POV ARMAN
Aku menceritakan kejadian semalam pada Ben, ketika kami sedang istirahat makan siang.
"Dasar psycho. Untung kalian gak jadian," ujar Ben kesal.
"Aku gak mungkin bersama Sarah. Dia bukan tipeku. Dan aku sama sekali gak ada perasaan padanya," jawabku dengan santai.
"Untung kamu belum bawa istrimu ke sini. Coba bayangkan, jika Manda di sini dan dia bertemu Sarah. Mereka pasti bertengkar hebat,"
"Aku hanya berharap, kali ini Sarah benar-benar menjauhiku,"
"Kamu yakin? Kalau aku sih gak yakin. Dia gak akan berhenti, Man. Dia itu psycho,"
"Hei, teman macam apa kamu. Seharusnya kamu menenangkanku, bukan malah membuatku tambah pusing," ujarku kesal.
Ben hanya tertawa meledekku.
"Karena aku temanmu. Makanya aku minta kamu hati-hati,"
"Dasar,"
<POV ARMANPermintaan Ibu Sarah membuatku tidak bisa tidur semalam. Aku belum memberikan jawaban padanya. Aku tidak bisa membuat keputusan sendiri.Malam itu juga, aku langsung menelpon Mamaku. Aku menceritakan semuanya pada Mama. Aku memintanya datang untuk membantuku.Karena frustasi, fokus kerjaku menjadi berantakan. Aku selalu salah mengerjakan laporan. Dan hasilnya aku dimarahi oleh atasanku.Ben tahu aku sedang gelisah. Tapi aku sengaja menyimpan masalahku darinya. Karena ini masalah sensitif, aku tidak mau orang lain tahu dan ikut campur.***"Arman," Mama berada di depan pintu apartemenku, sambil membawa kopernya.Aku memeluknya. Aku lega akhirnya Mama datang.Mama menepuk punggungku dengan lembut."Mama di sini. Kamu jangan khawatir," hibur Mama menenangkanku.
POV AUTHORManda mendengarkan dengan seksama penjelasan Arman. Sekarang dia tahu alasan sebenarnya Arman menikahi Sarah.Arman diam beberapa saat. Pandangan matanya tertunduk."Aku minta maaf, Manda. Aku sudah menyakiti hatimu," ucapnya kemudian."Aku ini laki-laki pengecut. Aku tidak bisa menolak Sarah. Aku tidak berani menghadapi Papa, Nenek dan kamu. Aku hanya bisa bersembunyi di belakang Mama,"Manda diam sambil menatap Arman, dengan ekspresi datar."Setelah ini, jika ... kamu mau berpisah. Aku tidak akan menghalangimu. Aku juga tidak akan melepasmu dengan tangan kosong. Kamu akan mendapatkan sebagian dari hartaku,""Apa itu yang Mas pikirkan soal Manda? Wanita miskin yang menikah karena harta?" sela Manda dengan nada kecewa.Arman melihat ke arah Manda."Manda bukan wanita yang
POV AUTHORMalam harinya ....Manda mengetuk pelan pintu ruang kerja Papa Hendra di rumah. Manda membuka pintunya, setelah Papa Hendra mengijinkannya masuk."Manda? Ada apa?" tanya Papa Hendra, yang sedang duduk di kursi meja kerjanya."Manda menganggu Papa?" Manda berdiri di depan meja kerja Papa Hendra."Tidak, Papa hanya sedang membaca buku saja. Kamu perlu sesuatu?""Iya, Pa. Ada yang mau Manda bicarakan sama Papa,""Soal Arman?" tebak Papa Hendra.Manda mengangguk.Papa Hendra menutup bukunya. Dia menyandarkan punggungnya di kursi sambil menghela nafas."Kamu mau berpisah?" tebak Papa Hendra dengan nada sedih."Gak, Pa. Bukan itu," sela Manda segera."Lalu?""... Manda mohon ... Papa mau memaafka
POV AUTHORDi kamar hotel ...."Beneran, Sayang. Papa sudah merestui pernikahan kita?" Sarah terkejut mendengar kabar gembira itu.Arman mengangguk.Sarah melompat kegirangan, lalu dia memeluk Arman dengan tertawa bahagia."Ini yang kuimpikan selama ini. Mendapat restu Papa,""Bersiap-siaplah. Kita akan kembali ke rumah,""Iya, baiklah," jawab Sarah dengan antusias.Sarah mengemas beberapa barangnya ke dalam tas."Cutimu sebentar lagi selesai, kan? Kita bisa mengajak Papa dan Mama sekalian ke Amerika, ke rumah kita. Papa kan belum bertemu dengan orang tuaku,""Ya, kita bisa melakukanya. Nanti aku akan bicara pada Papa. Sekalian berpamitan pada orang tuamu,""Apa? Berpamitan?" tanya Sarah, bingung. Dia berhenti packing.&n
POV MANDASeminggu berlalu sejak Mas Arman kembali ke Amerika. Tidak seperti sebelumnya, Mas Arman sekarang sering menghubungiku. Kadang kami mengobrol via chat di WhatsApp, dan kadang Mas Arman menelponku. Tapi aku selalu menjawab singkat semua pertanyaannya. Aku tidak mau berlama-lama mengobrol dengan Mas Arman. Hatiku masih sakit tiap mengingat pengkhianatannya.Sampai saat ini, aku masih menyimpan masalah rumah tanggaku dari Bapak dan Ibu. Aku tidak mau mereka sedih. Aku juga meminta Papa Hendra dan Mama Andien untuk menyembunyikan rahasia ini. Aku perlu waktu untuk mengatakannya pada mereka.Aku mencoba menyibukkan diri dengan banyak kegiatan. Semua itu kulakukan untuk menghibur diriku sendiri. Aku tidak mau terlarut dalam kesedihan terus-menerus.***Hari ini aku pulang ke Purworejo untuk menghadiri pernikahan Ayu. Aku sengaja datang lebih awal, karena aku jug
POV MANDA"Ini buat Ibu," Mas Arman memberikan box kecil yang dibungkus kertas kado pada Ibu."Apa ini?""Hadiah buat Ibu,""Makasih ya,""Buka, Bu," pinta Adi."Iya, sabar," Ibu mulai membuka kado hadiah itu.Mata Ibu terbelalak ketika melihat hadiah yang diterimanya. Sebuah cincin berlian."Cin-cincin?""Ibu suka?""Aduuh, Nak Arman. Ibu suka sekali. Makasih banyak ya, Nak," ucap Ibu dengan terharu."Sama-sama, Bu,""Ini buat Bapak," Mas Arman memberikan hadiah pada Bapak."Ngerepotin Nak Arman," ujar Bapak."Gak ngerepotin sama sekali kok, Pak,"Bapak membuka hadiah yang diberikan oleh Mas Arman. Sama seperti Ibu, Bapak juga terkejut dengan isi kado itu. Se
POV MANDAHari ini kami kembali ke Jakarta. Selama perjalanan panjang ini, kami mengambil kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain. Mas Arman dan aku mengobrol panjang lebar tentang diri kami. Mulai dari apa yang kami suka dan tidak suka, hobi, kehidupan sekolah kami, dan sebagainya.Pembicaraan kami santai dan kadang diselingi dengan bercandaan. Sejenak kami melupakan masalah di antara kami. Dan aku menyukainya. Ini perjalanan jauh yang sangat menyenangkan.***"Manda?" Mas Arman berdiri di depanku sambil membawa koper.Lamunanku seketika buyar. Aku sedang berdiri di depan rumah mertuaku sambil memandangi rumah itu. Kami kembali lagi ke sini. Kembali ke realita yang tidak kusukai.Rasanya aku ingin lebih lama lagi bersama Mas Arman. Hanya kami berdua. Pergi jauh dari sini. Jauh dari Sarah."Ada apa?" Mas Arman mendek
POV MANDAAku sedang berjalan bersama Anita dan Cheryl ke parkiran Bakery, ketika Mas Arman tiba. Mas Arman keluar dari mobilnya, lalu berjalan menghampiri kami."Hai," sapanya. Aku menyapa balik."Teman-temanmu?" tanya Mas Arman."Iya, Mas. Ini Anita dan Cheryl," aku memperkenalkan mereka."Hai, salam kenal. Aku suami Manda, Arman,"Anita dan Cheryl mengabaikan keramahan Mas Arman. Mereka memandangnya dengan pandangan kesal."Manda, kami duluan ya," pamit Cheryl."Iya, hati-hati di jalan,""Kamu yang sabar ya," Anita memelukku sambil berbisik padaku."Jangan sungkan bicara pada kami, jika kamu ada masalah," ujar Cheryl dengan sedih."Iya," aku mengangguk."Dah, Manda," merekapun pergi meninggalkan aku dan Mas Arman