Share

bab 4

Pagi harinya seperti biasa aku membantu ibu memasak di dapur.

"Oh, ya Ris, bukankah hari ini kamu ada jadwal untuk periksa ke bidan untuk mengecek kandungan mu?," ibu bertanya pada ku.

Aku hanya meng-iyakan pertanyaan ibu karena memang hari ini waktunya aku periksa.

"Ya bu,"

"Mungkin nanti aku akan ke rumah bu bidan, kayak nya sih aku ke sananya agak siangan." jawab ku lagi.

"Mau ibu temenin gak ke sananya, kan hari ini si Keysa gak bisa anterin kamu karena dia harus sekolah," ujar ibu lagi.

"Gak, usah bu, aku bisa kesana sendiri kok, lagian kan rumah bidannya gak terlalu jauh, aku bisa bawa motor sendiri kok bu, ibu gak usah khawatir" ucap ku.

"Tapi kan motor nya akan di bawa Keysa ke sekolah Ris, dan yang satunya mungkin akan di bawa Adam." jelas ibu.

Membuat ku menepuk jidat, aku lupa kalau di rumah hanya ada dua motor saja, yang akan di pakai oleh Adam dan Keysa, sedangkan bapak kalau bekerja selalu ikut pak didi yang memang bekerja di tempat yang sama dengan bapak.

"Ya udah bu nanti aku nebeng sama Keysa aja," ujar ku pada ibu.

"Terus pulangnya kamu naik apa? " tanya ibu.

"Ya jalan kaki aja bu, sekalian olah raga biar sehat." jawab ku sambil tersenyum ke arah ibu.

"Terserah kamu aja Ris, ini kan sudah selesai semua kamu ganti baju dulu gih habis itu sarapan katanya mau ikut Keysa. " ujar ibu padaku.

"Ya bu, aku ke kamar dulu ya." aku pun segera melangkah meninggalkan dapur.

*

Saat aku tiba di depan rumah bu bidan, di sana sudah ada mobil yang terpakir di halaman rumah bidan Susi.

sepertinya mobil itu tak asing bagi ku, aku seperti pernah melihat mobil itu, "tapi di mana ya", aku berguman mencoba mengingat-ngingat tentang mobil putih itu.

"Mikirin apaan sih mbk, kok belum turun juga udah nyampek ini." suara Keysa membuat ku sadar dari lamunan.

"Key, coba kamu lihat mobil itu, kok mbak kayak pernah lihat ya mobil itu tapi mbak lupa pernah lihat di mana." Tanya ku pada Keysa siapa tau dia tau milik siapa mobil itu.

"Bukannya itu mobil mas Reza, masak sih mbak lupa." ujar Keysa, dan membuat ku langsung ingat kalau aku memang pernah melihat mobil itu saat tak sengaja berpapasan di jalan kemarin saat aku pulang dari rumah dini.

"Ya sudah mbak mau masuk dulu, kamu hati-hati di jalan, ingat bawa motornya pelan-pelan jangan ngebut" pringat ku pada Keysa.

"Ya, mbak, mbak juga hati-hati nanti pulangnya."

Setelah Keysa menjauh aku pun segera melangkah masuk.

"Assalamualaikum" ucap ku.

"Waalaikumsalam" jawab mereka serempak.

Saat ibunya mas Reza menyadari bahwa yang mengucap salam adalah aku, dia langsung menunjukan ketaksukaan nya pada ku.

"Eh, mbak Risma mau priksa juga mbk," Tanya bidan Susi memecah keheningan, bidan Susi sangat ramah padaku.

"Ya bu, kalau masih belum selesai saya tunggu di luar saja." Pamit ku.

"Sudah selesai kok mbak, masuk aja Mbak." pinta bidan Susi pada ku.

Aku pun melangkah masuk, walaupun tatapan Kalista dan ibu sangat sinis, tapi aku tak menghiraukannya karena aku kesini hanya ingin periksa bukan ingin mencari masalah.

"Ini bu obatnya, tolong di minum sampai habis ya bu, dan jangan ber-aktifitas yang berat-berat dulu banyakin istirahat, karena kandungan ibu masih muda,"

ucapan bidan Susi barusan membuat ku sedikit terkejut, pantas saja tadi sebelum aku melangkah masuk raut wajah Kalista dan ibu sangat bahagia ternyata ibu akan memiliki cucu dari menantu pilihannya, sedangkan dulu ketika aku hamil ibu malah menyuruh mas Reza menceraikan ku, dan bahkan tak mau mengakui anak yang aku kandung ini.

Sungguh sagat miris nasibku, aku hanya bisa tersenyum pahit kala mengingat semua itu.

Sangat berbanding balik dengan kehamilan Kalista sekarang, yang di sambut dengan bahagia oleh ibu dan Mas Reza.

šŸµšŸµ

hari-hari ku lalui dengan ikhlas dan sabar, berharap suatau saat nanti aku bisa merasakan kebagiaan.

Saat ini usia kehamilan ku sudah sembilan bulan, hanya menunggu beberapa hari lagi untuk lahiran, menurut bidan Susi, mungkin satu minggu lagi atau bahkan bisa kurang dari satu minggu waktu lahiran ku.

"Ibu mana Key," tanya ku pada Keysa.

"Kayak nya sih di kamarnya Mbak, mungkin lagi shalat, ashar, memangnya ada apa Mbak" Tanya Keysa pada ku.

"Gak ada apa-apa kok Key, cuma nanya aja," balas ku sambil menjatuhkan diri ini di samping Keysa.

"Kalau Adam sama bapak, mereka belum pulang ya Key." ujar ku lagi.

"Belum Mbak, kalau bang Adam mungkin dia lagi kerja selesai kuliah tadi,"

Ya Adam memang masih kuliah dan setelah selesai kuliah dia bekerja paruh waktu, untuk membantu biaya kehidupan kami, karena kalau hanya mengandalkan penghasilan bapak kadang tak cukup untuk biaya sebulan, apalagi kadang juga harus bayar uang sekolah Keysa, kalau Adam kuliah karena dia mendapatkan biaya siswa.

********

Terdengar suara adzan subuh, aku pun segera bangkit dan keluar dari kamar mandi yang terletak di dekat dapur.

Saat selesai mengambil wudu aku pun kembali ke kamar dan melaksanakan kewajiban ku sabagai umat muslim.

Setelah selesai shalat subuh aku pun merapikan mukena dan menaruhnya di tempat semula.

Saat ingin keluar kamar tiba-tiba ada sesuatu yang merembes keluar di sertai perut ku yang mulai mules, "Apakah ketuban ku sudah pecah," tanya ku pada diri sendiri,sambil memegangi perut yang semakin sakit.

"Ibu... ..." panggil ku sedikit berteriak.

Terlihat ibu berlari menghampiri ku dengan masih menggunakan mukena, mungkin ibu baru selesai shalat dan tak sempat membuka mukenanya karena mendengar teriakan ku.

"Ya allah kamu kenapa Ris," ujar panik sambil merangkul ku.

"kamu sudah mau lahiran Ris, kutaban kamu sudah pecah, bapak Adam Keysa cepat kesini" ibu berteriak panik.

"Sakit buu......" Keluh ku pada ibu saat kami berada di dalam mobil menuju puskesmas terdekat, tadi Adam sempat menelpon Bidan Susi dan meminta bantuannya.

"Sabar Nak sebentar lagi kita akan sampai" ucap ibu sambil memangku kepala ku.

Saat sudah sampai di puskesmas aku langsung di dorong ke ruagan bersalin dan yang menangani ku Bidan Susi langsung di bantu oleh 2 suster yang memang bertugas di puskesmas ini.

Selang infus sudah terpasang ibu masih setia mendampingi ku, sedangkan bapak dan Adam mereka sedang menunggu di luar.

Aku tak seberuntung perempuan lainnya, saat momen seperti ini harusnya ada suami yang mendampingi, tapi aku hanya di dampingi oleh keluarga ku, tanpa seorang suami.

"Sakit buuu......" ujar ku saat kontraksi semakin menjadi, sakitnya luar biasa, aku pun menangis tanpa sadar karena tak kuat menahan rasa sakitnya.

"Sabar Ris, sabar kamu pasti kuat, ingat kamu harus bisa melahirkan anak mu," ujar ibu menguatkan ku, sambil mengelap keringat dingin yang membanjiri dahi.

"Saya cek dulu ya Mbak, sudah pembukaan berapa," ujar Bidan Susi.

"Yang sabar mbak ini masih pembukaan 5 sisa 5 lagi mbk, posisi tidur nya miring ke kiri Mbak agar pembukaan nya lebih cepat." Saran bidan Susi.

Tanpa menyahut aku pun menuruti ucapan Bidan Susi.

Saat memiringkan badan ke kiri sakit malah semakin menjadi, aku mencoba mengatur nafas, guna mereda sara sakitnya, tapi tak ada gunanya sakit yang aku rasakan teramatlah sakit, semua tulang-tulangku rasanya patah semua. Setelah berjam-jam di ruangan bersalin dan berjuang untuk melahirkan buah hatiku kedunia akhirnya aku berhasil mengeluarkan bayiku.

"Oeekkk.. ....oekkk. ...oekk.... "

Ibu terlihat menitikkan air mata saat melihat cucu nya lahir dengan selamat.

"Alhamdulillah" Pak Arman mengucap syukur setelah mendengar suara tangisan bayi dari dalam ruang bersalin.

"Silahkan masuk pak, azani dulu bayinya." ujar Suster yang baru keluar dari dalam.

"Ya, Sus," pak Arman menjawab dan segera masuk ke dalam untuk segera mengazani cucu nya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status