Share

Home Sick

Author: Ms. Bloomwood
last update Last Updated: 2023-02-11 12:09:11

Akhirnya, Greta memutuskan untuk melompat ke punggung Ryan dan membiarkan Ryan membawanya ke ruang terapi. Meskipun ia digendong, itu sama sekali tidak mengurangi rasa sakit yang ia rasakan. Dengan canggung ia menempelkan wajahnya ke punggung Ryan yang harum. Aneh rasanya bersandar pada seseorang yang membuatnya terluka...

Ada dorongan dalam benak Greta untuk mengajukan pertanyaan kepada Ryan, tentang apa saja. Tapi sekali lagi harga dirinya menolaknya untuk melakukan hal seperti itu.

Di lobi klinik, mereka disambut oleh petugas yang langsung memberikan kursi roda kepada Greta dengan sigap. "Aku akan menurunkanmu," ujar Ryan sambil dengan perlahan menurunkan Greta ke atas kursi roda. "Aduh!" Greta memekik setengah menangis saat merasakan tulang ekornya membentur jok kursi roda. Dia sengaja duduk dengan posisi miring untuk mengurangi rasa sakitnya. Di belakangnya, Ryan terlihat sangat bersalah, sesuatu yang tidak dia tunjukkan di depan Greta karena gengsinya yang terlalu tinggi.

"Anda mengalami cedera tulang ekor, kami akan memberikan obat anti nyeri untuk meredakan rasa sakit, dan anda mungkin harus mengurangi aktivitas selama beberapa waktu agar cederanya tidak semakin buruk," ujar seorang Dokter setelah Greta selesai melakukan rangkaian tes rontgen.

"Ini obatnya,” kata Ryan sambil menyodorkan kantong plastik berisi obat yang baru saja dibelinya dari apotik. Dia sudah membayar semua tagihan Greta karena ia memang merasa itu adalah kewajibannya.

"Ayo, aku akan mengantarmu pulang," kata Ryan mendorong kursi roda Greta keluar dari klinik. Greta memasang wajah muram karena dia terlalu kesal. Jika Ryan tidak menjatuhkannya ke lantai, dia mungkin tidak akan terluka!

"Bagaimana aku bisa bergerak dalam kondisi seperti ini! Kau sangat menyebalkan!" rengek Greta setelah dia masuk ke dalam mobil.

Ryan hanya diam saja sambil fokus mengemudi. "Hei, apa kau memang seangkuh itu! Tidak bisakah kau menunjukkan sedikit rasa penyesalan! Atau jangan-jangan kau memang seorang sosiopat atau semacamnya?!" gerutu Greta, masih duduk miring menghindari denyutan di tulang ekornya.

"Tempat tinggal kita tidak terlalu jauh, aku akan mengantarkan makanan untukmu selama proses penyembuhanmu," kata Ryan tiba-tiba setelah ia diam selama beberapa saat.

Greta mendengus,

"Aku tidak butuh bantuan dari orang sepertimu!" jawabnya kesal. Dia terlalu kesal sehingga dia merasa ingin menangis.  Hidup mandiri di negara asing terkadang membuatnya kewalahan meski usianya sudah dua puluh delapan tahun.

"Di mana aku harus parkir?" tanya Ryan saat memasuki gedung apartemen Greta. "Belok ke sana!" sahut Greta dengan ketus.

Mobil berhenti di area parkir VIP. Ryan bergegas turun, lalu membuka pintu penumpang, dan dengan wajah datar, dia menawarkan punggungnya ke Greta seperti sebelumnya. Tidak punya pilihan, Greta naik ke punggung Ryan. Dia bisa saja duduk di kursi roda, tapi duduk dengan posisi seperti tidak akan mengurangi rasa sakitnya.

Seolah Greta tidak berbobot, Ryan menggendongnya dengan sangat mudah. Dia bahkan bisa menempelkan kartu akses Greta ke dinding lift tanpa masalah dan itu sedikit membuat Greta takjub.

Apartemen Greta terletak di lantai 36 gedung itu, dengan gerakan cepat Ryan membuka pintu dan menjadi sedikit terkejut mengetahui Greta tinggal di unit premium yang harga sewanya cukup mahal bahkan terhitung sangat mahal.

"Haruskah aku melepas sepatuku?" tanya Ryan yang melihat Greta meletakkan sandal rumah berwarna pastel di rak sepatu dekat serambi.

"Yes, please! Aku tidak suka sepatu kotor menginjak lantai apartemenku!" Greta menjawab singkat.

Ryan dengan mudah melepas sepatunya dengan kakinya tanpa harus menurunkan Greta terlebih dahulu. “Bisakah kau melepaskan sepatuku juga? Sepatuku basah kehujanan...” kata Greta agak hati-hati, dia bertanya-tanya apakah permintaannya berlebihan atau tidak. Namun tanpa protes, Ryan yang merasa bersalah langsung melepas sepatu Greta satu persatu.

Setelah selesai melepaskan sepatu Greta, dia melanjutkan langkahnya ke dalam. Ryan melihat sekeliling apartemen, hanya dengan melihat jenis sofa yang dimiliki Greta, dia bisa menilai seberapa kaya Greta. Tapi dia memilih untuk tidak mengatakan apapun.

"Di mana kamarmu?" tanya Ryan. Greta menunjuk ke sebuah pintu tertutup tidak jauh dari mereka.

Perlahan Ryan membuka kamar Greta yang cukup luas dan masuk ke dalam dengan cepat tanpa menimbulkan suara. Setelah menemukan tempat tidur, dengan hati-hati ia menurunkan Greta di atasnya. "Aduh!" jerit Greta saat pantatnya menyentuh tempat tidur, dengan satu gerakan cepat dia berguling dan bergeser ke posisi tengkurap untuk menghilangkan rasa sakit akibat tekanan di tulang ekornya.

Ryan melirik jam tangannya, "Oke, aku pergi sekarang. Ini kartu namaku, kau bisa meneleponku jika kau membutuhkan sesuatu," katanya dengan nada datar seperti sebelumnya.

Greta tidak menjawab, tapi saat Ryan berbalik dan hendak melangkah keluar, Greta mulai beraksi. "Ya Tuhan, perutku sakit sekali! Aku baru ingat aku belum makan apa-apa sejak pagi!" gerutunya sambil mengintip ke arah Ryan yang langsung menghentikan langkahnya.

"Apakah ada makanan yang bisa aku hangatkan?" tanya Ryan singkat, ia benar-benar tidak ingin berbasa-basi.

"Apakah kau bercanda? Aku tidak pernah menghangatkan makanan apa pun! Aku selalu memasak makanan segar!" kata Greta, meski terdengar menyebalkan, dia mengatakan yang sebenarnya.

Ryan menarik napas dalam-dalam, dia mengambil ponselnya untuk menelepon ke restoran yang ia kelola. "Martin, bersiaplah untuk makan malam, aku akan sedikit terlambat," katanya sambil berjalan keluar kamar menuju dapur Greta yang sangat rapi dan mewah.

Tujuh belas menit kemudian dia kembali dengan sepiring pasta yang aromanya memenuhi kamar Greta.

"Ini, makanlah, aku harus pergi," kata Ryan setelah meletakkan piring berisi pasta itu di atas nakas.

"Jadi bagaimana aku bisa makan? Aku bahkan tidak bisa duduk!" gerutu Greta memasang wajah sedih.

"Kau berharap aku akan menyuapimu dengan posisi tengkurapmu itu?" Bentak Ryan, kehilangan kesabaran. Greta mengerutkan bibirnya dengan kesal, "Aku tidak memintamu untuk membantuku makan! Aku hanya sedang berbicara dengan diriku sendiri! Pergi sana!" bentaknya dengan tak kalah kesalnya.

Ryan memandang Greta yang memalingkan muka darinya, merasa bimbang, haruskah ia pergi atau haruskah ia tinggal? "Oke, aku pergi," putusnya akhirnya lalu berjalan keluar dari kamar Greta dan membiarkan pintunya tetap terbuka.

Setelah Ryan pergi, Greta mencoba berbalik karena dia sangat lapar. Tapi rasa sakit di tulang ekornya semakin parah. Untuk pertama kalinya selama ia tinggal di Australia, ia merasa sangat merindukan rumah mewahnya yang hangat di New York, Amerika. Dan yang terpenting, dia sangat merindukan ibunya yang pasti akan dengan senang hati merawatnya saat ia sakit seperti itu.

Tiba-tiba air mata jatuh di pipinya, sebagian karena ia merasa sakit, sebagian lagi karena ia merasa lapar, dan sebagian lainnya karena ia merindukan keluarganya. Ia terus menangis keras hingga ia tidak menyadari bahwa ada suara langkah kaki yang berjalan mendekat kembali ke kamarnya...

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jatuh Cinta Pada Si Koki Tampan   The End

    "Hai," sapa Amanda kaku saat melihat Summer dan Shawn. Summer tersenyum lebar, "Hai, apa kabar? Kalian datang bersama?" Archie mengangguk, "Ya," katanya sambil menoleh ke arah Amanda dan tersenyum. Summer dan Shawn saling memandang, sedikit bingung dengan keterkejutannya. Setelah itu, mereka semua duduk di kursi masing-masing, dan kebetulan, Summer mendapat tempat duduk tepat di seberang Amanda yang tetap memasang wajah cemberutnya meski Archie di sebelahnya berusaha menghiburnya. Gina dengan ringan memukul gelas anggurnya dua kali, menandakan bahwa dia ingin berbicara. Dia berdiri tepat di sebelah Shawn, terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun putihnya. "Selamat malam, terima kasih semua sudah datang, terutama Amanda yang datang jauh-jauh dari Melbourne dan Archie dari Adelaide. Um, untuk Tuan dan Nyonya Jefferson, saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya karena mungkin telah mempermalukan Anda dengan apa yang terjadi di antara kita baru-baru ini. Hubungan yang sudah sepert

  • Jatuh Cinta Pada Si Koki Tampan   Makan Malam Bersama

    "Oh, dasar gadis bodoh," kata Gina, memalingkan wajahnya, tapi dia tidak mengatakan kata penolakan lagi.Shawn dan Summer saling menatap, diam-diam berusaha menahan senyum."Aku akan membawa kopermu ke kamar, kau ingin menunggu di sini?" Shawn bertanya, menunjuk ke kursi yang juga diduduki ibunya."Yeah, aku akan menunggu di sini!" serunya riang. Di tempatnya berdiri, Gina tidak bereaksi dan tetap sibuk dengan bunganya."Ini bunga untukmu, kudengar kau sangat suka bunga ini," kata Summer sambil meletakkan keranjang bunga di atas meja."Singkirkan bunga itu, sangat menyebalkan!" Bentak Gina.Summer menyeringai, meletakkan keranjang bunga di atas meja kayu lain tak jauh dari mereka."Kau benar-benar membenciku? Atau kau melakukannya karena menurutmu Shawn masih punya kesempatan dengan Amanda?" tanya Summer tanpa berani duduk di sebelah Gina."Apapun itu, aku hanya tidak suka kau disini, berusahalah sekuat tenaga karena aku tidak akan berubah," kata Gina datar.Summer menarik napas dalam

  • Jatuh Cinta Pada Si Koki Tampan   Merayu Calon Mertua

    Malam itu semuanya berjalan sesuai rencana. Ibu Amanda menepati janjinya, dia mengatakan yang sebenarnya kepada Shawn, bahwa ibunya tidak benar-benar sakit dan hasil labnya palsu. Dan Shawn setuju untuk melakukan apa yang direncanakan ibu Amanda untuk menghentikan rencana gila Amanda yang mulai tidak masuk akal.Summer menunggu di sofa dengan gugup sambil terus menatap ponselnya. Beberapa menit kemudian ponselnya berdering. Summer dengan gugup menekan tombol hijau. Dari sofa di seberangnya, Archie melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada Summer untuk bersikap santai karena tidak ada yang tahu mereka berada di Brisbane kecuali ibu Amanda dan Shawn."Halo?" kata Summer, berusaha keras untuk terdengar santai."Summer! Tolong telepon Shawn sekarang juga dan suruh dia berhenti!" teriak seseorang dari seberang.Summer menelan ludah, dengan gugup, "Siapa kau?""Ini Gina Miller! Aku ibu Shawn! Tidak, tidak, kau tidak perlu meneleponnya, bicara saja di sini, berteriaklah agar dia bisa men

  • Jatuh Cinta Pada Si Koki Tampan   Serangan Balik

    "Dia sudah pergi..." kata Archie canggung. Summer segera melepaskan diri dari pelukan Archie. Dia menyeka air matanya dengan cepat, lalu menggigit bibirnya, seolah-olah untuk menahan diri."Kau baik baik saja?" Archie bertanya yang mana tentu saja hanya pertanyaan klise yang tidak perlu dijawab.Summer berdehem, menyeka hidungnya dengan ujung sweter wolnya."Aku butuh bir, kau mau ikut denganku?" tanya Summer tanpa memandang Archie."Apa? Bir? Bisakah kau minta yang lain? Um, levermu..." gumam Archie sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.Summer melambaikan tangannya, "Lupakan saja, aku akan pergi sendiri," katanya sambil berbalik dan berjalan menjauh dari Archie."Tidak, tunggu! Baiklah! Aku akan ikut denganmu," teriak Archie pada akhirnya. Dia setengah berlari mengejar Summer lalu berjalan di sisinya."Ada bar beberapa blok dari sini, mau ke sana?" Archie berusaha memecahkan keheningan di antara mereka."Oke," jawab Summer singkat. Archie mengangguk, lalu terdiam lagi."Kau bis

  • Jatuh Cinta Pada Si Koki Tampan   Cinta Segiempat

    Dua minggu kemudian."Summer! Bangun! Kamu harus melihat ini!"Dia membuka matanya dan terkejut menemukan Mrs. Jones sedang menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan wajah gembira.Dengan mata mengantuk, dia bangkit dan mengikuti Mrs. Jones, keluar dari kamarnya.Mereka berjalan melewati ruang tamu, lalu tiba-tiba Mrs. Jones berhenti di depan pintu penghubung antara ruang makan dan taman belakang."Lihat wanita itu!" teriak Mrs. Jones dengan bangga.Mata Summer tiba-tiba membelalak saat melihat nenek sedang berjalan menyirami tanaman dengan lambat.Rasa kantuknya hilang seketika, ia tersenyum lebar dan memeluk Mrs. Jones dengan hangat. "Terima kasih, Mrs Jones! Kau yang terbaik!"Sejak menjalani operasi cangkok hati, langkah Nenek selalu bergetar dan membuatnya harus selalu duduk di kursi roda. Melihat kemampuannya kembali ke aktivitas normalnya membuat Summer merasa sangat bahagia...Hari itu dia pergi ke Coffee Shop dengan lebih semangat. Dia berjanji akan melakukan apa saja untuk mendap

  • Jatuh Cinta Pada Si Koki Tampan   Penyelesaian

    Summer sedang duduk di sofa, memperhatikan Archie diukur oleh staf penjahit.Kepalanya dipenuhi dengan bayangan Shawn, apakah dia bahagia tanpa dia ataukah dia menderita karena dipaksa melakukan apa yang diinginkan ibunya?Dia menarik napas dalam-dalam untuk kesekian kalinya, dadanya terasa sangat sesak seolah ada beban berat yang disandarkan disana. Sekali lagi air mata menggenang di matanya, dia buru-buru mengeluarkan tisu dari tasnya dan menyekanya sampai kering."Aku sudah selesai, apakah kau ingin mampir untuk minum? Kau terlihat sangat tertekan," gumam Archie sambil mengenakan kembali bombernya."Aku tidak minum alkohol lagi," kata Summer sambil berdiri.Archie terlihat sedikit terkejut, "Keren! Apakah kau hidup sehat atau apa?"Summer mendengus sambil tertawa, “Aku mendonorkan liverku beberapa waktu lalu, jadi aku harus merawat tubuhku lebih dari orang lain yang kondisinya normal,” ujarnya enteng."Oke, bagaimana dengan es krim? Kau harus mencoba gelato terbaik di kota!" Teriak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status