Beranda / Young Adult / Janji Amanda / 7. Alvan Memang Rese

Share

7. Alvan Memang Rese

Penulis: Larasatiameera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-11 19:23:33

Setelah ulangan selesai, Bu Wanda menyuruh siswa yang duduk di barisan paling depan untuk mengumpulkan kertas ulangan teman-temannya lalu mengumpulkannya ke meja guru.

Tepat setelah semua kertas ulangan terkumpul di meja Bu Wanda, bel tanda istirahat pun berbunyi. Bu Wanda berpamitan dan berjalan keluar kelas. Semua siswa langsung lemas seketika, mereka tidak berniat keluar kelas untuk sekedar makan siang untuk isi perut. Mengistirahatkan otak mereka dengan tidur sebentar jauh lebih baik daripada berdesak-desakan di kantin untuk memesan makanan.

Toh mereka tidak akan mati hanya karena tidak makan siang sehari saja. Tapi mereka akan mati kalau otak mereka terus bekerja tanpa istirahat. Dan mereka pun memilih pilihan kedua untuk tidur sebentar di kelas sampai jam istirahat habis.

Amanda menyangga kepalanya yang rasanya mau pecah. Dia pasrah saja apa yang akan terjadi dengan ulangan kimia nya hari ini. Semua soal terlihat blank di otaknya, dan semuanya hanya dia kerjakan secara asal-asalan. Bodo amatlah akan mendapatkan nilai berapa.

Kalau dapat nilai nol paling tidak Amanda hanya akan mendapatkan omelan atau remidial dari Bu Wanda, tapi kalau otaknya benar-benar meledak, itu akan lebih bahaya lagi. Amanda lebih sayang otaknya.

“Kenapa lo?” terdengar pertanyaan sinis dan meledek dari orang terdekat Amanda. “Pusing?”

Amanda melirik sinis ke sebelahnya. Rupanya benar dugaan Amanda, pertanyaan tadi dilontarkan oleh Alvan. Dan tumben-tumbenan banget tuh cowok perhatian.

“Nggak bisa ngerjain soal karena tadi malem lo nggak belajar?” Alvan terlihat lebih semangat untuk mengejek Amanda. “Ngapain aja lo semalam nggak belajar, hah? Di rumah nggak pernah belajar, terus di sekolah kerjaannya ngelamun mulu? Sebenernya lo niat mau sekolah apa enggak, sih?”

“HEH!” Amanda menggebrak meja yang membuat semua siswa yang berencana mau tidur siang itu pun kaget dan terbangun seketika.

Natasha dan Benny pun harus segera menolehkan kepala mereka ke belakang mendengar keributan itu.

“Lo punya masalah ya, sama gue? Kenapa sih, lo nyebelin banget, hah?”

Alvan tertawa sinis, menpanggap kekesalan Amanda itu adalah sesuatu yang lucu menurutnya.

“Buat ngadepin orang males kayak lo, gue nggak perlu harus punya masalah dulu sama lo. Emang iya kan, lo itu orangnya males. Males belajar dan nggak niat buat sekolah.”

Alvan mengubah posisi duduknya berhadapan dengan Amanda. “Tadi aja lo mau nyontek punya gue, kan? Jangan dikira gue nggak tahu.”

Amanda benar-benar jengkel dengan cowok itu. Bisa-bisanya dia membeberkan masalah memalukan itu di depan semua teman-temannya. Padahal tadi Amanda tidak bermaksud untuk menyontek, hanya mau lihat sebentar dan ternyata ketahuan. Dia juga tidak sempat melihat apa-apa di kertas ulangan Alvan. Jadi hal itu tidak bisa disebut nyontek, dong.

Tapi tatapan semua teman-temannya mengisyaratkan kalau mereka percaya apa yang dikatakan Alvan.

“Apaan, sih? Gue nggak nyontek!” kata Amanda pada semua teman-temannya. “Dan lo juga nggak usah sok pinter deh, di sini!” Amanda menunjuk wajah sengak Alvan yang berada tepat di depannya. “Daripada gue nyontek lo, mendingan gue dapet nilai nol. Itu jauh lebih terhormat buat gue daripada gue harus nyontek punya lo.”

Alvan tak peduli sedikit pun, dia tetap menghadapi omongan Amanda dengan santai seperti sedang bersantai sambil minum teh. “Oh, hebat banget lo? Gue baru kali ini lho, denger ada orang yang bangga dapet nilai nol.”

Amanda kesal sekali dengan Alvan. Dia sudah ingin sekali menonjok wajah Alvan yang sengak itu sampai babak belur, tapi ditahannya. Ada saatnya nanti Amanda akan menghajar cowok itu sampai tidak bisa berkutik lagi. Itu yang ada di pikiran Amanda saat ini.

“Iya, gue bangga. Puas lo?”

“Puas banget,” jawab Alvan sambil mengangguk-angguk. “Tapi gue cuma heran aja, kenapa orang males kayak lo ini bisa masuk kelas IPA?”

GRRRRR!!!

Rupanya itu cowok masih belum kehabisan ide untuk mengejek Amanda. Tidak tahu kenapa semakin ke sini Amanda mulai terbiasa dengan sikap Alvan ini dan dia juga mulai bisa untuk menahan dirinya. Paling tidak, dia tidak akan ngamuk-ngamuk seperti saat bertengkar dengan Benny berebut bangku kemarin. Sepertinya Alvan ini bukan tipe orang yang bisa dilawan dengan kekerasan fisik.

Satu-satunya yang harus dilakukan Amanda adalah berusaha menghindar sejauh-jauhnya dari cowok itu, dengan begitu Alvan tidak akan punya kesempatan untuk meledeknya lagi, dan hal itu bisa dilakukan kalau Amanda bisa mendapatkan bangkunya kembali.

Tapi bagaimana caranya mengusir Benny? Belakangan ini Benny juga mendadak berubah menjadi menyebalkan. Cowok cungkring itu selalu saja punya seribu satu cara untuk menggagalkan rencananya, seolah-olah semua ide di kepala Amanda bisa terbaca olehnya.

Sementara Amanda dan Alvan bertengkar adu mulut, semua teman-teman mereka matanya pada melek semua, tidak jadi ngantuk. Otak juga mulai fresh lagi melihat ‘hiburan’ di kelas mereka. Lumayan, bisa menjadi tontonan segar setelah pusing memikirkan soal-soal Kimia yang bikin kepala hampir meledak.

***

Amanda masih kesal teringat kejadian di sekolah hari ini. Dimana Alvan sudah berhasil mempermalukannya di depan semua teman-teman. Kebetean Amanda masih belum hilang sampai si kembar menjemputnya untuk pulang.

“Kak Bagas, Kak Bagus. Kalian berdua harus inget, ya! Inget-inget hal ini dan jangan sampe lupa!” Amanda memberikan wanti-wanti akan sesuatu dan kelihatannya penting banget.

“Inget apa?” tanya Bagas mewakili Bagus juga.

“Mulai sekarang kalian nggak boleh lagi absen buat jemput aku pulang sekolah. Aku nggak mau lagi harus pulang sekolah naik bus terus ketemu lagi sama cowok gila itu.”

“Cowok siapa?” Bagus penasaran akut, dan dia kembali menolehkan kepalanya ke belakang.

“Kamu punya gebetan baru di sekolah, Man? Aduh!” Bagus mengelus kepalanya yang habis dijitak oleh Amanda tanpa alasan yang jelas. “Kok dipukul, sih?”

Bagas tertawa melihat adik kembarnya dijitak oleh Amanda karena gebleknya kumat lagi.

Sudah jelas-jelas Amanda sedang membicarakan tentang cowok yang dia benci di sekolah, eh Bagus malah bertanya tentang gebetan.

“Gebetan apanya? Nggak ada gebetan!” bentak Amanda dengan tampang penuh kemarahan.

“Pokoknya aku nggak mau terima alasan apa pun ya, Kak. Kakak nggak boleh absen lagi buat jemput aku. Aku nggak mau naik bus lagi, jalan kaki jauh – jauh, kecapekan, lupa belajar, nggak bisa ngerjain ulangan, dan dapat kuliahan dari cowok nggak penting itu. Ngerti?”

Bagus sudah mulai membuka mulutnya saat Amanda menunjuk tepat di depan mukanya.

“Nggak usah tanya apa-apa karena aku nggak bakal mau jawab.” Amanda menolak mendapat pertanyaan apa pun dari Bagus.

Bagus menutup mulutnya lagi. Tak jadi bertanya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Janji Amanda   73. Janji Amanda

    “Tapi kalo menurut gue, lo nggak harus ngelakuin itu. Sekeras apa pun usaha lo buat bisa bikin semua orang benci sama lo, semuanya nggak akan ngaruh karena tiap orang berhak buat disayangi. Termasuk juga lo.”“...”“Buktinya aja, mama tiri lo yang nggak lo sukai pun tetep sayang sama lo. Papa lo meskipun menyimpan rahasia yang menyakitkan dan mendapat perlakuan kasar dari lo, tetep sayang sama lo. Arga, yang nggak pernah lo sayangi pun tetep sayang juga sama lo. Itu semua bukti kalo lo itu emang pantes buat disayangi. Lo nggak perlu ngelakuin apa pun buat bikin orang lain sayang sama lo atau ngelakuin sesuatu buat bikin orang lain benci sama lo.”“...”“Dan lo juga harus bisa membuka hati lo buat orang lain yang sayang sama lo. Sayangi mereka juga yang sayang sama lo, Van. Lo nggak bisa terus-terusan terpuruk dalam kesedihan dan rasa bersalah, karena apa yang dibilang Papa lo itu bener. Kewajiban orangtua adalah melindungi anaknya, bahkan mempertaruhkan nyawanya demi anak yang mereka

  • Janji Amanda   72. Takut Kehilangan

    Awalnya Amanda mau bilang ‘nggak mau’, tapi setelah dipikir-pikir nggak ada ruginya juga menerima tawaran Alvan ini. Toh semua itu kan permintaannya Aldy.Semua hal yang berhubungan dengan Aldy sudah pasti terbaik buat Amanda. Amanda selalu percaya sama cowok itu hingga sekarang. Meskipun Aldy sudah tidak ada, tapi Amanda tetap percaya pada Aldy.“Mau gue jagain lo?” tanya Alvan lagi dengan wajah lebih serius dari yang tadi.Kelihatannya kali ini cowok itu tidak main-main.Amanda berpikir sejenak untuk tetap imejnya kemudian mengangguk setelah mendapat ide. “Oke, deh. Gue mau lo jagain. Asal...”“Asal?”Wajah tegang Amanda pun berubah santai dan lebih kalem. “Asal lo nggak boleh sakit lagi.”Alvan terdiam. Wajahnya mulai terlihat melunak mendengar ucapan Amanda.“Gimana? Sanggup nggak lo?”“Sanggup.”Alvan mengangguk mantap. “Lagian gue juga nggak suka sakit-sakitan terus. Capek.”Amanda tersenyum senang plus lega. “Bagus, bagus. Itu yang namanya anak yang baik,” ujarnya sambil mengus

  • Janji Amanda   71. Menjagamu

    Deburan ombak pantai kembali menjadi pemandangan satu-satunya yang bisa dilihat Alvan dan Amanda sore ini. Sudah seminggu yang lalu Alvan keluar dari rumah sakit dan baru hari ini mereka bisa keluar berdua. Karena Alvan masih harus banyak istirahat, Amanda tidak berani ngajak-ngajak keluar.Selain itu kalau Amanda buru-buru ngajak Alvan pergi, pasti tuh cowok langsung mikir yang tidak-tidak karena sebenarnya Amanda memang sengaja menunggu Alvan sampai sembuh.Suasana sore hari di pantai yang tidak pernah berubah. Angin bertiup dengan kencangnya dan matahari semakin meredup karena hari sudah mulai sore.Belakangan ini angin memang sedang semangat-semangatnya bertiup kencang, seperti hari ini. Dan Amanda yang menguraikan rambut panjangnya pun kerepotan karena tiupan angin terus mengibar-ngibarkan rambutnya sampai berantakan tidak karuan.Amanda pun merogoh-rogoh saku celana sambil ngedumel sendirian dan kemudian mengikat rambutnya asal-asalan. Tidak apa-apa acak-acakan yang penting tida

  • Janji Amanda   70. Kebahagiaan Amanda

    Amanda membawa Alvan ke taman rumah sakit. Di taman itu mereka bisa menikmati pemandangan yang jauh lebih menyenangkan daripada di dalam ruang ICU, banyak tanaman bunga yang sedang mekar dengan indah.Buat Alvan juga sekalian nyari hiburan setelah seminggu lebih terkurung di dalam ruang ICU yang pengap dan menakutkan itu.“Apa lo sering dateng ke sini?” tanya Alvan membuka percakapan karena sejak tadi mereka cuma diam-diaman tak jelas.“Hah?” Amanda sempat kaget dan linglung. “Kenapa emangnya lo pengen tahu?”“Ya jelas gue pengen tahu,” jawab Alvan jutek. “Kenapa emangnya kalo gue pengen tahu?” Alvan balik bertanya.Cowok itu memang paling bisa membalikkan pertanyaan dan membuat Amanda mati kutu seperti sekarang ini. “Iya. Gue sering ke sini. Kenapa emangnya?”“Mau ngapain lo sering dateng ke sini? Nyapu halaman apa bantuin tukang kebun buat motong rumput?”GRRRR ....'Nih cowok meskipun sakit begitu tetap saja berhasil membuat Amanda gondok. Sifat menyebalkannya masih tetap sama.'Da

  • Janji Amanda   69. Terima Kasih, Tuhan

    Setelah pulang sekolah, Amanda melakukan kegiatan rutinnya selama seminggu ini yaitu mengunjungi Alvan ke rumah sakit. Seperti hari biasanya juga Amanda datang dengan membawa buah-buahan segar berupa anggur merah kesukaan Alvan. Mama Alvan sempat cerita kalau Alvan paling suka sama anggur merah dan Amanda selalu datang membawakan yang segar dengan harapan saat cowok itu bangun akan merasa senang ada makanan kesukaannya.Dengan senyuman mengembang, Amanda berjalan sambil sesekali mengintip kantong plastik putih yang dibawanya. Di dalam kantong plastik itu terdapat satu kilogram anggur merah.Amanda membuka pintu ruang ICU dengan wajah ceria, karena dia sudah berjanji tidak akan menangis lagi saat mengunjungi Alvan seperti waktu pertama kali dia datang. Amanda sudah berhasil melakukannya selama beberapa hari ini.“Van, gue dateng.”Namun keceriaan Amanda sirna saat melihat ternyata ruangan itu kosong dan tempat tidurnya juga bersih tanpa ada Alvan di sana. Membuat Amanda bingung dan jug

  • Janji Amanda   68. Aku Kangen Kamu, Al

    Amanda pulang dari rumah sakit larut malam. Dia merasa capek banget dan juga ngantuk. Tubuhnya lemah karena terlalu lama menahan rasa kantuknya, bahkan tadi dia juga sempat tertidur sebentar di dalam taksi saat perjalanan pulang.Amanda tidak sanggup berjalan ke lantai dua untuk tidur di kamarnya, dan dia pun pasrah dengan menjatuhkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Amanda tertidur dengan posisi miring dan memeluk bantal sofa.Belum sampai sepuluh menit Amanda tenggelam dalam alam tidurnya, dia sudah tiba di alam mimpinya.Amanda seperti berada di sebuah taman bunga yang indah banget dengan tanaman bunga mawar merah mengelilingi tempatnya berdiri saat ini. Amanda baru menyadari kalau dia memakai baju putih-putih dan saat dia menengadahkan kepalanya ke atas, dia melihat kabut tebal di atas kepalanya. Entah apa yang ada di atas kabut tebal itu.Langit? Bisa jadi.Karena dengan ketebalan seperti itu, tidak ada celah sedikit pun untuk Amanda bisa melihat apa yang ada di atas kabut tersebut.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status