Share

Janji Selamanya
Janji Selamanya
Penulis: Luis Joseph

Bab 1

Penulis: Luis Joseph
Setelah menyelesaikan semua urusan dan pulang ke rumah, hari pun sudah larut malam.

Cahaya bulan menyinari ruang tamu, membuat seluruh ruangan terasa semakin sepi.

Dengan tubuh yang kelelahan, aku masuk ke kamar. Saat melihat hiasan pernikahan berwarna merah di dalam kamar yang biasanya melambangkan kebahagiaan pernikahan, aku malah merasa itu sangat sarkastik.

Kelopak bunga di atas ranjang belum sempat dibereskan, tapi karena benar-benar terlalu lelah hari ini, aku hanya menyapunya ke lantai seadanya, lalu menjatuhkan tubuh ke ranjang empuk.

Saat mengisi daya ponsel, aku kebetulan melihat unggahan Steve di instagram.

[Sungguh beruntung bisa bersamamu di masa muda ini.]

Dengan foto dirinya merangkul Cindy. Keduanya saling bertatapan mesra, hampir berciuman dan di tangan mereka terlihat memakai gelang pasangan.

Jika ini terjadi dulu, aku pasti langsung pergi menemui Steve dan menuntut penjelasan.

Namun sekarang, aku hanya diam-diam mematikan ponsel dan berbalik tidur.

Beberapa hari berikutnya, aku sama sekali tidak menerima kabar dari Steve, hanya sesekali melihat unggahan tentang perempuan itu di instagramnya.

Mereka tampak sedang berpelukan, berfoto dan jalan-jalan bersama.

Aku tidak peduli, malah langsung menghubungi pengacara untuk mengurus perceraian.

Aku dan Steve sudah pacaran enam tahun, dari SMA sampai sekarang.

Meski baru mengadakan pesta pernikahan beberapa waktu lalu, sebenarnya kami sudah menikah secara hukum sejak lulus kuliah, karena waktu itu kami menikah secara impulsif.

Walau belum mengadakan resepsi, dia tetap memberikan uang mahar, perhiasan dan cinta yang tulus.

Namun sekarang, cinta itu sudah lenyap, yang tersisa hanya kekacauan belaka.

Setengah bulan kemudian, saat aku sedang duduk di rumah membaca draft awal dari pengacara, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka.

Saat menoleh, aku melihat Steve masuk sambil menggandeng tangan Cindy.

Begitu tatapan kami bertemu, aku melihat ada sedikit kepanikan di mata Steve. Dia buru-buru melepas tangan Cindy dan berbicara dengan nada agak canggung,

“Cindy belum pernah keluar negeri, jadi aku mengajaknya pergi.”

“Lagian kamu juga sibuk bekerja, jadi aku pergi bersamanya….”

Belum selesai dia bicara, aku sudah mengalihkan pandangan kembali ke draft di tanganku dan mengangguk santai.

“Oh, iya.”

“Ke….”

Kata-katanya langsung terputus. Melihat aku tetap fokus ke laptop tanpa memberi reaksi apapun, dia terlihat semakin kesal dan bertanya dengan dingin,

“Perlukah kamu begitu? Aku sudah jelasin kalau Cindy belum pernah keluar negeri, makanya aku membawanya pergi.”

“Lagipula, bulan madu itu bisa kapan saja, untuk apa ribut begini?!”

“Aku juga sudah bilang berkali-kali, aku dan Cindy itu hanya….”

Melihatnya bicara tanpa henti, akhirnya aku langsung memotong ucapannya.

“Aku tahu, kamu hanya menganggapnya adik.”

Aku menatapnya dengan wajah datar, tanpa ekspresi marah sedikit pun.

Wajahnya justru semakin dingin. Dia menatapku sambil mengernyit, nada suaranya terdengar tak berdaya.

“Terus apalagi yang kamu ributkan?”

“Aku lagi sibuk.”

Jawabku santai, lalu kembali fokus ke pekerjaanku tanpa melihat wajah Steve.

Cindy yang dari tadi diam, tiba-tiba maju selangkah, menggandeng lengan Steve dan berkata manis,

“Jangan marah, Kak Luna. Kamu juga tahu aku dan Steve sudah kenal sejak kecil.”

“Lagipula, meski Steve nggak pergi denganmu kali ini, dia tetap menyempatkan diri untuk belikan hadiah untukmu, lho.”

Usai bicara, dia menatap Steve dengan pandangan lembut.

“Steve, ayo cepat kasih lihat hadiah untuk Kak Luna.”

Mendengar itu, Steve buru-buru mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tasnya, membukanya dan menyodorkannya padaku.

“Ini khusus untukmu, coba dibuka.”

Steve terlihat cukup bangga, seolah yakin aku bakal sangat berterima kasih.

Aku melirik sekilas ke dalam kotak, sepasang anting dengan desain simple, dihiasi mutiara dan permata biru berbentuk bunga, tampak manis dan segar.

Namun, aku hanya melihat sekilas, lalu mendorong kotak itu kembali ke arahnya.

“Nggak perlu, aku nggak punya hobi mengumpulkan barang gratisan.”

Seketika, suasana membeku. Ekspresi Steve langsung memuram.

“Luna, apa maksudmu?”

Aku menatap santai jam tangan di pergelangannya yang nilainya puluhan juta, lalu menatap matanya dan berkata pelan,

“Sesuai apa yang kubilang barusan. Kamu kasih anting ke orang lain, lalu kasih aku hadiah gratisannya. Kamu pikir aku hanya pantas dikasih barang gratisan?”

Mungkin Steve tak menyangka aku akan menyinggung barang gratisan itu secara langsung, ekspresinya langsung terlihat canggung.

Namun, Cindy langsung menyahut dengan nada manja tapi menyebalkan,

“Jangan marah, Kak Luna. Sebenarnya anting itu dikasih ke aku karena aku sangat suka. Tapi, kalau Kak Luna nggak senang, aku kasih saja ke kakak.”

“Jangan sampai kalian bertengkar gara-gara aku, nggak sepadan.”

Meski bicara seperti itu, tangannya tetap diam saja. Ekspresinya malah seperti merasa kasihan pada Steve. Tapi, saat matanya beralih padaku, justru penuh dengan sindiran.

Melihat reaksinya, Steve langsung menggenggam pergelangan tangannya, lalu menatapku dengan tidak senang.

“Cindy, jangan dengarkan dia. Anting itu sudah kukasih ke kamu, jadi itu punyamu.”

“Dia memang begitu, perhitungan dan picik.”

Aku hanya melirik mereka sekilas dan tak menjawab, lalu kembali menatap layar laptop di depanku.

Sikapku itu justru membuat Steve semakin marah. Dia malah langsung merangkul Cindy dan berjalan keluar. Setelah melewati pintu, dia sengaja membanting pintu terbuka, lalu berdiri di ambang pintu sambil menatapku.

Aku tahu, dia sedang menungguku luluh. Menungguku seperti biasanya, mengalah dan minta maaf duluan.

Dulu, selalu aku yang mengalah dan minta maaf duluan. Tapi, yang kudapat justru sikapnya yang semakin keterlaluan.

Namun sekarang, aku bahkan tak meliriknya. Aku malah menambahkan harga anting yang dia belikan untuk Cindy ke dalam catatan pembagian harta.

Melihat sikapku, akhirnya Steve membanting pintu sekuat tenaga dan pergi.

Tak lama setelah mereka pergi, orang tuaku menelepon dan menyuruhku pulang makan malam bersama.

Aku tak menolak, tapi tak menyangka bakal bertemu Steve di depan rumah orang tuaku.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Janji Selamanya   Bab 7

    Demi membalikkan reputasi produk perusahaan seperti dulu, aku terpaksa mempublikasikan semua video provokatif yang dulu pernah dikirimkan Cindy padaku.Baru saja kuunggah, hujatan dari netizen langsung membanjiri akun Cindy.Banyak orang meninggalkan komentar di video-video lamanya yang memamerkan kemesraan, menyebutnya sebagai pelakor dan tak tahu malu.Sedangkan Steve, si biang keroknya juga tak luput dari amukan netizen.Nomor ponselnya tersebar dan data pribadinya tersebar ke publik.Dia terpaksa mematikan ponsel dan menjauhkan diri dari dunia sosial media.Namun, lama-kelamaan kondisi mentalnya mulai terganggu.Awalnya dia hanya tak berani keluar rumah, lalu berkembang jadi takut bertemu siapa pun.Meskipun ayah dan ibunya sudah berusaha sekuat tenaga untuk meredam berita itu, tetap saja netizen berhasil membongkar identitas lengkap mereka.Bahkan kasus suap yang pernah dilakukan ibu Steve pun berhasil dibongkar netizen dan banyak orang ramai-ramai meninggalkan komentar di akun re

  • Janji Selamanya   Bab 6

    “Sudah nggak mungkin, Steve. Kamu sudah menandatangani surat cerai sebelumnya dan di sana tertulis jelas bahwa kamu akan keluar tanpa membawa sepeser pun. Tapi, kalau besok kamu datang tepat waktu ke kantor catatan sipil bersamaku, kita masih bisa pertimbangkan kembali pembagian asetnya.”“Perusahaan pun masih bisa tetap menjadi milikmu.”“Tapi, kalau kamu nggak datang, aku bakal bawa surat cerai itu ke pengadilan dan saat itu, jangan harap bisa dapat sepeser pun.”Steve menatapku dengan ekspresi tak percaya, seolah tak yakin semua kata-kata barusan keluar dari mulutku.“Luna, kamu seriusan mau seperti ini?”Aku menatap botol alkohol di atas meja, tak ada sedikit pun kelembutan dalam mataku.“Semua hal yang sudah kuputuskan, tak pernah kusesali.”Steve langsung menatapku sambil tertawa getir, lalu merebahkan dirinya ke lantai begitu saja. “Luna, kamu nggak tahu, ‘kan?”“Waktu kecil, orang tuaku sangat keras padaku. Mereka melarangku untuk berteman.”“Hanya Cindy satu-satunya yang mau

  • Janji Selamanya   Bab 5

    Dalam beberapa hari setelah itu, Steve memang benar-benar tidak lagi berhubungan dengan Cindy.Dia bahkan menghapus dan memblokir semua kontak Cindy di hadapanku.Setiap hari dia mulai bersikap sangat perhatian padaku, seolah-olah takut aku akan kenapa-kenapa.Sampai akhirnya, aku keluar rumah sakit dan ikut pulang dengannya ke rumah kami.Selama masa itu, beberapa kali Cindy datang mencarinya, tapi semuanya ditolak mentah-mentah oleh Steve.Namun, aku tahu dia tak akan bisa bertahan lama.Tak lama kemudian, tibalah waktunya aku harus kontrol ulang ke rumah sakit.Satu hari sebelum hari pemeriksaan, aku melihat tatapan Steve yang agak gugup. Aku pura-pura tidak tahu dan bertanya dengan nada lembut,“Steve, aku harus kontrol ulang besok, kamu bakal temani aku?”Steve langsung mengiyakan.“Tenang saja, Luna. Aku bakal menemanimu besok.”Aku mengangguk puas dan diam-diam memanfaatkan kesempatan saat dia keluar membeli sesuatu untuk mengirim pesan ke Cindy.[Kelihatannya kamu juga nggak se

  • Janji Selamanya   Bab 4

    Belum sempat dia selesai bicara, ayahku sudah kembali sambil membawa air. Begitu melihat apa yang terjadi, dia langsung menarikku ke samping.“Sudah, pergi sana! Kami nggak butuh!”Steve menatapku dengan ekspresi tak percaya, jari-jarinya gemetar, menunjukku dan masih ingin mengatakan sesuatu.Namun, Cindy yang berdiri di belakangnya tiba-tiba jatuh ke lantai. Dengan lemah, dia memanggil, “Steve, aku nggak enak badan….”Namun kali ini, Steve tidak menoleh ke arahnya. Dia hanya menatapku dengan mata memerah penuh emosi.Ayahku tak mau memperpanjang masalah. Takut sesuatu terjadi padaku lagi, dia segera memapahku kembali ke kamar rawat.Saat makan malam, ibu baru saja menata makanan yang dia bawa di meja, langsung terdengar ketukan di pintu.Detik berikutnya, Steve sudah muncul di depan pintu.“Ayah, ibu, aku datang menjenguk Luna.”Wajah ayah langsung berubah dan dengan nada dingin dia menanggapi, “Pak Steve bercanda saja, orang tua seperti kami nggak pantas dipanggil ayah ibu oleh or

  • Janji Selamanya   Bab 3

    Steve melirik surat perjanjian cerai di atas meja dan ekspresi wajahnya langsung berubah.Dengan wajah muram, dia menatapku.“Luna, aku tahu kamu lagi emosi.”“Tapi kita baru saja menikah. Aku bisa memaafkanmu karena emosi belaka.”Aku hanya menatapnya dengan tatapan dingin. Butuh waktu cukup lama, akhirnya aku membuka mulut,“Steve, kamu yang paling tahu aku hanya emosi belaka atau tidak.”Wajah Steve langsung menegang. Sementara itu, Cindy yang ada di sampingnya baru mau bicara, tapi langsung dihentikan olehnya,“Cindy, kami masih ada urusan yang harus dibicarakan, kamu pulang dulu, ya.”Cindy masih ingin bicara, tapi saat melihat pembagian harta dalam surat cerai itu, matanya langsung membelalak. Baru saja ingin memarahiku, Steve sudah mendorongnya keluar.Begitu pintu tertutup, nada suara Steve langsung berubah menjadi lembut.“Luna, aku tahu kamu nggak suka aku terlalu dekat dengan Cindy.”“Tapi percayalah, aku benar-benar hanya menganggapnya adik. Kamulah istriku satu-satunya.”“

  • Janji Selamanya   Bab 2

    Saat melihatku, wajahnya sempat menunjukkan ekspresi canggung, tapi dia tetap pura-pura tenang dan berkata, “Masuk bersama?”Aku tak menolak, langsung mengangguk dan berjalan masuk.Makan malam terasa canggung, sepertinya orang tuaku masih menyimpan rasa kesal soal kejadian di hari pernikahan. Jadi, sikap mereka terhadap Steve juga tidak ramah.Jika ini terjadi dulu, mungkin aku akan mencoba mencairkan suasana, tapi sekarang aku biarkan saja dia duduk di sana dengan canggung.Setelah makan malam selesai, aku baru mau pesan taksi untuk pulang, Steve sudah lebih dulu menghentikan mobilnya di depanku. Begitu masuk, mataku langsung tetuju pada stiker yang menempel di kursi penumpang depan [Kursi khusus Cindy].Steve berdeham pelan, lalu agak canggung menjelaskan,“Cindy yang maksa pasang di sana, lagipula kamu juga menyetir sendiri biasanya.”Aku mengangguk dan menjawab datar,“Iya, semuanya berawal seperti ini.”Steve mengernyit, seperti masih ingin bicara, tapi ponselku berbunyi.Aku ti

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status