Demi membalikkan reputasi produk perusahaan seperti dulu, aku terpaksa mempublikasikan semua video provokatif yang dulu pernah dikirimkan Cindy padaku.Baru saja kuunggah, hujatan dari netizen langsung membanjiri akun Cindy.Banyak orang meninggalkan komentar di video-video lamanya yang memamerkan kemesraan, menyebutnya sebagai pelakor dan tak tahu malu.Sedangkan Steve, si biang keroknya juga tak luput dari amukan netizen.Nomor ponselnya tersebar dan data pribadinya tersebar ke publik.Dia terpaksa mematikan ponsel dan menjauhkan diri dari dunia sosial media.Namun, lama-kelamaan kondisi mentalnya mulai terganggu.Awalnya dia hanya tak berani keluar rumah, lalu berkembang jadi takut bertemu siapa pun.Meskipun ayah dan ibunya sudah berusaha sekuat tenaga untuk meredam berita itu, tetap saja netizen berhasil membongkar identitas lengkap mereka.Bahkan kasus suap yang pernah dilakukan ibu Steve pun berhasil dibongkar netizen dan banyak orang ramai-ramai meninggalkan komentar di akun re
“Sudah nggak mungkin, Steve. Kamu sudah menandatangani surat cerai sebelumnya dan di sana tertulis jelas bahwa kamu akan keluar tanpa membawa sepeser pun. Tapi, kalau besok kamu datang tepat waktu ke kantor catatan sipil bersamaku, kita masih bisa pertimbangkan kembali pembagian asetnya.”“Perusahaan pun masih bisa tetap menjadi milikmu.”“Tapi, kalau kamu nggak datang, aku bakal bawa surat cerai itu ke pengadilan dan saat itu, jangan harap bisa dapat sepeser pun.”Steve menatapku dengan ekspresi tak percaya, seolah tak yakin semua kata-kata barusan keluar dari mulutku.“Luna, kamu seriusan mau seperti ini?”Aku menatap botol alkohol di atas meja, tak ada sedikit pun kelembutan dalam mataku.“Semua hal yang sudah kuputuskan, tak pernah kusesali.”Steve langsung menatapku sambil tertawa getir, lalu merebahkan dirinya ke lantai begitu saja. “Luna, kamu nggak tahu, ‘kan?”“Waktu kecil, orang tuaku sangat keras padaku. Mereka melarangku untuk berteman.”“Hanya Cindy satu-satunya yang mau
Dalam beberapa hari setelah itu, Steve memang benar-benar tidak lagi berhubungan dengan Cindy.Dia bahkan menghapus dan memblokir semua kontak Cindy di hadapanku.Setiap hari dia mulai bersikap sangat perhatian padaku, seolah-olah takut aku akan kenapa-kenapa.Sampai akhirnya, aku keluar rumah sakit dan ikut pulang dengannya ke rumah kami.Selama masa itu, beberapa kali Cindy datang mencarinya, tapi semuanya ditolak mentah-mentah oleh Steve.Namun, aku tahu dia tak akan bisa bertahan lama.Tak lama kemudian, tibalah waktunya aku harus kontrol ulang ke rumah sakit.Satu hari sebelum hari pemeriksaan, aku melihat tatapan Steve yang agak gugup. Aku pura-pura tidak tahu dan bertanya dengan nada lembut,“Steve, aku harus kontrol ulang besok, kamu bakal temani aku?”Steve langsung mengiyakan.“Tenang saja, Luna. Aku bakal menemanimu besok.”Aku mengangguk puas dan diam-diam memanfaatkan kesempatan saat dia keluar membeli sesuatu untuk mengirim pesan ke Cindy.[Kelihatannya kamu juga nggak se
Belum sempat dia selesai bicara, ayahku sudah kembali sambil membawa air. Begitu melihat apa yang terjadi, dia langsung menarikku ke samping.“Sudah, pergi sana! Kami nggak butuh!”Steve menatapku dengan ekspresi tak percaya, jari-jarinya gemetar, menunjukku dan masih ingin mengatakan sesuatu.Namun, Cindy yang berdiri di belakangnya tiba-tiba jatuh ke lantai. Dengan lemah, dia memanggil, “Steve, aku nggak enak badan….”Namun kali ini, Steve tidak menoleh ke arahnya. Dia hanya menatapku dengan mata memerah penuh emosi.Ayahku tak mau memperpanjang masalah. Takut sesuatu terjadi padaku lagi, dia segera memapahku kembali ke kamar rawat.Saat makan malam, ibu baru saja menata makanan yang dia bawa di meja, langsung terdengar ketukan di pintu.Detik berikutnya, Steve sudah muncul di depan pintu.“Ayah, ibu, aku datang menjenguk Luna.”Wajah ayah langsung berubah dan dengan nada dingin dia menanggapi, “Pak Steve bercanda saja, orang tua seperti kami nggak pantas dipanggil ayah ibu oleh or
Steve melirik surat perjanjian cerai di atas meja dan ekspresi wajahnya langsung berubah.Dengan wajah muram, dia menatapku.“Luna, aku tahu kamu lagi emosi.”“Tapi kita baru saja menikah. Aku bisa memaafkanmu karena emosi belaka.”Aku hanya menatapnya dengan tatapan dingin. Butuh waktu cukup lama, akhirnya aku membuka mulut,“Steve, kamu yang paling tahu aku hanya emosi belaka atau tidak.”Wajah Steve langsung menegang. Sementara itu, Cindy yang ada di sampingnya baru mau bicara, tapi langsung dihentikan olehnya,“Cindy, kami masih ada urusan yang harus dibicarakan, kamu pulang dulu, ya.”Cindy masih ingin bicara, tapi saat melihat pembagian harta dalam surat cerai itu, matanya langsung membelalak. Baru saja ingin memarahiku, Steve sudah mendorongnya keluar.Begitu pintu tertutup, nada suara Steve langsung berubah menjadi lembut.“Luna, aku tahu kamu nggak suka aku terlalu dekat dengan Cindy.”“Tapi percayalah, aku benar-benar hanya menganggapnya adik. Kamulah istriku satu-satunya.”“
Saat melihatku, wajahnya sempat menunjukkan ekspresi canggung, tapi dia tetap pura-pura tenang dan berkata, “Masuk bersama?”Aku tak menolak, langsung mengangguk dan berjalan masuk.Makan malam terasa canggung, sepertinya orang tuaku masih menyimpan rasa kesal soal kejadian di hari pernikahan. Jadi, sikap mereka terhadap Steve juga tidak ramah.Jika ini terjadi dulu, mungkin aku akan mencoba mencairkan suasana, tapi sekarang aku biarkan saja dia duduk di sana dengan canggung.Setelah makan malam selesai, aku baru mau pesan taksi untuk pulang, Steve sudah lebih dulu menghentikan mobilnya di depanku. Begitu masuk, mataku langsung tetuju pada stiker yang menempel di kursi penumpang depan [Kursi khusus Cindy].Steve berdeham pelan, lalu agak canggung menjelaskan,“Cindy yang maksa pasang di sana, lagipula kamu juga menyetir sendiri biasanya.”Aku mengangguk dan menjawab datar,“Iya, semuanya berawal seperti ini.”Steve mengernyit, seperti masih ingin bicara, tapi ponselku berbunyi.Aku ti