Share

HATI YANG DINGIN

Di Area Grand Beunovul, sebuah perkantoran mewah dengan fasilitas yang exclusive.

Duduk seorang pria berwajah dingin, acuh dan sedikit arogan di kursi kebesarannya, yang menandakan bahwa dia si pemilik perusahaan besar dan bonafide tersebut. Dia adalah Dion Hutama Putra.

Sedangkan di seberang meja, duduk seorang pria bernama Erick. Dia adalah sahabat baik sekaligus sebagai patner Dion dalam berbisnis.

Memandangi Dion yang serius di depan komputernya membuat Erick tersenyum dan berkata, "Bagaimana hubunganmu dengan Vivian, kapan kalian akan menikah?."

Dion hanya diam saja, matanya tetap mengamati tulisan di depannya. Seakan dia hanya sendiri berada di ruangan itu.

"Atau jangan-jangan, kau masih menyimpan rasa pada Ella. Dan masih mengharapkan Ella kembali." pancing Erick, melihat sikap Dion menjadi tertutup semenjak Ella pergi atau tepatnya semenjak mereka punya masalah.

Dion menarik napas panjang, kemudian mengalihkan pandangan ke arah Erick.

"Menurutmu apa pantas seorang istri yang sudah berselingkuh di maafkan," jawab Dion dingin.

"Kalau begitu mengapa tidak kau nikahi saja Vivian. Bukankah hubungan kalian sudah membaik?,"

"Aku ragu pada perasaanku pada Vivian sekarang," jawab Dion perlahan.

"Maksudmu, kau tidak ada perasaan apa-apa lagi pada Vivian?," Erick membelalakkan matanya.

"Yach, mendekati seperti itu," Jawab Dion santai.

"Astaga. Kukira kalian sudah......" perkataan Erick terhenti karena terdengar suara ribut-ribut dari luar.

Pintu ruangan Dion terbuka...

"Sayang!, mengapa sekretarismu melarangku masuk kesini!," Cerocos Vivian yang tiba-tiba masuk, wajahnya tampak kesal.

"Ma... maaf tuan, nona Vivian memaksa untuk masuk padahal saya sudah melarangnya," Laura sang sekretaris tampak tergopoh-gopoh memberi penjelasan.

Erick tertegun menyaksikan drama siang ini.

Dion dengan pandangan tajam berkata, "Ya sudah Laura, tidak apa-apa. Kembalilah ke tempatmu berkerja dan tutup pintunya."

"Baik, tuan." sahut Laura sambil berlalu.

Setelah pintu tertutup, pandangan Dion beralih ke Vivian, "Ada apa?!,"

Vivian dengan gaya manja meraih tangan Dion. "Nanti malam kita ada acara keluarga. Ibumu mengundang keluargaku makan malam. Temani aku berbelanja ya? Aku ingin beli baju baru untuk acara malam nanti."

"Aku tidak bisa, aku sedang sibuk!," jawab Dion menghindar. Entah mengapa perasaannya pada Vivian sudah tidak membara seperti dulu lagi.

"Ayolah sayang?!, kau harus menemaniku sekarang. Bukan kah sebentar lagi kita akan bertunangan?!," kata Vivian mencoba merayu Dion lagi.

"Eheem," Vivian tersadar bahwa ternyata ada orang lain di ruangan itu. Di lihatnya di sudut ruangan Erick duduk di sana. Dengan bibir yang masih tersenyum, Erick bangkit.

"Baiklah Dion, aku permisi dulu," pamit Erick sambil mengemasi kertas-kertas yang berada di atas meja. "Dan jangan lupa, satu jam lagi kita ada pertemuan dengan tuan Dalton,"

"Baiklah," sahut Dion.

Setelah Erick berlalu, Vivian kembali mendekati Dion.

"Sayang, batalkan saja pertemuanmu dengan tuan Dalton hari ini. Acara keluarga kita lebih penting," rayu Vivian.

Dion menghela napas, dan berkata "Vivian, sebaiknya pertunangan kita di pikirkan kembali."

"Maksudmu, kau mau membatalkan acara pertunangan kita? Kau ingin kita langsung menikah?!, tanya Vivian dengan mata berbinar.

"Bu-bukan itu maksudku." Dion merasa sudah terperangkap dengan perkataannya sendiri.

"Aku rasa kita harus secepatnya menikah?," kata Vivian lagi dengan antusias.

"Vi, Statusku masih seorang suami. Aku dan Ella belum resmi bercerai.. Aku tidak mungkin menikahimu secepatnya." sahut Dion berusaha tidak menyinggung perasaan Vivian. Karena bagaimana pun mereka pernah bersama.

"Tapi seorang pria bisa menikahi lebih dari satu wanita kan?" jawab Vivian mulai merasa tidak nyaman dengan jawaban Dion.

"Tapi, aku berprinsip bahwa tidak akan menduakan istri. Jadi bila aku sudah menikah, cukup satu istri saja dalam rumah tanggaku." Jawaban Dion semakin membuat Vivian jatuh cinta pada Dion.

Ada rasa menyesal di hati Vivian, karena dulu dia sempat meninggalkan Dion. Kali ini, aku berjanji bahwa kau tidak akan pernah kulepaskan lagi, batin Vivian.

"Jadi uruslah perceraianmu secepatnya!?." kata Vivian.

Dion terdiam.

"Apakah kau masih ragu untuk menceraikan Ella?!," tanya Vivian dengan nada kurang senang.

"Aku tidak tahu?," guman Dion pelan.

"Jangan katakan bahwa kau masih mencintainya?!," cerca Vivian yang merasa kesal melihat keraguan Dion.

"Sudahlah, Vivian. Untuk saat ini aku hanya ingin berkonsentrasi pada pekerjaan ku saja." Elak Dion. dan Vivian tidak puas dengan jawaban Dion.

"Sayang, bukankah istrimu itu sudah berselingkuh dan dia sudah melahirkan anak haramnya." Vivian mencoba mengingatkan Dion.

Entah mengapa, perkataan Vivian membuat hati Dion panas. Walau bagaimana pun Ella masih berstatus istrinya. Dia tidak suka bila orang lain menghina istrinya.

"Stop Vivian!, itu urusan rumah tangga kami. Dan kau tidak berhak menghinanya?!." suara Dion terdengar bergetar.

Vivian yang merasa ada yang salah, langsung meminta maaf.

"Sayang, maafkan aku. Aku tidak bermaksud....,"

"Baiklah Vivian, mulai sekarang kita harus berjaga jarak. Tidak enak rasanya di lihat sama orang bila kita sering bersama. Status mu masih gadis, sedangkan aku suami orang!." tegas Dion. Vivian terkejut dengan perkataan Dion.

"Sayang, aku.....,"

"Vivian berhentilah memanggilku dengan sebutan sayang. Bukankah hubungan kita selama ini hanya sebatas teman?!,"

"Tapi, aku....,"

"Sekarang pulanglah. Aku masih banyak pekerjaan yang harus ku selesaikan dengan segera. Dan sebentar lagi pun kami ada pertemuan dengan tuan Dalton." jawab Dion sambil berjalan ke arah pintu.

"Tuan Dalton?. aku mengenalnya. Bagaimana kalau aku membantumu," Vivian masih berusaha membujuk Dion.

"Tidak Vivian, sebaiknya kau pulang dulu. Aku harus pergi sekarang!," kata Dion.sambil berjalan keluar dari ruangannya.

Vivian merasakan bahwa Dion mulai menghindarinya, kemudian Vivian berusaha mengejar Dion. Tapi Dion dengan gesit menghilang dari pandangan Vivian.

Bukan Vivian namanya bila dia akan menyerah. Dengan setengah berlari Vivian mengejar Dion dari lift khusus. Setelah sampai lantai bawah, dia melihat Dion sedang menuju mobilnya.

"Sayang! Tunggu aku!." Vivian setengah berlari mengejar Dion.

Dion menghentikan langkahnya dan menatap Vivian dengan kesal, ekspresinya terlihat tidak senang.

"Vivian, aku sudah memperingatimu, berhentilah memanggilku dengan sebutan sayang dan berhentilah mengikutiku selalu!,"

"Mengapa sekarang kau berubah, Dion. Dulu kau....,"

"Stop Vivian, oke?! Itu masa lalu kita. Jangan pernah kau campur adukkan masa lalu dengan masa sekarang."

"Aku masih mencintai kamu Dion,"

"Vivian jangan konyol, cinta kita sudah berlalu." kata Dion yang sudah terlihat semakin gusar.

"Aku....," ekspresi Vivian berubah, dan ingin sekali berucap.

"Aku ada pertemuan siang ini dengan tuan Dalton. Dan aku tidak punya waktu untuk membahas tentang masa lalu kita."

"Aku ikut, izinkan aku menemanimu. Ayahku kenal dengan tuan Dalton. Dan aku akan meminta beliau untuk membantumu."

"Vivian berhentilah, aku sudah terlambat?!."

"Tapi aku....,"

"Kau tahu betapa pentingnya investasi ini untukku?." Dion menatap Vivian tajam. "Aku tidak ingin masalah pribadi kita, berpengaruh pada perusahaan, Jadi pergilah!."

Setelah mengucapkan itu, Dion langsung berjalan menuju mobilnya.

"Sayang!," Vivian kembali mengejar mobil Dion, dan mengetuk-ngetuk kaca mobil itu. Tapi Dion mengabaikannya.

"Jalan, pak!"

Mobil langsung bergerak meninggalkan Vivian yang masih belum menyerah juga. Vivian menatap mobil itu dengan lunglai.

"Aku harus mendapatkan cintamu kembali, Dion. Apa pun caranya kau harus menjadi miliknya," desis Vivian.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status