Semoga suka dengan satu bab kita ... Besok dan seterusnya, kita resmi beralih ke kisah Lisa dan Sbastian yah, MyRe. Papai ....
Mendengar jawaban putranya, Raymond hanya geleng-geleng kepala sambil menatap berang ke arah putranya. "Kalau tidak ada yang ingin Ayah bicarakan, aku pamit keluar. Ini sudah malam," ucap Damian dengan nada tenang, akan tetapi senyum manis pada ayahnya. "Pergi sana," ketus Raymond, "membuat pusing kepala saja," ucapnya setelah Damian pergi dari ruang kerjanya. Sbastian senyum lebar lalu buru-buru keluar menyusul Damian. Yah, dia dan Damian memang menimbulkan masalah karena membunuh Arthur yang merupakan anggota keluarga Tama. Namun, bukan seorang anak namanya jika tak menyusahkan orang tua, dan yah mereka masih seorang anak! Mereka menimbulkan masalah karena mencelakai Arthur, dan mereka menyerahkan masalah tersebut pada ayah mereka. Biarlah yang tua-tua mengurus hal begitu. "Sudah kukatakan pada mereka jangan membunuh Arthur, tetapi …-" ucap Raymond kesal, memijat pelipis lalu geleng-geleng kepala. Setelah itu, dia melanjutkan ucapannya, "Damian!" "Damian hanya mencontoh ay
"Aku sedang mencari tempat yang cocok untuk membunuhmu. Terima kasih sudah menemani." Damian memainkan pisau berlumur darah di tangan, menyeringai tipis sambil menatap Catrina yang sudah terkulai lemas di lantai. "Da-Damian, ke-kenapa kamu …-" Catrina tidak melanjutkan kata-katanya, perutnya terlalu sakit dan energinya serasa habis seiiring darah yang terus bercucuran keluar dari perut. "Keluarlah," titah Damian, mengabaikan ucapan dan rintihan kesakitan Catrina. Tak lama empat orang pria datang. Salah satu membawa kursi yang langsung diserahkan pada Damian. Tak lama, Sbastian juga datang–membawa kursi untuk dirinya sendiri. "Apa yang ingin kau lakukan pada sampah itu, Tuan?" tanya Sbastian, memanggil tuan pada Damian karena dia dalam mode serius, menganggap jika ini adalah sebuah pekerjaan yang harus dituntaskan. Sebetulnya, supir taksi yang membawa Damian dan Catrina ke tempat ini adalah Sbastian. Dan dia masuk ke bangunan tua ini, lewat belakang. Catrina yang melih
Damian terdiam, karena dia tidak mengetahui alasan kenapa Danuar ikut andil. Sejujurnya dia kecewa pada pria itu karena meski tak terlalu akrab dengan Danuar, dia tetaplah teman bagi Damian. Damian bahkan memilih membeli salah satu unit apartemen milik Danuar dan memilih tinggal di sana, padahal ayah Damian punya hotel Blackswan–di mana bisa saja dia dan Tita tinggal sementara di hotel itu. Namun dia memilih tinggal di apartemen milik Danuar karena mengganggap pria itu temannya. Akan ada impek baik jika Damian tinggal di apartemennya, dalam artian secara tak langsung Damian mempromosikan gedung apartemen itu pada orang-orang kalangan atas. Alasan kenapa Damian melakukan itu, karena teman! Danuar temannya dan dia ingin sedikit memberi bantuan. Tapi ternyata pria itu tak demikian. Sepertinya Damian bukan seorang teman baginya! "Danuar itu siapa?" tanya Diego, menatap Damian dan Sbastian secara bergantian. "Teman," jawab Sbastian enteng, "tapi tidak terlalu dekat. Dia lebih de
"Bu Catrina dan seorang pria, Tuan." "Catrina dan seorang pria?" gumam Sbastian, langsung menatap ke arah Damian yang juga sedang menatapnya. "James?" ucap keduanya secara bersamaan, begitu kompak menuduh pria itu. "Tidak mungkin Kak James, dia itu baik," jawab Tita, langsung mendapat tatapan tajam dan kesal dari Damian maupun Sbastian. "Sepertinya yang Tita katakan itu benar, tak mungkin James pelakunya," tambah Diego, setuju pada pendapat putrinya. Meskipun ayah James rese dan ingin seperti Raymond, tetapi James memilih jalan berbeda. Anak itu sangat patuh pada Raymond dan dirinya, dia juga tidak pernah iri pada pencapaian Diego, dia memilih jalan sendiri. Satu lagi, bukankah James suka pada Tita? Jadi sangat tidak mungkin James menginginkan kematian Tita. Orang yang Diego curigai adalah orang dari keluarga Tama. Karena mereka lah yang punya dendam dan iri dengki pada Raymond dan Damian. Tamago yang saat ini dipegang oleh Damian, masih diincar oleh mereka. Dan bayi dalam
Damian mengabaikan preman tersebut, reflek menoleh ke sana kemari untuk mencari keberadaan Tita. Dia seketika panik saat melihat istrinya berbaring dengan pakaian berlumur darah di atas lantai yang juga dibanjiri darah. Jantung Damian terasa diremas dan hampir saja tubuhnya melorot lemah karena tak sanggup melihat istrinya. Namun, semua perasaan sedih dan sesak itu langsung buyar ketika matanya menangkap ayam goreng di tangan istrinya. Seketika itu juga Damian berdiri tegak, menghela napas kasar dengan tampang muka antara muram dan tertekan. Damian berkacak pinggang, menatap Tita yang masih berbaring di sana dengan geleng-geleng kepala. Hampir saja Damian pingsan karena melihat kondisi istrinya, tapi ternyata …. Orang teraniaya mana yang sempat makan ayam goreng? Di sisi lain, si preman penjaga yang masih sibuk menutup sebuah lemara kumuh–tempat jajan nyonya-nya di simpan, panik seketika karena pintu lemari jebol dan jajan sang bos keluar semua. "Ck, kenapa kau rusak pint
"Curang ini namanya, Bos!" ucap preman yang mengenakan pakaian kotak-kotak, protes karena Tita menjalankan pion miliknya. "Apanya yang curang? Ini namanya skill bertahan hidup, Pak," jawab Tita dengan nada bangga, senyum tanpa dosa pada preman tersebut. Yah, saat ini mereka sedang bermain game ludo di tablet milik preman. Tadi, salah satu pion ludo milik si preman kotak-kotak bisa memulang pion milik Tita. Namun, dengan cepat Tita menjalankan pion lain milik si preman agar pionnya selamat. Oleh sebab itu Tita disebut curang. "Hei, kenapa wajahku dikasih cat?" protes preman berpakaian kotak-kotak pada preman penjaga–di mana preman penjaga tak ikut main, dan bertugas memberi hukuman bagi setiap pemilik pion yang berhasil pulang atau mati. "Pion mu mati," jawab si penjaga markas. "Tapi Bos Nyonya curang," protesnya lagi. "Tidak dengan apa kata Bos Nyonya? Itu namanya bertahan hidup." "Betul!" Para preman itu berdebat, sedangkan Tita makan ayam goreng miliknya sambil m