Share

AKU BELUM SIAP, BU

Di Perumahan mewah.........

Dua keluarga sudah duduk berkumpul bersama di sebuah ruang yang di sebut ruangan keluarga.

Dan ini pernah terjadi beberapa tahun yang lalu, di saat tuan Hutama, ayah Dion masih ada. Tapi sekarang beliau sudah pergi untuk selamanya.

Suasana sekarang pun jauh berbeda. Tidak ada tawa ceria lagi seperti dulu. Karena sekarang Dion lebih banyak diam dan kelihatan tidak bersemangat.

Walaupun Vivian berusaha membuat suasana menjadi ceria, tetapi Dion tidak banyak bicara, dia hanya tersenyum saja bila ada yang bercanda.

"Bagaimana perkembangan perusahaanmu, Dion?," tanya tuan Ferdinand, mantan ayah tunangannya, menghilangkan kekakuan di antara mereka.

Sebagai seorang tuan rumah yang baik, Dion berusaha bersikap sopan. Karena bagaimana pun mereka pernah hampir menjadi satu keluarga, tetapi takdir berkata lain.

"Hanya ada sedikit masalah pak, tetapi semua sudah di atasi," jawab Dion perlahan.

"Ya, Vivian sudah menceritakaan tentang Grand Beunovul saat ini sedang ada masalah. Bagaimana bila bapak yang berinves ke Grand Beunovul saja." kata tuan Ferdinand berterus terang.

Glek

Dion terdiam sejenak, kalau saja tawaran ini datang dari perusahaan lain mungkin tanpa ragu Dion akan menerimanya. Tetapi ini dari perusahaan keluarga Vivian. Dan Dion paham apa maksud semua ini.

"Untuk saat ini belum dulu pak, karena saya masih mempunyai dana cadangan, dan semoga bisa mencukupi semua," tolak Dion halus, dia tidak ingin termakan jasa yang membuat dia susah di kemudian hari.

Vivian, nyonya Carie dan nyonya Maribet, ibu Dion yang juga berada disitu terlihat kecewa dengan jawaban Dion.

"Tetapi tidak ada salahnya, bila berinves bukan?." kata nyonya Corie, ibu Vivian sedikit kurang senang.

"Betul, bu. Tetapi saya sedang berusaha untuk menanggulanginya dulu. Jadi untuk berinves saya tahan dulu. Lagi pula, saya sudah ke perusahaan New Strenght Holand dan semoga ada kabar baik," terang Dion lagi.

Dion tidak ingin terjebak dalam situasi yang membuat dia kesulitan nantinya.

Karena sekarang dia menyadari bahwa perasaannya pada Vivian sudah biasa aja. Tidak ada perasaan cinta lagi, seperti dulu.

"Perusahaan New Strenght Holand, tuan Dalton. Bapak kenal baik sama beliau." jawab tuan Ferdinand lagi, berharap ini sebagai kesempatan baik.

"Iya pak,"

"Bagaimana bila papa saja yang menjumpai tuan Dalton, papa kan lebih kenal dengan tuan Dalton," usulan Vivian bersemangat.

"Tidak usah lagi, Vi. Kemarin sudah sekesai semua," tolak Dion halus.

Vivian cemberut, melihat putrinya kelihatannya tidak senang nyonya Corie terlihat kesal, wajahnya memerah, tapi Dion tidak peduli.

Mendengar semua jawaban dari Dion, tuan Ferdinand paham bahwa keinginannya untuk mempersatukan keluarga mereka kembali sudah buntu.

Tuan Ferdinand tidak bisa menyalahkan Dion sepenuhnya, karena dulu itu Vivian yang meninggalkan Dion, lagi pula Dion baru saja berpisah dari istrinya, mungkin Dion perlu waktu, batin tuan Ferdinand bijaksana.

Kemudian mereka pamit, nyonya Corie yang masih cemberut, terlihat tidak bersemangat lagi berbeda di saat pertama datang tadi.

Setelah keluarga Vivian pulang, nyonya Maribet segera memberi ultimatum pada anaknya, Dion.

"Kau dan Ella akan bercerai, sebaiknya kau segera mempersiapkan diri untuk pernikahanmu dengan Vivian." kata nyonya Maribet.

Dion tersentak mendengar perkataan ibunya.

Menikah?

Tidak mungkin!

Sangat, sangat tidak mungkin!

Saat ini Dion masih merasakan pedihnya prahara dalam rumah tangganya, bagaimana mungkin dia sudah harus memikirkan pernikahan yang lainnya.

"Vivian sudah kembali. Bukankah dulu kau sangat mencintainya." kata nyonya Maribeth lagi. "Sebaiknya kalian segera menikah."

Wajah Dion langsung berubah mendengar itu.

"Bu, ini terlalu cepat. Aku dan Ella belum resmi bercerai, bagaimana mungkin aku harus menyiapkan pernikahan yang lain."

"Ya sudah, segera urus perceraian kalian secepatnya."

Dion menghela napasnya terasa berat.

"Aku belum siap, bu"

"Apalagi yang kau pertahankan, istrimu berselingkuh dan dia telah melahirkan anak haramnya. Dan sekarang pun dia sudah pergi, entah kemana?!." cerca nyonya Maribet.

Dion mengerutkan keningnya, ada rasa sakit mendengar kalimat ini.

"Ini terlalu berlebihan bu, sebaiknya nanti saja kita pikirkan yang lainnya." jawab Dion terdengar bergetar.

"Kau ini, dari dulu selalu saja seperti ini. Selalu saja menunda-nunda hal yang baik, dan pada akhirnya salah dalam mengambil keputusan." cerocos nyonya Maribet, kesal dengan keraguan Dion.

Karena tidak ingin berdebat terlalu panjang dengan ibunya, Dion pun segera berlalu dari hadapan ibunya.

Di dalam kamar, Dion membuka ponselnya yang sedari tadi sudah di non aktif kan. Beberapa pesan muncul di sana.

Ada sebuah pesan yang menarik perhatiannya, dari pak Amri, ada apa?.

Bukankah dia sudah berpesan, jangan berkirim pesan bila tidak ada yang penting.

Tapi ini....

"Tuan cepat datang kesini, non Chintya sekarang berada di rumah sakit Permata Bunda, dari tadi pagi kejang-kejang,"

Dion terperanjat membaca pesan itu. Rumah sakit?. ada rasa takut dihatinya bila bayi itu kenapa-napa.

Di bawah pandangan heran ibunya, Dion segera berlalu dengan mobil kesayangan.

Butuh waktu tiga jam yang harus di tempuh Dion, untuk menuju ke tempat pak Amri. Dia tidak peduli dengan keselamatan dirinya sendiri, dengan kecepatan tinggi dia menyetir mobilnya menembus malam.

Di rumah sakit Permata Bunda.....

Pak Amri yang melihat kedatangan Dion segera menyambut tuannya dengan wajah menegangkan. Sedangkan istrinya, bi Asih terlihat pasrah ada rasa sedih di mata wanita paruh baya ini.

"Tuan, tadi pagi nona Chintya badannya panas sekali, sudah di beri obat tapi panasnya tidak turun-turun, dan tiba-tiba nona Chintya kejang-kejang." jelas pak Amri panjang lebar.

"Bagaimana keadaannya sekarang?," tanya Dion terlihat gelisah. Ada rasa sesal di hatinya yang terdalam. Ach, semoga belum terlambat, batinnya.

"Nona Chintya masih ditangani dokter di dalam." sahut pak Amri lagi.

Perasaan menyesal mulai menggayut dihatinya. Seharusnya dia tidak boleh egois dengan memisahkan bayi itu dengan ibunya.

Ya, Tuhan. Apa yang sudah aku lakukan?.

Pintu ruang terbuka, terlihat seorang dokter keluar di ikuti seorang perawat di belakangnya.

"Keluarga bayi Chintya?" tanya si perawat.

Dion segera mendekati dokter yang berperawatan sedang, sepertinya usia dokter tersebut tak terpaut jauh dengannya.

"Saya ayahnya," jawab Dion. Untuk pertama kalinya dia mengakui sebagai ayah Chintya, ada desiran di hatinya.

Kemudian, Perawat tersebut kembali masuk ke ruangan meninggalkan dokter bicara pada Dion.

"Bayi Chintya sudah tidak apa-apa lagi, hanya saja ada beberapa komplikasi pada darahnya. Sebaiknya segera di bawa ke dokter spesialis anak saja, karena peralatan di rumah sakit ini terbatas." kata dokter.

Komplikasi darah?. ya Tuhan. Apa lagi ini?

Dion terhenyak mendengar penuturan dari dokter. Dia sama sekali tidak paham masalah bayi, karena selama ini Ella yang mengurus Chintya.

Dan sekarang Chintya sedang sakit, Chintya pasti butuh ibunya, Ella. Sedangkan Ella sudah pergi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status