1 kaplet obat bertuliskan 'Mifeprex'
"Makasih Mira sayang" Elsa mengambil obat itu dan langsung meminumnya
"Eh, Rin.. Kamu diem aja yaa! Jangan sampai mulut kamu ember kemana-mana!" Peringat Anggun
"Aku boleh minta satu gak obat itu" aku bertanya dan tak menggubris peringatan yang dilayangkan Anggun.
Arinda
Dua jam kemudian!Pukul 14.15..Arinda baru saja sampai ke rumah setelah diantar pulang oleh Miftah. Tadi mereka hanya ngobrol dan bermesraan di kost milik Anggun.Arinda jadi berfikir, kenapa uang tabungannya tidak untuk menyewa kamar kost saja seperti Anggun. Toh juga cuma untuk nongkrong, untuk kumpul, untuk bersantai jika penat dirumah, atau bahkan bisa untuk berduaan sama Miftah. Sama seperti Anggun, kostnya itu hanya untuk hal-hal seperti itu. Apa lagi tempat itu sangat berguna jika Anggun di kunciin oleh orang tuanya kalau pulang terlalu malam. Sepertinya menarik, pikir Arinda."Assalamualaikum" sapa Arinda saat membuka pintu utama rumahnya."Waalaikumsalam" jawab Mami tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisiAda rasa sesak tersendiri merasakan sikap mami terhadapnya. Mami yang selalu menyambut dengan ceria sekarang berubah menjadi dingin dan terkesan tidak perduli.Arinda tersenyum getir saat maminya menolak uluran tan
"Arinda sudah tidak mengandung anak dari putra ku! Tidak terlalu harus di perjelas dalam status mereka! Setelah Arinda lulus SMA, mereka baru nikah secara resmi." Kata Aryo "Apa kalau gila?! HAH?! Kau tau pasti, jika nikah siri itu yang pasti di rugi kan adalah pihak perempuan! Apa kau mau menghancurkan anak ku lebih hancur lagi?!" Kata Indra berang, tak terima atas keinginan Aryo "Apa kabar nasip calon cucu ku yang dibiarkan luruh begitu saja?" Kata Aryo dengan alis terangkat setengah "Itu bukan keinginan ku! Salah kan juga anak mu yang membiarkan anak ku meminum obat itu! Salah kan juga anak mu yang malah mendukung aksi bodoh Arinda!" Desis Indra tajam "ITU SALAH MU! Arinda tertekan tinggal di rumah mu ini! Kau tak mengijinkan Arinda tinggal bersama ku, kau pula yang dulu menentang untuk menikah kan secara resmi, dan kau malah mengancam tidak mau menikah kan mereka!" Bentak Aryo "Kau kan tau, nikah dibawah umur itu syaratnya ribet! Har
"Ya kan kita sudah menikah, kalau kamu hamil tidak akan ada lagi yang namanya anak haram di antara kita berdua" kata Miftah.Arinda terdiam mendengar ucapaan Miftah. Anak haram? Ingatan akan dirinya yang hamil lalu di kucilkan oleh keluarganya sendiri, melakukan cara nekat mengugurkan kandungannya hanya untuk bisa segera menikah dengan Miftah yang berakhir dengan dirinya masuk rumah sakit dan hampir saja kehilangan nyawanya."Maaf Mif, aku ga bisa." Kata Arinda melepas tangan Miftah dan menjauhkan tubuhnya.Miftah meremas rambutnya sendiri. Kenapa disaat hubungan mereka sudah jelas, malah Arinda bersikap jual mahal seperti itu."Kita sudah halal Rin! Aku mau minta hak ku! Aku sedang ingin!" kata Miftah yang sedikit menaikkan volume suaranya."Tolong pahami aku Mif" kata Arinda memohonEntah apa yang di rasakan Miftah saat ini, hasratnya begitu besar untuk melakukan hubungan itu. Bagian bawah tubuhnya sudah begitu keras dan menegang. Mi
"Ya kan kita sudah menikah, kalau kamu hamil tidak akan ada lagi yang namanya anak haram di antara kita berdua" kata Miftah. Arinda terdiam mendengar ucapaan Miftah. Anak haram? Ingatan akan dirinya yang hamil lalu di kucilkan oleh keluarganya sendiri, melakukan cara nekat mengugurkan kandungannya hanya untuk bisa segera menikah dengan Miftah yang berakhir dengan dirinya masuk rumah sakit dan hampir saja kehilangan nyawanya. "Maaf Mif, aku ga bisa." Kata Arinda melepas tangan Miftah dan menjauhkan tubuhnya. Miftah meremas rambutnya sendiri. Kenapa disaat hubungan mereka sudah jelas, malah Arinda bersikap jual mahal seperti itu. "Kita sudah halal Rin! Aku mau minta hak ku! Aku sedang ingin!" kata Miftah yang sedikit menaikkan volume suaranya. "Tolong pahami aku Mif" kata Arinda memohon Entah apa yang di rasakan Miftah saat ini, hasratnya begitu besar untuk melakukan hubungan itu. Bagian bawah tubuhnya sudah begitu keras dan menegang
CacaEntah permainan apa yang di lakukan oleh Miftah dan Caca di sebuah kamar mandi yang berada di dalam club tersebut. Yang jelas Miftah keluar dari bilik kamar mandi dengan sibuk menaik kan resleting celana jensnya serta memakai kembali sabuknya dan Caca yang sibuk dengan merapikan rok mini yang dia kenakan, serta rambut panjangnya yang berantakan."Permainan mu enak" bisik Caca dengan meninggal kan kecupan singkat di bibir Miftah.Miftah hanya diam, tidak menanggapi omongan Caca, yang ada dipikirannya hanya lah jangan sampai Arinda apa lagi orang tuanya tau. Bisa habis dia.Miftah mengedarkan pandangannya, mencari sosok Rio yang tidak terlihat lagi di kursi bar yang tadi di dudukinya.Masih sibuk mencari sahabatnya itu, Miftah di kejutkan dengan tepukan di pundaknya."Bengong kamu! Keenakan nih pasti" goda Rio yang tiba-tiba sudah berada di sampingnya.Miftah menoleh dan mengusap dadanya, kaget. Dia melihat Rio yang merangkul bahu pe
Setelah kejadiam itu, Miftah sama sekali tidak tidur. Dia memilih berdiam diri di balkon kamarnya, menatap kosong ke depan."Kau mau sekolah tidak? Kalau tidak, aku akan meminta bang Andi untuk menjemput ku?" Tanya Arinda yang berdiri di depan pintu balkon.Miftah, tersentak dengan suara istrinya itu.Istri? Masih boleh kah Miftah memanggilnya istri ketika di hari pertama mereka menikah, dia malah bercinta dengan seorang jalang diluar sana?"Aku sekolah kok. Tunggu, biar aku mandi dulu." Jawab MiftahArinda mengangguk dan melenggang masuk untuk berganti seragam.Hari ini adalah hari Rabu. Hari pertama Arinda masuk sekolah lagi setelah 3 minggu lamanya Arinda ijin sakit. Orang tuanya mengabarkan ke pihak sekolah kalau Arinda mengalami kecelakaan dan harus mendapatkan perawatan intensif. Jadi pihak sekolah tidak di perkenankan untuk menjenguk.Indra hanya memberikan foto-foto perkembangan kesehatan Arinda saat dirinya
Miftah mencengkram kuat pergelangan tangan Arinda, menariknaya menuju gerbang sekolah karena tadi Aryo menghubunginya kalau supir suruhan keluarga Arinda sudah berada di depan sekolah.Selama perjalanan Miftah dan Arinda sama-sama diam. Miftah masih setia membuang pandangannya ke jendela luar.Sedangkan Arinda, dia memilih untuk bermain game di ponselnya. Cuek saja dengan sikap merajuk Miftah.**Rumah Miftah.Rumah masih sepi, pasti ibu masih berada di warung. Ini kesempatan untuknya memberi pelajaran untuk Arinda yang berani-beraninya main api bersama Lelaki sok sempura itu.Setelah menutup pintu dan mengunci pintu utama rumahnya, Miftah mencabut kunci itu dan meletakkannya di gantungan, agar nanti Ibu bisa membuka kunci pintu dari luar.Miftah masuk ke kamarnya, mendapati Arinda bermain ponselnya sambil tengkurap tanpa melepas seragam sekolah yang dia kenakan. Seketika emosi Miftah naik dan serasa mencapai ke ubun-ubun.
"Maaf, Ibu, siapa?! Kenapa masuk ruangan saya tanpa permisi?!" Tanya Dokter Ratna"SAYA MAMI DARI PASIEN YANG MENAGIS DAN BERTERIAK HISTERIS DI RUANG IGD TADI, DOKTER!! APA ANAK SAYA AKAN GILA?!" bentak Maura.Dokter Ratna diam dan mengalihkan pandangannya ke Lulu."Saya mertuanya" kata Lulu di sela tangisnya"Gadissekecil tadi sudah menikah?!" Tanya dokter Ratna, kaget"Mari, duduk dulu. Akan saya jelaskan kondisi anak, ibu" ajak dokter pada Maura yang masih berdiri menatap tajam Lulu dan dokter tersebutLulu berjalan menghampiri Maura, yang masih diam di tempatnya berdiri. Menatapnya sendu dan penuh penyesalah dari sorot matanya."Maafin saya, Teh. Saya yang gagal mendidik anak. Maafin saya" lirih Lulu yang tiba-tiba bersimpuh di kaki Maura"Saya yang gagal mendidik anak. Saya yang gagal hingga kelakuan anak saya sudah semacam bina