Tidak berapa lama mereka sampai juga. Ella melihat sebuah villa yang sangat mewah.
Ella terlihat ragu, karena dia teringat, saat sekarang dia tidak memegang uang sedikitpun, pasti biayanya penginapan sangat mahal."Kau tidak mau masuk?." tanya pria itu, melihat keraguan d mata Ella."Umm...itu, aku...,""Kau kenapa?, jangan katakan bahwa kau berubah pikiran. Apa kau mau bertemu dengan raja hutan di luar sini,?." kata pria itu melihat keraguan di mata Ella."Bukan... itu..... aku saat sekarang tidak punya uang, apa di villa ini boleh kita bayar nanti saja," kata Ella terlihat malu-malu."Umm...begitu?. Tampak pria tersebut seperti sedang berpikir.Ella pun tampak khawatir karena bila si pemilik villa menolaknya maka hidupnya pasti akan berakhir di jalanan.Tak lama kemudian,"Baiklah aku akan bertanya sama si penjaga villa ini dulu, kau berdo'a saja, semoga penjaga villa sedang berbaik hati," kata pria tersebut.Ella dengan cepat mengangguk patuh.Kemudian pria itu masuk ke dalam villa mewah itu, dan hanya butuh sepuluh menit, pria tersebut sudah keluar lagi."Bagaimana?." tanya Ella berharap cemas."Kau beruntung, si penjaga villa rupanya hari ini berulang tahun.""Maksudnya..?""Kau boleh menginap di sini sesukamu, dan pembayaran boleh di saat kau sudah bosan menginap di sini.""Serius..?""Iyaa...dan satu lagi, selama berada di sini, kau akan mendapatkan makan dan minum secara gratis,""Benarkah..?""Iyaa, kalau kau tidak percaya, silahkan kau tanya pada penjaga villa itu," pria itu menunjukkan ke arah seorang wanita setengah baya yang berdiri di sana, sepertinya sedang menunggu dirinya."Alhamdulillah ya Allah..., O iya, namaku Ella," Ella mengulurkan tangannya."Iya ya...panggil saja aku mang ndut,""Mang ndut?." Ella meneliti pria di depannya tidak terlihat gendut, malah terlihat gagah dengan mata biru. Mata yang sama dengan dirinya. Yach, mungkin hanya kebetulan saja."Iyaa... aku tukang kebun di sini," pria yang bernama mang ndut tersenyum dengan manis.Ah, siapa pun namanya, saat ini Ella hanya membutuhkan tempat beristirahat, tubuhnya sudah terasa gerah dan lelah. Di tambah lagi, perutnya sudah berbunyi tanda minta di isi."Terima kasih, mang ndut" kata Ella sambil berlalu dari.hadapan mang ndut untuk masuk ke villa tersebut."Sama-sama" pria yang di panggi sebagai mang ndut menjawab dengan sopan dan manis.Dan dari kejauhan dia memberi kode pada penjaga villa. Si penjaga villa wanita tersebut mengangguk tanda mengerti."Ada-ada saja, tuan muda," guman wanita setengah baya ini. sambil tersenyum lucu.Di bawah pandangan heran si penjaga villa yang bernama bi Hanum dan pak Karim, Ella mendapatkan sebuah kamar, serta beberapa potong roti dan susu jahe, yang mampu mengisi perutnya yang sudah lapar sejak tadi."Pak Karim, kok bisa ya mereka mirip sekali," bisik bi Hanum pada pak Karim, sesaat setelah mengantar Ella ke kamarnya.Penjaga yang di panggil sebagai pak Karim hanya mengangkat bahu."Mungkin mereka satu nenek moyang," bisik pak Karim.Ella yang sudah berada di dalam kamar merasa adem sekali. Karena Villa ini bernunsa pegunungan, udaranya terasa sangat segar, membuat Ella melupakan niatnya hendak bunuh diri."Terima kasih ya Allah, ternyata masih ada orang yang baik hati di luar sana," lirihnya, sebelum matanya terpejam karena kelelahan.Beberapa jam kemudian.....Ella terbangun. Ia merasakan kesegaran tubuhnya telah kembali,Ingatannya menembus waktu.Sekilas bayangan berkelebat di kepalanya. Saat pertengkarannya dengan Dion, saat dia pergi dari rumah, jembatan dan villa ini..."Ya Allah...," matanya menghangat, ketika dia mengingat kembali, semua peristiwa yang menimpa dirinya. Tapi dengan cepat di tepis semua.Cukup!?, tidak akan ada air mata lagi. Lihat dirimu, Ella. Betapa menyedihkan dirimu karena cinta.Dadanya terasa sesak, perlahan Ella melangkah keluar kamar, untuk menghilangkan rasa gundah di hati.Villa ini terasa sepi.Ella menyusuri beberapa ruangan, ada pembatas dinding di sana, dan Ella melewati pembatas itu.Ternyata terdapat sebuah ruangan yang sangat luas. Bahkan di sana ada sebuah meja makan besar, penuh dengan berbagai masakan."Wah, sepertinya ada penyewa lain yang akan mengadakan acara," batin Ella dan ketika dia berniat berlalu dari ruangan tersebut."Selamat malam, nona," sapa seseorang membuat Ella terkejut. Bi Hanum tersenyum ramah, Ella menarik napas lega."Ah, bi Hanum, aku kira siapa.""Non Ella mau makan sekarang," tanya bi Hanum.Ella langsung menggelengkan kepalanya, "Nanti aja bi, mau mandi dulu."Bi Hanum mengangguk sopan."Bik, ada yang mengadakan pesta ya," tanya Ella setengah berbisik sambil menunjukkan ke arah meja."Bukan non, tuan Dalton dan non Velia mau datang kesini,""Siapa?.""Pemilik Villa ini," kata bi Hanum, Ella mengangguk-angguk seperti memikirkan sesuatu."Ya sudah, bik saya mau ke kamar dulu. Mau bersih-bersih," kata Ella kemudian sambil berlalu.Satu jam kemudian....Tok tok tokPintu kamar di ketuk dari luar, Ella yang rebahan, sedang memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya ke depan, langsung bangun untuk membuka pintu."Non di tunggu di ruang makan sama tuan Dalton," kata bi Hanum, Ella mengerjitkan keningnya."Ditunggu?.... loh,"Ella merasa heran. Tetapi dia teringat perkataan mang ndut, bahwa di sini dia akan mendapatkan. makan dan minum secara gratis.Wah, pemilik villa selain baik hati ternyata sangat menghormati si penyewa, pantes aja kaya karena suka membantu orang lain," batin Ella."Iya non, semua sudah menunggu non Ella di sana," kata bi Hanum lagi."Enggak ah, bi. Saya makan di tempat tadi aja," tolak Ella halus karena walau bagaimana pun, dia merasa tidak enak hati bila bergabung dengan si pemilik villa."Tapi non Ella sudah di tunggu," kata bi Hanum lagi.Umm ya sudah, mungkin si pemilik villa mau memberitahu tentang tagihan yang harus di bayarnya karena menginap di villa sini.Dan dia harus bisa meyakinkan si pemilik Villa, bahwa dia pasti akan segera membayarkan tagihan itu."Baiklah bi, saya akan kesana sekarang," kata Ella kemudian, sambil melangkah ke ruang makan tadi.Dan lagi-lagi dia di buat mengernyitkan keningnya...Di sana Ella melihat, seorang pria yang berusia sekitar 70 tahun, masih terlihat gagah. Dan seorang wanita muda, yang wajahnya mirip dengan dirinya.Beberapa detik mereka berdua tampak terkejut, dan wanita itu menyebut namanya Velia."Ella Mayes," kata Ella sambil menyalami pria yang menyebutkan dirinya sebagai tuan Dalton.Tadi sore tuan Dalton mendapat kabar dari Andre, cucunya. Bahwa ada seorang gadis yang mirip dengan Velia.Karena itu tuan Dalton ingin melihat langsung gadis yang bernama Ella. Dan sekarang wanita itu ada di hadapannya."Siapa nama orang tuamu, nak?." tanya tuan Dalton, sesaat setelah Ella duduk di kursi yang kosong."Howad Dalton," jawab Ella pelan."Dan ibumu bernama Mary Mayes," kata tuan Dalton dengan suara agak parau.Ella terkejut, bagaimana mungkin tuan Dalton mengetahui nama ibunya. Apakah mereka mengenal ibunya?.Kemudian di lihatnya tuan Dalton dengan mata berkaca-kaca, menunjukkan sebuah foto pada Ella"Apakah ini foto ayah dan ibumu, nak?" tanya tuan Dalton dengan terharu."Ini.... ini," Ella terpana menatap foto itu.Kemudian Ella melepaskan kalung yang melekat di lehernya. Kalung yang dulu di berikan oleh almarhum ibunya.Di sana ada sebuah liontin yang berisi sebuah foto ayah dan ibunya, dan Ella memperlihatkan foto itu pada mereka."Ya Tuhan, kau cucuku,"Di Area Grand Beunovul, sebuah perkantoran mewah dengan fasilitas yang exclusive. Duduk seorang pria berwajah dingin, acuh dan sedikit arogan di kursi kebesarannya, yang menandakan bahwa dia si pemilik perusahaan besar dan bonafide tersebut. Dia adalah Dion Hutama Putra.Sedangkan di seberang meja, duduk seorang pria bernama Erick. Dia adalah sahabat baik sekaligus sebagai patner Dion dalam berbisnis. Memandangi Dion yang serius di depan komputernya membuat Erick tersenyum dan berkata, "Bagaimana hubunganmu dengan Vivian, kapan kalian akan menikah?."Dion hanya diam saja, matanya tetap mengamati tulisan di depannya. Seakan dia hanya sendiri berada di ruangan itu. "Atau jangan-jangan, kau masih menyimpan rasa pada Ella. Dan masih mengharapkan Ella kembali." pancing Erick, melihat sikap Dion menjadi tertutup semenjak Ella pergi atau tepatnya semenjak mereka punya masalah.Dion menarik napas panjang, kemudian mengalihkan pandangan ke arah Erick."Menurutmu apa pantas seorang istri yan
Memandangi wajah Dion yang tampak gusar, Erick tersenyum dan berkata, "Dion, setelah sekian lama, ternyata kisah cintamu belum selesai juga.""Erick, jangan kau tambahkan persoalanku dengan ocehanmu," sahut Dion tanpa memandang sahabatnya. Erick meledek, "Bagaimana mungkin, seorang Dion bisa berubah seperti ini, patah hati?."Dion melengos."Pesona siapa yang telah membuatmu berubah. Dari Dion yang dulu selalu bersemangat menjadi Dion yang dingin. Pesona Vivian kah? atau pesona Ella?," tanya Erick menggoda sahabatnya."Aku tidak ada waktu mendengar ocehanmu. Sebaiknya kau fokus pada Perusahaan New Strenght Holand . Bagaimana supaya perusahaan itu mau berinvestasi ke perusahaan kita.""Jangan khawatir. Aku mengenal presiden New Strenght Holand, tuan Dalton dengan baik. Beliau tidak seseram yang di bicarakan orang. Hanya saja beliau terlalu di siplin. Jangan coba-coba membuat beliau menunggu. Perusahaanmu akan di gulung hanya sekali jentik,""Hmm.... ?" Dion berpikir seberapa kuatnya p
Di Perumahan mewah.........Dua keluarga sudah duduk berkumpul bersama di sebuah ruang yang di sebut ruangan keluarga.Dan ini pernah terjadi beberapa tahun yang lalu, di saat tuan Hutama, ayah Dion masih ada. Tapi sekarang beliau sudah pergi untuk selamanya.Suasana sekarang pun jauh berbeda. Tidak ada tawa ceria lagi seperti dulu. Karena sekarang Dion lebih banyak diam dan kelihatan tidak bersemangat. Walaupun Vivian berusaha membuat suasana menjadi ceria, tetapi Dion tidak banyak bicara, dia hanya tersenyum saja bila ada yang bercanda."Bagaimana perkembangan perusahaanmu, Dion?," tanya tuan Ferdinand, mantan ayah tunangannya, menghilangkan kekakuan di antara mereka.Sebagai seorang tuan rumah yang baik, Dion berusaha bersikap sopan. Karena bagaimana pun mereka pernah hampir menjadi satu keluarga, tetapi takdir berkata lain."Hanya ada sedikit masalah pak, tetapi semua sudah di atasi," jawab Dion perlahan."Ya, Vivian sudah menceritakaan tentang Grand Beunovul saat ini sedang ada m
"Ja... jadi baby Chintya masih hidup!!," pekik nyonya Maribet kaget mendengar pengakuan anaknya, Dion."Ampuni aku ibu, aku salah. Saat itu aku terbawa emosi, karena sakit hati mendengar Ella berselingkuh," Dion bersimpuh dengan berurai air mata di hadapan ibunya, memohon ampun karena telah melakukan kesalahan yang sangat fatal."Apa yang telah engkau lakukan, nak." tanya nyonya maribet sambil berurai air mata.Beliau begitu shock mendengar pengakuan putranya. Dia tidak menyangka, Dion tega melakukan hal yang sangat kejam.Karena walau Chintya bukan darah daging Dion, Dion tidak berhak memisahkan anak dari ibunya, dengan alasan apa pun."Dimana sekarang baby Chintya di rawat," tanya nyonya Maribet."Di rumah sakit Healthy Hospital, bu" jawab Dion perlahan masih menunduk.Atas saran dokter, Dion tidak punya pilihan lain. Akhirnya dia memindahkan baby Chintya ke rumah sakit yang lebih besar, dimana peralatan medisnya lebih lengkap."Antarkan ibu kesana," kata nyonya Maribet kemudian."Iy
Mobil mewah itu berhenti tepat di depan rumah panti asuhan.Beberapa anak yang sedang menyapu halaman rumah panti langsung berdiri dengan pandangan ingin tahu, siapa yang datang.Dan ketika seorang wanita cantik turun dari mobil, anak-anak tersebut langsung berhamburan berlarii mendekati si pemilik mobil."Kak Ella..... kak Ella...... kak Ella," teriak riuh anak-anak panti kegirangan menyambut Ella, dan kegembiraan mereka bertambah tatkala mereka mendapatkan hadiah dari Ella."Bagi-bagi ya buat semua," seru Ella terharu dan bahagia melihat anak-anak yatim piatu itu tertawa bahagia.Pak sopir juga membantu menurunkan beberapa barang dan membagikan pada anak-anak itu."Jangan rebutan, semua kebagian," seru Ella lagi, di sela tawa bahagia anak-anak panti.Rupanya, sebelum datang tadi Ella menyempatkan diri membeli makanan dan mainan untuk anak-anak panti.Bu Asih yang mendengar suara ribut di luar langsung keluar rumah, ingin tahu apa yang sedang terjadi."Ya Tuhan, nak," bu Asih terbelal
Suara dentuman musik terdengar hingar bingar memekakkan telinga. Aroma tembakau dan alkohol yang begitu kental memenuhi ruangan.Beberapa pria hidung belang dan wanita berpakaian minim dengan riasan yang menor berjoget dan menari di sana, tawa dan teriakkan mereka menambah bingarnya suasana.Malam ini, Dion terdampar di sini di lautan kemaksiatan. Karena saat ini hati Dion penuh amarah yang berkobar dan kekecewaan yang sangat dalam. Pikirannya kalut dan kacau.Bayangan senyuman Ella menari-nari di pelupuk matanya. Dion duduk di ruangan VIP, Dia meminta pada pelayan untuk memberikannya lagi minuman yang terbaik.Entah berapa banyak sudah minuman beralkohol itu berada di perutnya. Dan botol-botol yang sudah kosong pun berhamburan di atas meja.Ada getaran di saku celananya, Dion meraihnya, dengan sembarang dia mengangkat telponnya."Ha...loooo," kemudian dia terkulai di tempatnya."Dion, kau dimana?!!" teriakkan itu tenggelam dengan suara musik.Dion pun yang sudah sangat mabuk, tidak
Sore ini, Ella sedang bersiap-siap untuk pulang ke rumah, setelah seharian berkutet dengan berkas-berkas di kantor.Hari ini sungguh melelahkan, dia membayangkan berada di ruangan spa, sungguh menyenangkan. Dia berencana memanjakan tubuhnya di SPA NEW STRENGHT, milik keluarganya.Tapi sebelum dia melangkah pergi, suara deringan di ponselnya menghentikan langkahnya.Dia melirik ponselnya, tidak ada nama hanya ada nomor yang tertera di sana. Sejenak dia mengernyitkan keningnya, nomor itu...."Halo Ella," suara khas itu, sangat familiar dengannya. Ella terdiam, dadanya terasa sesak. Bahkan dia tidak berani menghela napas, walau sekedar menghalau deburan dihatinya. Dia menjadi bingung antara sedih, marah dan kecewa."Ella, bisakah kita bertemu? Ada sesuatu yang ingin aku katakan, sangat penting." suara Dion terdengar dari seberang."Katakan saja, ada apa?! Aku tidak ada waktu!," jawab Ella dengan ketus.Terdengar suara helaan napas berat di seberang sana."Aku ingin menunjukkan sesuatu, t
"Bagaimana, bila kita lakukan test DNA sekali lagi," tantang Ella."Baik, ayo kita lakukan!," jawab Dion tidak mau kalah karena merasa sangat yakin."Dion!, Ella stop!," tiba-tiba nyonya Maribet berdiri di hadapan mereka berdua. Dion dan Ella yang tadinya sudah saling tuding langsung terdiam."Apa yang kalian ributkan?!, Apa kalian sadar, saat ini Chintya di dalam sana sedang berjuang dengan penyakitnya. Chintya butuh orang tua yang mendukungnya, bukan orang tua yang saling meributkan sesuatu yang tidak jelas!!?," kata nyonya Maribet dengan nada keras."Dion, kau sebagai kepala rumah tangga, seharusnya lebih bijaksana. Bukan arogan seperti tadi!?." kata nyonya Maribet lagi, kemudian berpaling ke arah Ella. " Dan kau Ella, sebagai seorang istri dan seorang ibu, harusnya lebih sabar.""Tapi, bu...," sela Dion."Tidak ada tapi-tapian, Ini sudah terjadi. Dan yang terpenting sekarang, bagaimana cara supaya Chintya bisa sembuh dulu." kata nyonya Maribet dengan wajah merah padam.Sebenarnya n