Siang ini, Bagas---salah satu kakak kembar Amanda menelepon bahwa dia tidak bisa menjemput sang adik ke sekolah karena mereka ada pelajaran tambahan. Bukan semacam kursus atau semacamnya, tapi merupakan hukuman untuk mereka karena ketahuan lagi ngejahilin teman sekelas sampai pingsan. Benar-benar keusilan tingkat tinggi mereka.
Karena tidak ada jemputan, Amanda terpaksa naik bus kota yang penuh sesak dengan anak-anak SMA juga sama sepertinya. Untuk beberapa saat Amanda pun heran, apa dari ratusan bahkan ribuan anak sekolah di Jakarta ini semuanya naik bus kalau pulang sekolah? Kenapa bus selalu penuh begini? Dan kenapa juga pemerintah tidak menambah jasa angkutan bus umum saja? Berdesak-desakan dengan orang-orang di dalam bus membuat Amanda merasa sesak dan juga panas. Apalagi bukan sekali atau dua kali kakinya keinjek sama orang lain. Maklumlah, kalau suasana bus yang penuh sesak itu pasti semua orang tersiksa di dalamnya. Amanda adalah salah satu penumpang yang tidak beruntung hari ini. Dia tidak kebagian tempat duduk dan terpaksa harus berdiri di antara puluhan pelajar SMA dari berbagai sekolah yang berbeda. Bus berbelok dan membuat tubuh Amanda oleng lalu menabrak salah satu penumpang di sebelahnya. Amanda yakin, kalau saja penumpang itu tidak bisa menahan keseimbangan tubuhnya, pasti mereka akan oleng berjamaah saat Amanda menubruknya. Amanda bisa melihat dengan jelas cowok itu mengenakan seragam SMA yang sama dengannya. Dan saat rasa penasaran merasuki tubuhnya, dia mendongakkan kepalanya untuk melihat seperti apa wajah cowok itu. Alangkah kagetnya Amanda saat melihat cowok itu. 'Alvan?' Cowok itu juga sedikit menundukkan kepalanya melihat Amanda. Wajahnya masih tetap datar seperti biasanya. Alvan yang ternyata sejak tadi berdiri di sebelah Amanda dan Amanda tidak tahu? Bagaimana mungkin Amanda sampai tidak tahu? Saat naik ke bus dari halte tadi juga Amanda tidak tahu kalau cowok itu ikut naik. Sekarang ini jarak mereka sangat dekat. Jauuh lebih dekat daripada duduk sebangku saat di kelas. Di antara kerumunan penumpang yang berdesak-desakan itu, Amanda tidak bisa menjauhkan tubuhnya meskipun setengah senti saja. Semuanya penuh sesak. 'Duuuhh ... gimana, nih?' Amanda mendadak merasakan detak jantungnya sangat cepat dan membuatnya tidak nyaman. “PAK!! PAK!! BERHENTI!!!” teriakan Amanda membahana di seluruh ruangan bus yang penuh sesak. Teriakan Amanda didengar oleh kenek dan juga langsung mengisyaratkan pada sopir untuk menghentikan busnya. Amanda dengan susah payah menerobos kerumunan penumpang untuk cepat turun dari bus. Tidak tahan berada lama-lama di dekat Alvan. Jantungnya bisa copot. Dan Amanda pun akhirnya turun sebelum sampai di tujuan. *** Amanda sedang rebahan di kasur empuknya. Kelelahan. Kedua kakinya terasa mau lepas dari tubuhnya setelah berjalan sekitar 500 meter sebelum mendapatkan angkot. Badannya pegal-pegal dan otaknya ruwet tidak karu-karuan memikirkan besok ada ulangan Kimia. Tapi malam ini sama sekali tidak ada tenaga untuk Amanda belajar. Jangankan untuk belajar Kimia, untuk bangun saja tidak kuat. Capek. Ngantuk. Hari ini jauh lebih capek dari biasanya karena Amanda turun dari bus sebelum sampai tujuan dan penderitaan pun masih belum berakhir sebelum Amanda berhasil berlayar ke alam mimpinya. Karena mengantuk, Amanda memutuskan untuk tidur saja dulu sebentar. Dia baru saja dua menit memejamkan matanya, proses untuk berlayar ke alam mimpi, tapi tiba-tiba wajah Alvan di bus kota tadi siang muncul di kepala Amanda. Membuat konsentrasi tidur Amanda buyar dan matanya membelalak seketika. “Hah? Apaan tuh?” Amanda kaget dan langsung bangun dengan segera. “Itu cowok freak ngapain sih, muncul-muncul di kepala gue? Dapet izin dari mana coba dia? Nggak sopan banget?” Amanda ngomel-ngomel sendiri. “Lagian tadi siang gue tuh kenapa, sih? Ngapain juga nih jantung gue pake berdebar-debar segala? Bikin keki aja, deh!” Amanda pun pusing memikirkan hal yang sama sekali tidak dia mengerti. Lalu dia putuskan untuk menyerah saja dan lebih memikirkan mengistirahatkan tubuhnya yang rasanya masih remuk-remuk itu dengan kembali menjatuhkan tubuhnya ke kasurnya. Tidur lagi. *** Waktu berjalan cepat. Setidaknya itu untuk Amanda. Maksudnya sih tadi malam Amanda hanya mau tidur sebentar untuk menghilangkan rasa lelahnya akibat berjalan jauh, tapi dia keterusan tidurnya dan terbangun di pagi hari. Dia kelabakan sendiri karena lupa belum belajar untuk ulangan Kimia hari ini. Jangankan memikirkan ulangan kimia, bangun pun dia kesiangan hari ini. Dan tumben-tumbenan juga si kembar tidak usil lagi. Baru kali ini Amanda berharap akan ada lima jam beker di kamarnya lagi. Karena tadi malam Amanda tidur tanpa rencana, dia juga belum menyalakan alarm jam beker. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain pasrah menerima nasib buruk apa lagi yang akan menimpanya hari ini. Hanya tinggal menghitung waktu saja menuju penderitaan Amanda berikutnya. Di sekolah penderitaan Amanda pun dimulai. Saat ulangan Kimia, dia sama sekali tidak bisa mengerjakan satu soal pun. Bagaimana mau bisa? Belajar saja lupa. Gara-gara kelelahan Amanda jadi tidak punya tenaga buat melek tadi malam. Dan semua itu gara-gara Alvan. 'Mampus deh, gue. Soal-soalnya susah banget, lagi. Mana gue nggak belajar sama sekali semalam. Gimana nih?' Amanda dengan diam-diam menolehkan kepalanya yang kaku ke arah sebelah. Alvan terlihat sibuk mengerjalan soal ulangannya di tengah-tengah situasi kelas yang hening dan sunyi itu. Dia sama sekali tidak kelihatan bingung atau pusing dengan soal-soal Kimia yang susah itu. Otak Amanda saja sudah hampir meledak, tapi itu cowok tetap santai-santai saja dan lancar-lancar saja mengerjakannya. Amanda pun berpikir kalau Alvan pastilah pintar. Sama seperti ‘dia’ yang juga pintar dalam pelajaran. Amanda pun mendesah pelan, kenapa dari dulu dia selalu berurusan dengan cowok yang jauh lebih pintar darinya? Otak Amanda mulai bekerja lagi. Bukan untuk mengerjakan soal ulangan melainkan mencoba untuk melirik pekerjaan Alvan, siapa tahu ada satu atau dua soal yang bisa dia contek. Dengan pelan-pelan dia menggeser duduknya mendekat ke arah Alvan, tapi lagi-lagi dia dikejutkan dengan penggaris 30 cm di depan matanya. “Oh My God.” Amanda kaget. “Jaga jarak,” ujar Alvan tanpa melihat ke arah Amanda. Meskipun kaget tapi Amanda juga heran juga sama Alvan. Dia tahu aja kalau Amanda menggeser duduknya mendekati dia tanpa menoleh sedikit pun. 'Apa mungkin tuh cowok punya indera keenam kali, ya?' Pikiran ngaco Amanda pun mulai bekerja gara-gara otaknya ruwet seruwet rumus-rumus Kimia.“Tapi kalo menurut gue, lo nggak harus ngelakuin itu. Sekeras apa pun usaha lo buat bisa bikin semua orang benci sama lo, semuanya nggak akan ngaruh karena tiap orang berhak buat disayangi. Termasuk juga lo.”“...”“Buktinya aja, mama tiri lo yang nggak lo sukai pun tetep sayang sama lo. Papa lo meskipun menyimpan rahasia yang menyakitkan dan mendapat perlakuan kasar dari lo, tetep sayang sama lo. Arga, yang nggak pernah lo sayangi pun tetep sayang juga sama lo. Itu semua bukti kalo lo itu emang pantes buat disayangi. Lo nggak perlu ngelakuin apa pun buat bikin orang lain sayang sama lo atau ngelakuin sesuatu buat bikin orang lain benci sama lo.”“...”“Dan lo juga harus bisa membuka hati lo buat orang lain yang sayang sama lo. Sayangi mereka juga yang sayang sama lo, Van. Lo nggak bisa terus-terusan terpuruk dalam kesedihan dan rasa bersalah, karena apa yang dibilang Papa lo itu bener. Kewajiban orangtua adalah melindungi anaknya, bahkan mempertaruhkan nyawanya demi anak yang mereka
Awalnya Amanda mau bilang ‘nggak mau’, tapi setelah dipikir-pikir nggak ada ruginya juga menerima tawaran Alvan ini. Toh semua itu kan permintaannya Aldy.Semua hal yang berhubungan dengan Aldy sudah pasti terbaik buat Amanda. Amanda selalu percaya sama cowok itu hingga sekarang. Meskipun Aldy sudah tidak ada, tapi Amanda tetap percaya pada Aldy.“Mau gue jagain lo?” tanya Alvan lagi dengan wajah lebih serius dari yang tadi.Kelihatannya kali ini cowok itu tidak main-main.Amanda berpikir sejenak untuk tetap imejnya kemudian mengangguk setelah mendapat ide. “Oke, deh. Gue mau lo jagain. Asal...”“Asal?”Wajah tegang Amanda pun berubah santai dan lebih kalem. “Asal lo nggak boleh sakit lagi.”Alvan terdiam. Wajahnya mulai terlihat melunak mendengar ucapan Amanda.“Gimana? Sanggup nggak lo?”“Sanggup.”Alvan mengangguk mantap. “Lagian gue juga nggak suka sakit-sakitan terus. Capek.”Amanda tersenyum senang plus lega. “Bagus, bagus. Itu yang namanya anak yang baik,” ujarnya sambil mengus
Deburan ombak pantai kembali menjadi pemandangan satu-satunya yang bisa dilihat Alvan dan Amanda sore ini. Sudah seminggu yang lalu Alvan keluar dari rumah sakit dan baru hari ini mereka bisa keluar berdua. Karena Alvan masih harus banyak istirahat, Amanda tidak berani ngajak-ngajak keluar.Selain itu kalau Amanda buru-buru ngajak Alvan pergi, pasti tuh cowok langsung mikir yang tidak-tidak karena sebenarnya Amanda memang sengaja menunggu Alvan sampai sembuh.Suasana sore hari di pantai yang tidak pernah berubah. Angin bertiup dengan kencangnya dan matahari semakin meredup karena hari sudah mulai sore.Belakangan ini angin memang sedang semangat-semangatnya bertiup kencang, seperti hari ini. Dan Amanda yang menguraikan rambut panjangnya pun kerepotan karena tiupan angin terus mengibar-ngibarkan rambutnya sampai berantakan tidak karuan.Amanda pun merogoh-rogoh saku celana sambil ngedumel sendirian dan kemudian mengikat rambutnya asal-asalan. Tidak apa-apa acak-acakan yang penting tida
Amanda membawa Alvan ke taman rumah sakit. Di taman itu mereka bisa menikmati pemandangan yang jauh lebih menyenangkan daripada di dalam ruang ICU, banyak tanaman bunga yang sedang mekar dengan indah.Buat Alvan juga sekalian nyari hiburan setelah seminggu lebih terkurung di dalam ruang ICU yang pengap dan menakutkan itu.“Apa lo sering dateng ke sini?” tanya Alvan membuka percakapan karena sejak tadi mereka cuma diam-diaman tak jelas.“Hah?” Amanda sempat kaget dan linglung. “Kenapa emangnya lo pengen tahu?”“Ya jelas gue pengen tahu,” jawab Alvan jutek. “Kenapa emangnya kalo gue pengen tahu?” Alvan balik bertanya.Cowok itu memang paling bisa membalikkan pertanyaan dan membuat Amanda mati kutu seperti sekarang ini. “Iya. Gue sering ke sini. Kenapa emangnya?”“Mau ngapain lo sering dateng ke sini? Nyapu halaman apa bantuin tukang kebun buat motong rumput?”GRRRR ....'Nih cowok meskipun sakit begitu tetap saja berhasil membuat Amanda gondok. Sifat menyebalkannya masih tetap sama.'Da
Setelah pulang sekolah, Amanda melakukan kegiatan rutinnya selama seminggu ini yaitu mengunjungi Alvan ke rumah sakit. Seperti hari biasanya juga Amanda datang dengan membawa buah-buahan segar berupa anggur merah kesukaan Alvan. Mama Alvan sempat cerita kalau Alvan paling suka sama anggur merah dan Amanda selalu datang membawakan yang segar dengan harapan saat cowok itu bangun akan merasa senang ada makanan kesukaannya.Dengan senyuman mengembang, Amanda berjalan sambil sesekali mengintip kantong plastik putih yang dibawanya. Di dalam kantong plastik itu terdapat satu kilogram anggur merah.Amanda membuka pintu ruang ICU dengan wajah ceria, karena dia sudah berjanji tidak akan menangis lagi saat mengunjungi Alvan seperti waktu pertama kali dia datang. Amanda sudah berhasil melakukannya selama beberapa hari ini.“Van, gue dateng.”Namun keceriaan Amanda sirna saat melihat ternyata ruangan itu kosong dan tempat tidurnya juga bersih tanpa ada Alvan di sana. Membuat Amanda bingung dan jug
Amanda pulang dari rumah sakit larut malam. Dia merasa capek banget dan juga ngantuk. Tubuhnya lemah karena terlalu lama menahan rasa kantuknya, bahkan tadi dia juga sempat tertidur sebentar di dalam taksi saat perjalanan pulang.Amanda tidak sanggup berjalan ke lantai dua untuk tidur di kamarnya, dan dia pun pasrah dengan menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Amanda tertidur dengan posisi miring dan memeluk bantal sofa.Belum sampai sepuluh menit Amanda tenggelam dalam alam tidurnya, dia sudah tiba di alam mimpinya.Amanda seperti berada di sebuah taman bunga yang indah banget dengan tanaman bunga mawar merah mengelilingi tempatnya berdiri saat ini. Amanda baru menyadari kalau dia memakai baju putih-putih dan saat dia menengadahkan kepalanya ke atas, dia melihat kabut tebal di atas kepalanya. Entah apa yang ada di atas kabut tebal itu.Langit? Bisa jadi.Karena dengan ketebalan seperti itu, tidak ada celah sedikit pun untuk Amanda bisa melihat apa yang ada di atas kabut tersebut.