Semoga suka, MyRe. Jangan lupa dukung novel kita dengan cara memberikan komentar manis di kolom review (bukan di bab yah, tapi di luar), gems dan hadiah. Papai ... IG:@deasta18
"Matematika!" jawab Damian dan Sbastian secara kompak dan bersamaan. "Tidak nyambung," gumam Tita pelan, memutar bola mata jengah dan memilih masuk begitu saja dalam ruangan Damian. 'Pria-pria datar memang aneh.' batin Tita, meletakkan tas kotak bekal yang dia bawa ke atas meja lalu dia duduk di sofa. Sejenak dia menoleh ke sana kemari, mencari-cari keberadaan Catrina. Namun, dia tak melihat perempuan itu ada di ruangan Damian, juga tak ada tanda-tanda kalau suaminya sudah makan siang. Meja kerja Damian diisi oleh laptop dan dokumen. Sedangkan di atas meja depan sofa, terlihat bersih–tak ada bekas apapun. Tadi, setelah melihat Catrina di ruangan ini, Tita segera menemui kakaknya. Dia ke ruangan Sbastian untuk memberikan makan siang yang ia bawa pada sang kakak. Tita sudah effort memasak, dan capek sekali jika dia membawa pulang masakannya tersebut. Lagian ada kakaknya, dan dia juga memang menyiapkan bekal untuk sang kakak. Namun, Sbastian malah salah paham. Kakaknya mengira ka
"Terima kasih sudah mengantarku," ucap Catrina pada seorang staf lama yang bersedia menghantar Catrina ke ruangan ini. Staf tersebut masih mengenalnya, dan dia menyambut hangat Catrina karena tetap mengira Catrina adalah perempuan spesial sang CEO di perusahaan ini. Dulu, hubungan Catrina dan Damian sangat legendaris, dan Catrina juga sering datang menemui Damian ke tempat ini. Oleh sebab itu staf lama masih mengenalinya. Sebetulnya, Catrina datang ke sini untuk mengantar sebuah kue pesanan salah satu staf. Catrina punya toko kue miliknya sendiri. Namun, biasanya bukan dia yang bertugas untuk mengantar pesanan. Hanya saja karena pesanan kali ini dari salah satu staf di kantor Damian, Catrina memutuskan untuk mengantar sendiri pesanan tersebut.Ini akan menjadi alasannya untuk bisa datang menemui dan mengantar makan siang Damian. Staf yang mengantar Catrina tersebut tersenyum manis pada Catrina, setelah itu dia beranjak dari sana. Catrina tersenyum tipis sebelum masuk ke ruangan Da
"Kak, aku sudah mengantuk. Kakiku juga kebas!!" rengek Tita tanpa sadar sambil menggoyangkan tangan Damiam, efek terlalu kesal dan dongkol melihat Catrina. Damian menoleh ke arah Tita, tersenyum tipis sambil mengusap pucuk kepala istrinya. Setelah itu, dia kembali menatap Catrina–ekspresi datar dan tatapan yang terkesan malas. "Maaf, aku tidak punya waktu untuk meladenimu. Istriku sudah mengantuk. Tolong menyingkir dan jangan menghalangi jalan," ucap Damian, mendorong cukup kasar pada Catrina agar perempuan itu menyingkir. Setelahnya, dia menarik istrinya agar pergi dari sana. Di belakang ada dua pria yang merupakan bodyguardnya, membawa kopernya dan istrinya. Catrina terdiam, memegang pundak yang didorong kasar oleh Damian. Dia membalik tubuh untuk melihat Damian, menatap pria itu dengan tubuh yang terasa membeku. 'Damian terasa sangat berbeda. Dia … jauh lebih dingin.' batin Catrina, terus menatap Damian yang pada akhirnya menghilang di belokan lorong. Karena ingin tahu Damian
"Iya, Mama," jawab Tita dengan cukup kikuk, senyum pebsodent pada mama mertuanya. "Ini--" Carmen menyerahkan sebuah buku catatan yang Carmen tulis sendiri. Buku tersebut berisi resep memasak makanan favorit putranya. Sudah lama Carmen mengerjakan ini, saat Damian masih dengan pacarnya yang pertama. Waktu itu, Carmen ingin menyerahkan buku ini pada Catrina–setelah Damian menikah dengannya. Namun, perempuan itu mengkhianati putranya dan Carmen berakhir memilih menyimpan buku ini. Hingga sekarang putranya menikah dengan perempuan cantik dan ceria, dan Carmen merasa harus memberikan buku ini pada menantunya. "Buku ini berisi resep memasak," ucap Carmen setelah buku tersebut ia serahkan pada Tita, "Damian cukup sulit menerima rasa baru dan lidahnya sulit beradaptasi. Buku ini Mama tulis sendiri, supaya kamu tidak kesusahan menghadapi perut Damian."Tita tersenyum manis, menganggukkan kepala dengan lembut. Dia menatap hangat pada Carmen, merasa senang dan tersentuh secara bersamaan. Cin
"Memangnya kenapa jika lebih dari mandi?" Damian menaikan sebelah alis, mendekat dan mengikis jarak pada Tita yang meringsut. "Ya-ya … nanti pilek," jawab Tita asalan, buru-buru berputar saat Damian sudah berada di dekatnya. Damian berdecih geli melihat ekspresi Tita. Perempuan ini takut tetapi tetep terlihat lucu. Terlebih saat dia bergegas memutar tubuh supaya menghindari Damian. Namun, meski Tita menunjukan sikap anti pada Damian, tetapi Damian masa bodo. Dia tetap menggoda istrinya sampai dia benar-benar mendapatkan apa yang dia mau. Dalam hati, Tita merutuki Damian yang sangat menyebalkan. Pria ini sangat licik dan suka sekali menjebak Tita, membuat Tita tidak bisa berkutik. Setelah selesai mandi, Tita buru-buru berpakaian. Saat Damian masuk ke dalam walk in closet, tita cepat-cepat keluar dari sana. Namun, Damian mencegah, menatap Tita supaya perempuan itu tidak keluar dari sana. "Apalagi sih, Kak?" ucap Tita cukup ketus, menyilangkan tangan di dada sambil menatap kesal pa
"Ah, sakit sekali," ringis Catrina, setelah menjatuhkan dirinya. Orang-orang langsung membicarakan Tita, menganggap Tita gadis kasar dan tak punya sopan santun. Hal tersebut membuat Catrina tersenyum tipis, merasa senang karena orang-orang mengira jika Tita perempuan jahat. Saat pria nan tampan itu semakin dekat, Catrina kembali meringis manja, dia mengusap sikut sambil menahan perih. Tita memilih acuh tak acuh, bahkan berniat pergi begitu saja karena tak ingin berurusan dengan perempuan problematik tersebut. Akan tetapi, seseorang mendekat lalu menahan Tita supaya tidak kabur. "Heh, gadis angkuh, jangan main kabur saja. Cepat minta maaf pada Mbak-nya yang kamu dorong," galak laki-laki tersebut–orang yang kebetulan lari sore dan melihat kejadian tersebut dari kejauhan. Dia mampir untuk melihat lebih dekat dan langsung mencegah Tita pergi. "Teman saya nggak bersalah yah!" kesal Lisa, mencoba melepas tangan laki-laki tersebut dari pergelangan tangan Tita. "Heh, saya punya mata! Dan
Apa yang istimewa dengan anak baru itu sampai-sampai Sbastian memperlihatkan sisi lembutnya pada Tita?! *** "Kak, aku mau berhenti bekerja," ucap Tita, di mana saat ini dia berada di ruangan Damian. Ada Sbastian juga di sana–kedua pria itu terlihat bekerja dengan sangat serius. Tita di sini untuk makan siang bersama kedua pria itu. Namun, karena keduanya masih sibuk, mereka belum makan siang. "Kenapa?" Damian dan Sbastian sama-sama menjawab, bahkan serentak menoleh pada Tita. "Karena tidak ada unsur pertaniannya, dan aku cukup bosan," jawab Tita. "Dek, kau tidak boleh begitu. Setiap pekerjaan pasti akan membosankan, dan itu bagian dari rintangan ingin kita," nasehat Sbastian, geleng-geleng kepala mendengar jawaban adiknya. "Tapi ini bukan duniaku, Kak. Aku sama seperti cacing." Damian dan Sbastian saling bertatapan karena merasa aneh dengan jawaban Tita. Apalagi ini? Cacing? Ada apa dengan otak Tita? Perempuan diluaran sana ingin disamakan dengan hewan yang lucu seperti k
"Jaga baik-baik istrimu yah, Dami Sayang," nasehat Carmen, di mana saat ini Tita dan Damian akan berangkat bekerja. Libur untuk pengantin baru telah selesai dan mereka kembali ke dunia kerja. Sebetulnya, Damian rak pernah benar-benar libur. Dia masih bekerja di rumah. "Tentu, Mah," ucap Damian. Setelah pamit, dia dan Tita langsung berangkat. Tiba di kantor, Damian langsung ke ruangannya. Begitu juga dengan Tita yang bekerja dibawah pengawasan kakaknya sendiri. "Kau paham?" tanya Sbastian, setelah sebelumnya dia menjelaskan apa yang harus Tita kerjakan. Tita menganggukkan kepala, "aku paham, Kak.""Humm. Nanti kalau sudah selesai, antar pekerjaanmu pada Kakak." "Baik, Kak," jawab Tita dengan nada bersemangat. Sebelum pergi, Sbastian menyempatkan diri untuk mengusap pucuk kepala adiknya. Hal tersebut tak luput dari perhatian staf lain. Banyak dari mereka yang bertanya-tanya siapa Tita sehingga dia dekat dengan Sbastian, dan ada beberapa perempuan yang suka pada Sbastian merasa ta
"Dalam rangka apa kau memberiku kado?" tanya Damian, di mana dia mengikuti Tita ke kamar–sambil membawa buket bunga dan kado. Tita yang baru saja duduk di sofa langsung menoleh pada Damian. Dia sejujurnya masih dilanda rasa gugup, akan tetapi Tita berusaha untuk terlihat biasa saja. "Hari ini hari kasih sayang. Semua orang menunjukan kasih sayang pada pasangannya," jawab Tita, mencoba santai walau sebenarnya jantungnya tambah terguncang ketika melihat Damian membuka kado darinya. Dia deg degkan, takut Damian tidak suka pada kado pemberiannya. Damian berhenti membuka kado, menoleh pada Tita dengan ekspresi datar tetapi dengan senyuman tipis yang lembut. "Itu berarti kau menyayangi pasanganmu." "Ouh, tentu," jawab Tita lantang, terlalu bersemangat. Namun, saat menyadari sesuatu, air muka Tita berubah muram bercampur malu, "jangan salah paham. Maksudku semua manusia itu sudah seharunya saling mengasihi dan menyayangi." "Humm." Damian berdehem singkat, kembali melanjutkan