"Abang tuh kakinya masih dibungkus kayak mumi. Jangan banyak gerak dulu.""Sini tidur dekat abang Bibin aja." Bintang menggoyang-menggoyangkan tangannya. Sekar terdiam. Luka Bintang lebih banyak daripada John. Itu lah alasan Sekar lebih memilih ikut dengan John daripada dia.Sekar memijit tangan Bintang. "Kata dokter, kaki abang gak boleh banyak gerak dulu, nanti makin lama sembuhnya."Bintang mengangguk, "bakal cepat sembuh kalo ada Sekar.""Aduh aduh... Tangan abang, Kar, kayaknya minta dipijat-pijat juga."Bintang memutar mata mendengar keluhan John. "Gak bisa lu ya, liat gue manja manja bentar!" Dia melototi John.Sekar menghela nafas. Akhirnya dia menarik kursi untuk duduk di tengah-tengah keduanya."Loh, Kar...." John menatapnya dengan tidak puas. Begitu juga Bintang. "Kamu di sini aja sama abang. Kamu pasti masih ngantuk, kan?" John membujuk. Lagipula jika Sekar tidur di sampingnya, dia bisa foto untuk dipamerkan nanti pada Kayden.Sekar menggeleng, mulutnya sudah maju lima sen
Shaka tersenyum tanpa sadar dan menyentuh bagian rusuk kirinya. Satu tahun lalu geng mereka pernah bertarung melawan Fonza dan sekali dia berhadapan dengan adik angkat Kayden. Shaka menahan terjangan gadis itu. Mata mereka bertatapan. Shaka seperti ditarik tenggelam dalam tatapan mata indah itu.Dari matanya saja Shaka bisa menjamin gadis itu adalah gadis yang sangat cantik. Sayangnya dia tak pernah bertemu gadis itu lagi. Bayangan tentang pertemuan singkat itu juga sudah tidak berapa jelas lagi. Perempuan tangguh seperti itu, sungguh sangat beruntung jika bisa mendapatkannya."Seharusnya dia udah masuk sma sekarang. Gue penasaran dia masuk SMA mana." Bara melanjutkan ceritanya. Berhubung topik ini menarik jadi Vernon tidak berniat memarahinya karena mengajaknya bergosip macam perempuan."Jelas ikut sama Kayden lah!" Vernon menebak.Bara menggeleng, "sayangnya gak. Dari yang gue denger di Smansa gak ada satu pun cewek yang berani deket sama gengnya Kayden. Kalo bener adek angkatnya di
"Kar, satu Garuda juga udah tau ya pas kak Shaka cegat motor lo waktu di parkiran. Apalagi ada yang sempet moto mata lo yang merah waktu itu. Akun gosip sekolah semuanya isinya tentang lo sama kak Shaka."Sekar cemberut. Kenapa murid Garuda malah ribut mengurusinya."Kar, jadi lo nangis di taman itu karena kak Shaka? Dia ngapain lo?" Ucap Bella."Bukan apa-apa, kok. Lo gak perlu khawatir.""Pokoknya kalo ada apa-apa lo harus cerita ya. Bella siap jadi pendengar yang baik.""Iya iya, bawel." Sekar terkekeh sebelum kemudian menutup sambungan telepon mereka.Shaka yang diam-diam menempelkan telinga di depan pintu kamar Bella menghela nafas berat dan meninggalkan kamar bella dengan lunglai.Sekar baru saja meletakkan kembali ponselnya tapi lagi-lagi ponselnya berdering. Sekar melihat ternyata lagi-lagi orang itu lah yang menelponnya. Dari kemarin orang itu terus menghubunginya. Sekar mendengus sebal dan mendiamkan panggilan itu. "Kok gak diangkat, Kar? Cowok lo ya?" Bintang menoel-noel ta
"Adeknya abang Pet," Petra memanggil lagi.Sekar tetap bungkam. Matanya menatap tajam Petra sebelum membuang muka.Petra menggaruk sisi kepalanya. Mencoba mengingat dosa apa yang sudah dilakukannya pada tuan putri. "Adeknya abang, maapin abang Pet ya kalau abang ada salah."Sekar mendelik sebal dan kembali membuang muka."Lo tadi malam janji mau bawain Sekar mangga muda pagi ini, Pet." Kayden membantu Petra. Hanya dia yang menyadari wajah masam Sekar dan bisa menebak penyebabnya."Allahuakbar. Kesayangan abang, maapin abang udah khilaf ya." Petra langsung mendekati Sekar dan menggenggam tangannya."Tau ah!" Sekar memiringkan tubuhnya tak ingin melihat muka Petra.Gara-gara kemarin John membahas mangga muda pak RT, seharian Sekar terus terbayang buah asam itu. Petra ingat bahwa tetangga di samping rumahnya memiliki pohon mangga yang sudah berbuah jadi dia menjanjikan akan membawakannya untuk Sekar pagi ini. Tapi ternyata
"Kar," Bella memanggil Sekar yang sedang menelungkupkan wajahnya ke atas meja. Gadis itu menguap sebentar. "Ngapa, Bell?" tanya Sekar. "Kantin yuk!" Ucap Bella. Dia menggoyang tangan Sekar. Barusan Shaka mengirimi chat pada Bella untuk mengajak Sekar ke kantin.Sekar menggeleng, "Lo sendiri aja gapapa, ya. Gue masih ngantuk."Sekar menguap lagi. Pura-pura. Sebenarnya dia tidak ingin ke kantin karena merasa tidak nyaman dengan tatapan para murid yang tertuju padanya. Seperti tadi pagi.Dan yang utama, Sekar malas ke kantin karena tidak ingin melihat Shaka.Bella menghela nafas. "Yaudah lo mau nitip apa, nanti gue beliin.""Gak usah. Gue udah bawa bekal roti, kok." Sekar menepuk tasnya yang sedikit menggembung. Akhirnya Bella ke kantin sendirian. Dia duduk di meja yang sama dengan Shaka dan teman-temannya."Dia gak masuk, ya?" tanya Shaka begitu Bella duduk. Bella menggeleng, "Masuk. Tapi Sek
Dewo sebenarnya tidak puas dengan jumlah segitu tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Apalagi Sekar sudah bawa-bawa Oma."Omong-omong kakakmu bulan depan ulang tahun. Ada koleksi perhiasan keluaran baru kalau kamu mau kasih kado." Dewo mengingatkan Sekar. "Hmm" jawab Sekar singkat. Sebuah keharusan untuk Sekar mewujudkannya."T-tangan ayah kenapa?" tanya Sekar pelan. "Ketumpahan kopi sama OB di kantor."Dewo tak berlama-lama lagi. Setelah menyampaikan keperluannya, dia meninggalkan Sekar tanpa menyentuh kopi yang dipesankan Sekar.Sekar menatap punggung ayahnya yang semakin mengecil dengan tatapan sendu. "Sekar ulang tahun bulan kemarin, jangankan nyiapin kado. Ayah ingat aja Sekar gak yakin."***"Loh, balik lagi?"Sekar menatap Kayden sinis. Tidak ada larangan untuk menjenguk pasien lebih dari satu kali. Kenapa pula Kayden repot-repot mengurusinya."Calon imamkuh," Sekar tak meladeni Kayden la
"Gue ke kelas lagi aja deh." Sekar melengos."Ih becanda, Sekar." Bella merengek. Dia memegangi tangan Sekar agar tidak benar-benar meninggalkannya."Tapi kata anak-anak lo udah baikan sama kak Shaka." Bella berbisik pelan."Mana ada!" Sekar ngegas."Katanya tadi pagi Kak Shaka nyamperin lo ke kelas. Dia senyum-senyum habis dari sana." Bella bertanya lagi."Dia senyum bukan berarti ada sangkut-pautnya sama gue." Sekar mendengus sebal. Apalagi menyadari hampir seluruh pasang mata di sana memperhatikan ke arahnya dan Shaka bergantian. Dia merasa murid di Garuda ini tidak ada kerjaan sampai mengurusi kehidupan orang lain."Ternyata belum baikan, ya?" Bella meluruhkan pundak. Padahal dia sudah sangat berharap mereka benar-benar berbaikan.Di sudut kantin, Evelyn mengaduk nasi gorengnya dengan ganas. Dia tidak suka dengan cara Shaka menatap Sekar. Shaka miliknya. Hanya miliknya.°°°Pagi berikutnya, dengan s
Gio mengangguk. "Gue selalu bawa kotak itu kemana pun satu bulan ini. Jaga-jaga kalau gak sengaja ketemu lo. Suka, kan?"Sekar mengangguk, Gio langsung memasangkannya di tangan kanan Sekar."Sebenarnya gue bikin dua lagi, buat Kayden juga. Tapi dia gak mungkin mau nerima sekarang." Tak lupa Gio menunjuk gelang dengan model yang sama yang melingkar di tangan kanannya.Sekar terdiam. Dia juga tidak bisa apa-apa. Padahal dulu mereka tidak terpisahkan sampai banyak yang mengira mereka kembar tiga. Tapi sekarang...."Bang Kay ngapain aja pas nyerang lo?"Gio cemberut. Mukanya sudah sehancur ini, apa masih harus bertanya lagi. "Hobi banget lo bikin orang kesel.""Ya emang salah lo, ya." Sekar merebut telur gulung di tangan Gio. Miliknya sudah habis duluan.Sebenarnya masih ada tiga bungkus siomay dan bakso bakar, tapi Sekar rencananya ingin menyimpan untuk dia bawa pulang."Kayden gak cerita ke lo? kasian." Gio menjul