Keesokan harinya..
Ella melangkah perlahan memasuki rumahnya , sendirian. Setelah dokter menyatakan, lukanya tidak terlalu parah, Ella pun di izinkan pulang dengar syarat, harus datang ke rumah sakit setiap hari untuk membersihkan luka di lengannya.Sesampai di rumah, Ella melangkah ke sebuah kamar. Tampak dekorasi yang hangat, dengan beraneka ragam mainan di sana.Masih sama seperti kemarin, cuma kali ini, kamar itu terasa sepi, mungkin untuk selamanya.Ella mendekati sebuah ayunan dan menggoyangkan sebuah lonceng yang berada di dekatnya, perlahan alunan musik terdengar sangat lembut.Dulu pemiliknya sangat senang bila mendengar alunan musik ini, suara tawa dan tangisan yang manja akan memenuhi ruangan tersebut.Tapi kini si pemiliknya sudah pergi dan tidak akan pernah kembali lagi.Ella meringkuk di sudut kamar, di peluknya sebuah boneka dan aroma khas bayi pun masih tertinggal di sana. Air matanya mengalir deras, membasahi selimut bayi yang berada di bawahnya."Maafkan ibu nak, ibu tidak bisa melindungi mu." tangis Ella pecah memenuhi ruangan kamar.Tak lama kemudian, Ella bangkit dan menatap keluar kamar.Ella teringat saat pertama kali kakinya melangkah ke rumah ini. Semua terasa indah.Tapi kini dia bukanlah siapa-siapa lagi, akan datang si pemilknya yang lain, Ella tersenyum getir.Suara pintu di buka, membuat Ella menoleh. Seorang pria yang sangat tampan muncul di sana.Dulu Ella akan tersenyum bahagia, bila pria itu muncul, pelukan serta ciuman mesra akan selalu hadir di antara mereka.Tapi sekarang, hanya tersisa kebencian di hati mereka berdua."Aku ingin tahu, trik apa lagi yang kau gunakan untuk menahanku di sini." kata Dion pongah, sambil duduk di sebuah sofa.Seperti seribu jarum menusuk jantungnya, Ella tidak menjawab dia hanya menghela napas, karena dia tahu percuma berdebat dengan pria egois ini.Dengan perlahan Ella mengambil sebuah dokumen dan meletakkan tepat di depan Dion."Jangan takut, aku sudah membubuhkan tanda tanganku di sana." kata Ella berusaha tenang, walau sebenarnya ingin rasanya dia meremukkan orang di depannya.Dan Dion tidak menyangka, tulisan "perceraian" di depannya terasa menyilaukan mata."Baiklah." Dion bangkit dengan segera, menepis perasaannya yang tiba-tiba perih, bayangan perselingkuhan Ella kembali memenuhi ingatannya."Tolong beritahu, di mana anakku di kuburkan." suara Ella sebelum DionDion membalikkan badan, pandangannya begitu menyakitkan."Aku tidak tahu dan itu bukan urusanku." suara Dion terdengar dingin.Tubuh Ella bergetar hebat menahan amarah di dadanya, ingin rasanya dia menampar wajah itu."Penduduk di sana, yang menguburkannya." jawab Dion dingin."Kau tidak punya hati!!" desis Ella getir.Dion tersenyum sinis."Apa kah itu penting untukku? Bayi itu bukan anakku. kau cari saja bersama selingkuhanmu!!," ujar Dion penuh kebencian di sana.Dion teringat kembali beberapa bulan yang lalu.Di saat, Dion tidak sengaja membaca sebuah chat seseorang di ponsel milik Ella, yang mengatakan bahwa dia sangat merindukan Ella dan bayi mereka.Dion berusaha untuk tidak mempercayai isi chat tersebut.Tetapi test DNA yang dilakukannya secara diam-diam menyatakan bahwa bayi mereka yang bernama Chintya bukanlah darah daging Dion.Dan suara Ella yang menggelegar, membuyarkan lamunan Dion."Jangan kau kambing hitamkan orang lain, untuk menutupi kebusukanmu!, Dion Hutama Putra!!.""Apa katamu!?" Dion menatap Ella tajam, dia sungguh tidak suka cara Ella menyebut namanya.Tetapi Ella tidak takut, bahkan dengan berani dia membalas tatapan itu dengan tajam juga, penuh kebencian."Aku sungguh tidak percaya, pria seperti apa dirimu. Hanya karena ingin hidup dengan wanita lain, kau tuduh istrimu sendiri berselingkuh!. Tidak kau akui anakmu, sampai dia tiada!."Dion mengutup rahangnya dengan kuat. Wajahnya tampak memerah menahan amarah yang hampir meledak.Tetapi Ella tidak peduli, dia tetap melanjutkan perkataannya. "Tidak usah berpura-pura lagi, aku sudah tahu semuanya. Tidak kusangka hatimu benar-benar busuk!!.""Tutup mulutmu?!""Kau yang harus menutup mulutmu!" bentakkan Ella membuat Dion kaget.Karena selama ini Ella selalu lembut dan tenang."Baiklah, tidak ada gunanya kita membahas semua ini. Ku harap suatu hari nanti, kau akan menyadarinya. Tetapi sayangnya, kau akan menyesal karena sudah terlambat." ucap Ella lagi.Dion melangkah kedepan Ella, karena sosoknya yang tinggi menutupi badan Ella."Apa kau cemburu melihat hubungan ku dengan Vivian?" Dion bertanya dengan nada mengejek.Ella tertawa getir. "Kurasa kalian pasangan yang sangat serasi. Aku salut pada kalian berdua, sama-sama tidak tahu malu dan berhati busuk!!."Kembali Dion menatap Ella dengan tajam."Sejak kapan?" tanya Ella sambil membalas tatapan Dion. "Setidaknya kau jujur saja, itu lebih terhormat, dari pada kau membuat cerita yang memuakkan.""Kau ingin tahu? Sejak aku tahu bahwa kau adalah wanita pembohong.. Dan yang pastinya, dia lebih baik darimu!," balas Dion tajam."Oo tentu saja, dia lebih baik dalam hal membuat drama. Tentu saja, sangat cocok sama dengan dirimu sama-sama tukang drama, sungguh pasangan ideal," Ella dengan tertawa mengejek sambil menepuk tangan.Dion terlihat semakin gusar, tangannya terkepal kuat. Tetapi Ella tidak gentar bahkan tampak dia sangat puas."Nikmatilah hidup kalian sepuasnya, sebelum penyesalan itu datang." kata Ella lagi."Kurasa kaulah yang harus cepat tersadar atas pengkhianatanmu!." kata Dion kemudian."Aku berkhianat? Lucu sekali. Bukti apa yang kau punyai, sehingga kau begitu yakin aku berselingkuh, O..... pasti dari detektif rahasiamu yang sangat jenius," seru Ella sambil tertawa mengejek."Kau masih menyangkal juga?!" kata Dion belum menyerah, karena dia begitu yakin dengan informasi yang di dapatnya."Tunggulah tuan Dion Hutama Putra. Kebenaran itu akan terungkap." suara Ella dengan tenang.Dalam seketika Dion tertawa dengan keras, memenuhi ruangan rumah."Ella, Ella... sekarang bayi itu sudah tidak ada lagi. Sampai kapan kau mempertahankan kebohonganmu?.""Saya rasa pertemuan kita cukup sampai disini, tuan Dion Hutama Putra. Silahkan kau pergi dari sini. Bukankah semua keinginanmu sudah terpenuhi?." kata Ella.Wajah Dion mengeras mendengar itu."Ini rumahku, aku yang membeli rumah ini!," ujar Dion angkuh"Memang benar ini rumahmu, tetapi kau akan mendapatkan rumahmu kembali setelah aku menerima akta perceraian dari pengadilan!!." tegas Ella sambil membuka pintu rumah.Sedetik Dion tampak terpaku, tapi kemudian Dion mengambil dokumen itu dengan kasar dan berlalu dari hadapan Ella.Setelah Dion pergi, Ella menutup pintunya, dengan keras.Dia terduduk lemas, dadanya terasa sesak, seperti menahan ribuan jarum menusuk jantung.Dan akhirnya Ella menangis tersedu-sedu di balik pintu.***Dion melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, dan tiba-tiba berhenti tepat di tepi pantai."Mengapa Ella? Mengapa kau harus berselingkuh." Dion meraup mukanya dengan kasar.Hatinya penuh amarah dan dendam, dia tidak menyangka istri yang sangat di sayangi fan di cintainya, tega menusukknya dari belakang.Tiba-tiba, ponselnya berdering..."Tuan, bayinya menangis terus. Dia menolak minum susu. Badannya pun hangat, cepat tuan datang kesini." kata seseorang di seberang sana.Dion mematikan ponselnya kembali."Terimalah pembalasan dariku, Ella. Kau akan menderita karena kehilangan bayimu, seperti penderitaanku karena pengkhianatanmu." batin Dion penuh dendam.Ella menatap kertas putih di tangannya sebuah lokasi pemakaman, yang di dapat dari seorang pria berumur sekitar 50 tahun. Pria tersebut bernama pak Amri.Penduduk setempat mengatakan, pak Amrilah yang telah banyak membantu di saat terjadinya kecelakaan di waktu yang lalu.Dan dari pak Amri pula, Ella dapat mengetahui letak lokasi pemakaman bayinya, Chintya."Terima kasih pak, atas bantuannya." kata Ella perlahan. Pria yang bernama pak Amri hanya mengangguk, pandangan matanya bergerak kekiri kekanan, seperti ada sesuatu yang meresahkannya.Ella menghela napas panjang, padahal banyak hal yang ingin di tanyakan pada beliau.tetapi melihat sikap pak Amri yang acuh dan rada pendiam, membuat Ella mengurung niatnya.Ella berjalan perlahan di jalan setapak menuju area pemakaman tersebut. Perjalanan yang memakan waktu sekitar 10 menit.Angin bertiup ke arahnya sepanjang jalan, terasa begitu dingin bagaikan pisau menusuk ke dalam tulang.Hingga sampailah di tempat yang di tuju, sebuah pemakaman
"Kenapa tidak memberi kabar terlebih dahulu, nak. Kalau mau kesini." kata bu Arie kaget melihat kedatangan Ella tiba-tiba.Hari ini, Ella mengunjungi tempat di mana dia di besarkan, di sebuah panti asuhan, yang berada di pinggir kota."Aku kangen sama ibu," sahut Ella tersenyum tipis, sambil menyalami wanita yang telah membesarkannya selama ini.Di umur 5 tahun, ibunya meninggal dunia. Semenjak itu, Ella sudah berada di sini, di sebuah panti asuhan, walau tidak terlalu besar tetapi sangat nyaman.Ella tidak mengenal sosok ayahnya, karena semenjak bayi, ayahnya telah pergi meninggalkan Ibu dan dirinya, untuk kembali ke negaranya, Inggris.Ella hanya mengetahui nama ayahnya yaitu, Howard Dalton. Selebihnya Ella tidak pernah mendengar apa pun lagi, karena ibunya enggan menceritakan lebih banyak tentang ayah.Ella tidak pernah tahu, mengapa sang ayah pergi, dan Ella juga tidak pernah mengetahui mengapa ayahnya tidak pernah datang mengunjunginya."Kau sudah makan?," bu Arie sudah berada di
Kini, Ella sudah memilih untuk pergi, walaupun kasus perceraiannya dengan Dion belum selesai.Saat ini dia berada di sebuah taksi, yang membawanya pergi entah kemana, dia sudah kehilangan semuanya. Ella menyandarkan kepalanya yang terasa sangat berat, sama seperti perjalanan hidupnya yang berat. Perlahan Ella menghapus air mata yang telah membasahi pipinya sejak tadi.Ella tidak mengerti, mengapa orang-orang yang di sayanginya, semua pergi meninggalkan dirinya sendiri.Ella memejamkan mata, menepis segala duka di hatinya."Maaf nyonya, Kemana saya harus mengantar nyonya?," tanya sopir taksi, sambil melihat ke arah kaca di depannya. Sudah hampir satu jam mereka berputar-putar tanpa arah. Sopir taksi ini bingung bercampur kasihan melihat punumpangnya kali ini, dalam keadaan menangis terus dari tadi.Dalam beberapa detik, Ella tampak kebingungan, dia tidak tahu mau kemana, karena dia pun tidak ingin pulang ke rumah panti, bu Arie pasti sedih melihat keadaan dirinya sekarang.Kemudian
Tidak berapa lama mereka sampai juga. Ella melihat sebuah villa yang sangat mewah. Ella terlihat ragu, karena dia teringat, saat sekarang dia tidak memegang uang sedikitpun, pasti biayanya penginapan sangat mahal."Kau tidak mau masuk?." tanya pria itu, melihat keraguan d mata Ella."Umm...itu, aku...,""Kau kenapa?, jangan katakan bahwa kau berubah pikiran. Apa kau mau bertemu dengan raja hutan di luar sini,?." kata pria itu melihat keraguan di mata Ella."Bukan... itu..... aku saat sekarang tidak punya uang, apa di villa ini boleh kita bayar nanti saja," kata Ella terlihat malu-malu."Umm...begitu?. Tampak pria tersebut seperti sedang berpikir.Ella pun tampak khawatir karena bila si pemilik villa menolaknya maka hidupnya pasti akan berakhir di jalanan.Tak lama kemudian,"Baiklah aku akan bertanya sama si penjaga villa ini dulu, kau berdo'a saja, semoga penjaga villa sedang berbaik hati," kata pria tersebut.Ella dengan cepat mengangguk patuh.Kemudian pria itu masuk ke dalam villa
Di Area Grand Beunovul, sebuah perkantoran mewah dengan fasilitas yang exclusive. Duduk seorang pria berwajah dingin, acuh dan sedikit arogan di kursi kebesarannya, yang menandakan bahwa dia si pemilik perusahaan besar dan bonafide tersebut. Dia adalah Dion Hutama Putra.Sedangkan di seberang meja, duduk seorang pria bernama Erick. Dia adalah sahabat baik sekaligus sebagai patner Dion dalam berbisnis. Memandangi Dion yang serius di depan komputernya membuat Erick tersenyum dan berkata, "Bagaimana hubunganmu dengan Vivian, kapan kalian akan menikah?."Dion hanya diam saja, matanya tetap mengamati tulisan di depannya. Seakan dia hanya sendiri berada di ruangan itu. "Atau jangan-jangan, kau masih menyimpan rasa pada Ella. Dan masih mengharapkan Ella kembali." pancing Erick, melihat sikap Dion menjadi tertutup semenjak Ella pergi atau tepatnya semenjak mereka punya masalah.Dion menarik napas panjang, kemudian mengalihkan pandangan ke arah Erick."Menurutmu apa pantas seorang istri yan
Memandangi wajah Dion yang tampak gusar, Erick tersenyum dan berkata, "Dion, setelah sekian lama, ternyata kisah cintamu belum selesai juga.""Erick, jangan kau tambahkan persoalanku dengan ocehanmu," sahut Dion tanpa memandang sahabatnya. Erick meledek, "Bagaimana mungkin, seorang Dion bisa berubah seperti ini, patah hati?."Dion melengos."Pesona siapa yang telah membuatmu berubah. Dari Dion yang dulu selalu bersemangat menjadi Dion yang dingin. Pesona Vivian kah? atau pesona Ella?," tanya Erick menggoda sahabatnya."Aku tidak ada waktu mendengar ocehanmu. Sebaiknya kau fokus pada Perusahaan New Strenght Holand . Bagaimana supaya perusahaan itu mau berinvestasi ke perusahaan kita.""Jangan khawatir. Aku mengenal presiden New Strenght Holand, tuan Dalton dengan baik. Beliau tidak seseram yang di bicarakan orang. Hanya saja beliau terlalu di siplin. Jangan coba-coba membuat beliau menunggu. Perusahaanmu akan di gulung hanya sekali jentik,""Hmm.... ?" Dion berpikir seberapa kuatnya p
Di Perumahan mewah.........Dua keluarga sudah duduk berkumpul bersama di sebuah ruang yang di sebut ruangan keluarga.Dan ini pernah terjadi beberapa tahun yang lalu, di saat tuan Hutama, ayah Dion masih ada. Tapi sekarang beliau sudah pergi untuk selamanya.Suasana sekarang pun jauh berbeda. Tidak ada tawa ceria lagi seperti dulu. Karena sekarang Dion lebih banyak diam dan kelihatan tidak bersemangat. Walaupun Vivian berusaha membuat suasana menjadi ceria, tetapi Dion tidak banyak bicara, dia hanya tersenyum saja bila ada yang bercanda."Bagaimana perkembangan perusahaanmu, Dion?," tanya tuan Ferdinand, mantan ayah tunangannya, menghilangkan kekakuan di antara mereka.Sebagai seorang tuan rumah yang baik, Dion berusaha bersikap sopan. Karena bagaimana pun mereka pernah hampir menjadi satu keluarga, tetapi takdir berkata lain."Hanya ada sedikit masalah pak, tetapi semua sudah di atasi," jawab Dion perlahan."Ya, Vivian sudah menceritakaan tentang Grand Beunovul saat ini sedang ada m
"Ja... jadi baby Chintya masih hidup!!," pekik nyonya Maribet kaget mendengar pengakuan anaknya, Dion."Ampuni aku ibu, aku salah. Saat itu aku terbawa emosi, karena sakit hati mendengar Ella berselingkuh," Dion bersimpuh dengan berurai air mata di hadapan ibunya, memohon ampun karena telah melakukan kesalahan yang sangat fatal."Apa yang telah engkau lakukan, nak." tanya nyonya maribet sambil berurai air mata.Beliau begitu shock mendengar pengakuan putranya. Dia tidak menyangka, Dion tega melakukan hal yang sangat kejam.Karena walau Chintya bukan darah daging Dion, Dion tidak berhak memisahkan anak dari ibunya, dengan alasan apa pun."Dimana sekarang baby Chintya di rawat," tanya nyonya Maribet."Di rumah sakit Healthy Hospital, bu" jawab Dion perlahan masih menunduk.Atas saran dokter, Dion tidak punya pilihan lain. Akhirnya dia memindahkan baby Chintya ke rumah sakit yang lebih besar, dimana peralatan medisnya lebih lengkap."Antarkan ibu kesana," kata nyonya Maribet kemudian."Iy