Tiba-tiba sebuah mobil menepi dan seseorang keluar dari sana, ia berlari dan menangkap Greta di pelukannya. "Hei, hai Greta! Ada apa?" tanya seseorang yang ternyata adalah Ryan. Dengan lega, Greta memeluknya erat-erat dan menangis di dadanya. Tubuh Ryan menegang, dia hanya menepuk punggung Greta dengan lembut beberapa kali untuk menenangkannya.Ketika ia merasa lebih baik Greta baru menyadari apa yang ia lakukan, ia buru-buru menarik diri dari pelukan Ryan."Maaf, aku sangat panik, seseorang tadi mengikutiku, tapi di mana dia?" Greta melihat sekeliling mencoba menemukan si penguntit tetapi ia tidak melihat siapapun di sana kecuali Ryan. Dengan penasaran Ryan berjalan mengitari lokasi itu, Greta hanya berdiri mengamati. Namun bahkan setelah ia berkeliling beberapa kali, ia tetap tidak menemukan apa-apa selain pisau swiss army yang masih hangat. Seseorang pasti melarikan diri dengan tergesa-gesa dan tanpa sengaja menjatuhkan pisau itu dari genggamannya. Ryan memasukkan pisau itu ke dal
"Bukan itu intinya, bisakah kau melakukan semuanya tanpa bertanya? Jika kau setuju, aku akan memastikan semua yang ada di restoran berjalan lancar untukmu," jawab Ryan setelah berpikir sejenak.Greta mengerutkan kening, "Bukankah itu agak tidak adil bagiku? Maksudku, bukankah seharusnya aku tahu segalanya sebelum setuju untuk bekerja sama denganmu?" katanya sedikit kesal karena Ryan memasang dinding tinggi di antara mereka.Ryan terdiam, ia mengambil salah satu ayam dan memasukkannya ke mulutnya. Ia mengunyah ayam dalam diam membuat Greta menatapnya tak sabar."Oke lupakan rencananya jika kau tidak mau mengatakan yang sebenarnya!" serunya, ia melipat tangannya di depan dada, kesal."Mengapa ini begitu penting bagimu?" tanya Ryan menatap Greta dengan rasa ingin tahu."Karena, karena aku perlu mengetahui kebenarannya sebelum aku memutuskan untuk membantumu atau tidak!""Aku tahu, tapi pertanyaannya kenapa?!"Greta kehilangan kata-kata, apa yang harus dia katakan? Dia tidak bisa begitu s
Setelah merenung beberapa menit, Greta akhirnya memberanikan diri untuk membunyikan bel rumah Ryan. Beberapa detik kemudian Ryan muncul hanya dengan handuk putih yang melilit dipinggangnya. Sepertinya dia baru saja selesai mandi. Greta langsung menundukan wajahnya, ia tak tahan melihat dada Ryan yang berotot."Apa?!" bentak Ryan dengan wajah galak.Greta berdeham pelan.“Um, aku meninggalkan tasku di dalam…” jawabnya masih menunduk ke lantai.Ryan mengerutkan kening, dia melihat ke kamarnya lalu matanya tertuju pada tas biru tua yang tergeletak di atas sofa. Dia mengambil tas itu dan mengulurkannya kepada Greta yang langsung menerimanya tanpa melihat ke arahnya.Ryan berbalik dan hendak menutup pintu tanpa berkata apa-apa, tapi suara Greta menghentikannya."Apa?!" tanya Ryan dengan wajah kesal."Um, aku tidak bisa membuka pintu kamarku..." kata Greta ragu-ragu."Jadi?""Bisakah kau membantuku untuk membukanya?" tanya Greta, kali ini dengan intonasi yang lebih tegas.Ryan terdiam sesaa
"Aku hanya..." Kate terdiam seketika saat ia merasa ada seseorang yang mengawasinya di ujung ruang tamu, ia menyipitkan mata dan sangat terkejut saat melihat Greta berdiri di sana dengan wajah yang sama terkejutnya dengan dirinya.Greta menggaruk bagian belakang lehernya dengan gugup, ia melambai ke arah Kate dan berkata 'Hai' pelan.Tiba-tiba sesuatu terlintas di benak Ryan, ia bisa menggunakan situasi itu untuk meyakinkan Kate tentang hubungannya dengan Greta."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ryan sekali lagi."Aku membawakanmu sarapan..." jawab Kate dengan lembut ia masih berusaha keras untuk mencerna situasi yang terjadi saat itu. Ia benar-benar berpikir bahwa kemarin Ryan dan Greta hanyalah pasangan palsu tetapi melihat mereka di sana, bersama di pagi hari membuatnya menyadari bahwa mungkin ada hubungan nyata di antara mereka berdua."Sudah kubilang berhenti melakukan ini. Lagi pula, Greta sudah memasak sarapan untukku," dusta Ryan, mata Greta membelalak mendengarnya. Memasa
"Show pertama Daily Restaurant akan tayang perdana besok," kata Ryan sambil mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. Greta menyeringai, "Mereka benar-benar akan mengubah namaku, bukan?" dia bertanya dengan cemas.Ryan mengangkat bahu, "Entahlah, kurasa begitu..."Greta menghela napas lega, bukannya ia terlalu percaya diri atau semacamnya tapi mantan pacarnya adalah anak dari Presiden USA yang masih menjabat sampai saat itu. Bukan tidak mungkin orang akan mengenalinya. Ditambah lagi dia adalah putri dari Gabriel Spectre yang cukup terkenal di dunia bisnis dan seni."Apakah kau sudah memikirkan di mana kau akan membangun restoranmu?" tanya Ryan yang sedari tadi sibuk mencari-cari obrolan. Ryan memang aneh, terkadang dia terlihat sangat dingin hingga terkesan tertutup, namun terkadang dia terlihat seperti seseorang yang tidak memiliki beban hidup."Um, entahlah mungkin di kota ini, mungkin juga di kota lain, aku masih memikirkannya..." kata Greta jujur. Ryan mengangguk, "Jadi memang pa
"Kau membaca pesanku?" tanya Ryan santai. Greta melotot kaget, "Aku tidak sengaja! Ponselmu ada di sebelahku, tentu saja aku bisa membaca apa yang ada di sana dengan mudah!" dia mengoceh, pipinya memerah karena malu.Ryan menunduk untuk membaca pesan dari Kate, dia meletakkan kembali ponselnya di atas meja tanpa berniat untuk membalas pesan itu.Greta berdeham, dia memikirkan kata-kata yang tepat untuk bertanya pada Ryan tentang pesan Kate, tetapi sebelum dia sempat bertanya, Ryan justru mendahuluinya."Ya, Kate memang berselingkuh dengan Gaston, dia berselingkuh dengan saudara tiriku. Luar biasa bukan?" Wajah Ryan terlihat datar saat mengatakan itu, tangannya malah sibuk mengambil pangsit dengan sumpit dan menjejalkannya ke mulutnya.Greta mendengarkan dengan mulut setengah terbuka, "Aku tidak bisa berkata-kata..." hanya itu kata yang keluar dari mulutnya."Jadi, apa cerita di baliknya?" Greta bertanya dengan kening berkerut, berharap Ryan akan memberitahunya karena dia sangat penasa
"Mereka memotret kita berdua" pekik Greta waspada."Kenapa? Kau tidak menyukainya?" gumam Ryan, tangannya sibuk menyetir mobil. Greta menggeleng, "Tidak, hanya saja... kupikir kau tidak akan nyaman dengan itu..."Ryan menghela napas berat,"Dengar, berita ini akan ada di mana-mana dan mantan tunanganmu mungkin akan melihatnya. Kau tidak boleh terlihat begitu kesepian, memilukan, dan menyedihkan! Kau harus menunjukkan padanya bahwa kau baik-baik saja dan kau bisa bertahan dengan baik!" Ryan terdengar sangat tulus sehingga Greta langsung ingin menangis, tapi tentu saja dia menahannya.Grete mengalihkan pandangan ke jendela,''Ya, kau benar...aku ingin terlihat seperti orang yang bahagia, media terus menanyakan pertanyaan yang sangat aneh. Itu semua sangat salah dan aku tidak tahu siapa sumber mereka," gumamnya kesal. "Um, jadi kenapa kau membantuku? Bukankah kau membenciku?" tanya Greta ragu-ragu.Ryan mendengus,"Well, memang iya! Tapi aku ingin kau bekerja di restoranku setidaknya sam
Jika biasanya Ryan akan menawarkan tumpangan, malam ini Greta yang memintanya terlebih dahulu. Dia tidak ingin Kate mendahuluinya. Dia mendekati Ryan yang sedang menunduk di depan laptopnya di ruang VIP. Dia berdehem dan berhasil membuat Ryan menoleh ke arahnya."Bolehkah aku masuk?" Greta bertanya hati-hati. Ryan mengangguk, lalu matanya kembali ke laptop lagi."Um, bisakah kau memberiku tumpangan lagi malam ini?" tanyanya dengan wajah khawatir, takut ditolak."Tentu," kata Ryan singkat tanpa mendongak.Greta mencibir, kemarin dia cukup ramah padanya, kenapa sekarang dia kembali seperti saat pertama kali mereka bertemu. Begitu dingin dan kaku."Ingin makan sesuatu sebelum pulang?" kata Greta, jarinya menyilang di bawah meja."Aku kenyang," seperti sebelumnya, Ryan menjaga intonasinya tetap datar dan kaku. Greta menarik napas dalam-dalam, jika semuanya terus seperti ini, dia bisa kalah dari Kate. Tapi setidaknya mereka akan pulang bersama. Ryan mungkin lelah."Oke, aku tunggu di lobby