Share

Sebuah Pilihan Sulit

Penulis: Caramelly
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-26 12:38:06

Rapat itu membahas strategi penjualan properti baru yang akan segera digarap oleh KINGSLEY Properti. Target utama mereka adalah perumahan kelas elit yang ditujukan untuk para konglomerat.

“Perbarui izin pembangunan. Untuk desain, kali ini saya ingin mengadakan sayembara. Masalah anggaran, diskusikan dengan sekretaris saya. Rapat selesai.”

Lucien berdiri, meninggalkan ruang rapat, diikuti oleh Kilian. Ia langsung kembali ke ruang kerjanya, dan tidak lama kemudian Kilian menyerahkan sebuah dokumen penting yang Lucien minta.

Di waktu yang berbeda Lizbeth sedang membuat laporan di depan komputernya, telepon kantor berdering. Ia mengangkatnya, lalu segera pergi menemui manajernya.

“Ibu memanggil saya?” tanya Lizbeth yang berdiri di hadapan Sonia.

Sonia mengisyaratkan agar Lizbeth duduk. Entah kenapa, firasat Lizbeth merasa tidak enak.

“Lizbeth, saya senang sekali kamu bisa bergabung dengan perusahaan ini. Kamu cekatan dalam bekerja. Tapi, maaf … kamu tidak bisa lagi melanjutkan pekerjaan di sini.”

Deg!

Lizbeth terkejut. “Ke-kenapa saya dipecat, Bu? Salah saya apa?” ucapnya panik dan langsung teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu. “Apa karena bunga hari itu?” lanjut Lizbeth.

Sonia sama sekali tidak memberikan penjelasan. Diamnya menusuk hati Lizbeth yang tengah membutuhkan pekerjaan ini, penghasilannya adalah satu-satunya cara agar dia bisa bertahan hidup. Ia tidak bisa kehilangan pekerjaan ini begitu saja.

“Bu, tolong jangan pecat saya. Saya sungguh tidak tahu apa-apa soal bunga itu,” mohon Lizbeth. “Tolong jangan pecat saya, saya membutuhkan pekerjaan ini. Tolong beri saya kesempatan?”

Sonia hanya bisa menarik napas panjang, sementara mata Lizbeth sudah berkaca-kaca. 

“Saya akan meminta maaf secara langsung  pada Pak Lucien,” putus Lizbeth kemudian sembari berdiri. “Permisi, Bu.”

“Lizbeth–!”

Sonia berusaha menahannya, tapi Lizbeth sudah keluar. Langkahnya tergesa, meski sekujur tubuhnya terasa kaku dan berat. Ia tetap memaksakan diri.

Ia tidak bisa kehilangan pekerjaannya ini.

Uang tabungannya sudah habis–selain karena keputusan impulsifnya tempo hari, juga karena ia menggunakannya untuk membiayai pernikahannya yang gagal. Elmer, mantan tunangannya, menolak mengganti dana Lizbeth meski mereka batal menikah.

Jika Lizbeth dipecat, ia benar-benar akan berakhir di jalanan. Ia tidak bisa kembali ke rumah ayahnya karena ibu tiri dan kakak tirinya sudah mengusirnya.

Setibanya di depan ruangan CEO, Lizbeth menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pintu. 

“Masuk.”

Rupanya, di dalam Lucien sedang berdiskusi dengan Kilian, asisten pribadinya.

Lizbeth melangkah masuk dan berdiri di tengah ruangan, di hadapan bosnya.

“Tolong jangan pecat saya, Pak,” ucap Lizbeth. Wajahnya yang polos sedikit menunduk karena matanya berkaca-kaca, sementara tangannya gemetar.

Tidak ada respons dari Lucien. Pria itu hanya diam dan menatap Lizbeth tanpa ekspresi sebelum menyuruh asistennya keluar.

Waktu berlalu lambat bagi Lizbeth. Ia tidak menyangka bahwa ia harus memohon pada pria yang pernah ia tiduri–bahkan dibayarnya malam itu.

“Saya ingin minta maaf terkait kesalahan saya membawa bunga ke ruangan Bapak hari itu.” Pada akhirnya, Lizbeth kembali berkata. “Mohon maaf, Pak Lucien.”

Ia tidak tahu kalau Lucien membenci semua bunga yang datang dan memberikan perintah agar jangan sampai ia melihat bunga sampai ke mejanya.

Lizbeth tidak tahu itu. Dan saat ia tahu, semuanya sudah terlambat.

“Kamu tidak cocok untuk posisi ini.”

Lizbeth akhirnya mengangkat wajahnya saat mendengar respons tersebut. Air matanya akhirnya jatuh ke pipi.

“P-Pak–”

“Keluarlah.” Lucien berkata dingin. Pria itu memutar kursinya.

“Saya mohon, jangan pecat saya, Pak. Saya berjanji akan melakukan apa saja,” ucap Lizbeth lagi. Ia terdengar putus asa. “Bahkan jika Anda menyuruh saya berlutut pun, akan saya lakukan.”

“Apa pun?” 

Lizbeth melihat Lucian yang kembali menatapnya. Sorot mata pria itu tampak tajam.

Wanita itu menahan perasaan asing di dasar perutnya dan mengangguk. Detik berikutnya, Lizbeth sudah membuktikan ucapannya, berlutut di hadapan Lucien.

Sudut bibir Lucien tampak terangkat sedikit. Pria itu bangkit berdiri dan perlahan berjalan mendekati Lizbeth.

“Kalau begitu, buktikan,” kata Lucien kemudian. Ia.meraih dagu Lizbeth, membuat wanita itu mendongakkan kepalanya dan tenggelam dalam sorot mata tajam sang CEO. “Tidur denganku.”

Sepasang mata Lizbeth membola sempurna di balik kacamatanya.

“A-apa maksud Anda?” tanya wanita itu.

Lucien menyeringai tipis. “Kamu benar-benar berniat pura-pura tidak kenal, Nona Lizbeth?”

Tubuh Lizbeth sontak terasa dingin. Jantungnya seperti hendak berhenti berdetak.

“B-bagaimana Anda–”

Lucien tidak menjawab dan justru menarik tubuh Lizbeth membuatnya hampir menyatu dengan tubuhnya. Lizbeth berusaha melepaskan diri, namun genggaman Lucien lebih kuat.

“Kau pikir aku tidak akan mencarimu, setelah malam itu?”

Tangan kanan Lucien menarik kacamata yang dikenakan oleh Lizbeth dan melemparkannya ke sembarang arah. Lizbeth melotot, tatapan mata keduanya sangat lekat. Jantung Lizbeth berdegup kencang, takut dan cemas.

Sebelum Lizbeth sempat menjawab, Lucien sudah lebih dulu meraih belakang kepala Lizbeth, lalu mendaratkan ciuman di bibir Lizbeth.

Sontak, Lizbeth memberontak. Namun, Lucien enggan melepaskannya. Pria itu justru menyesap bibirnya semakin dalam. 

“Arrgh!” desis Lucien saat Lizbeth mengigit bibirnya. Ciuman itu akhirnya terlepas.

Lucien menyeka bibirnya. Seringai tercipta di wajah tampannya saat melihat kemarahan di wajah Lizbeth.

“Apa kau sudah mengingatnya sekarang?” Pria itu bertanya santai.

Namun, sebelum Lizbeth merespon. Lucien sudah lebih dulu mengangkat tubuh Lizbeth yang saat ini masih membeku dalam keterkejutan.

Lucien menurunkan Lizbeth di atas meja kerjanya. Pria itu menekan tangannya pada meja, semakin mendekatkan wajahnya. Kegugupan dapat Lucien lihat dari wajah Lizbeth. Saat Lizbeth hendak bergeser, tangan Lucien sudah lebih dulu menjatuhkan tubuh Lizbeth di meja. Dan perlahan mengunci kedua tangannya.

Di satu sisi, Lizbeth merasakan tangan Lucien menyentuh paha dan merobek paksa stocking yang dikenakannya. Lizbeth berusaha melarikan diri, dalam pemberontakannya. Namun, tidak berhasil.

“Lepaskan aku!” berontak Lizbeth. Ia sudah tidak ingin memohon–Lizbeth ingin pergi. 

Namun, Lucien tampak seperti tidak akan melepaskannya. Tubuh pria itu mengimpitnya, menahannya di sana. Beberapa dokumen dan barang di sekitar meja kerja berjatuhan. 

Dalam posisi itu, Lizbeth bisa mencium wangi tubuh Lucien. Aroma musk yang menguar dari sana mengingatkan Lizbeth pada malam itu. Membuat dadanya berdebar tidak karuan, apalagi saat Lucien kembali mendekatkan bibirnya pada milik Lizbeth.

Namun, seperti baru saja tersadar, Lizbeth langsung memalingkan wajahnya.

“Ini kantor, Pak. Apakah Anda tidak takut orang lain masuk, dan melihat kita seperti ini?” tanya Lizbeth, menghentikan Lucien agar tidak berbuat hal yang aneh-aneh.

Namun, pria itu justru tersenyum miring.

Dan mencium Lizbeth dengan penuh tuntutan sementara satu tangannya membuka kancing kemeja yang dikenakan Lizbeth!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   TAMAT

    Terima kasih untuk para pembaca yang selalu setia mengikuti kisah Lizbeth dan Lucien. Mohon maaf jika ada kekurangan dalam ceritanya. Akhirnya cerita ini tamat. Otor memiliki cerita baru berjudul. 'Dimanjakan Sentuhan Panas Adik Ipar.' mohon dukungannya dan semoga kalian suka. Terima kasih, sayang kalian semua.

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Kau Tetap Menyukaiku

    Mata Lucas melembut saat mendengar permohonan Lucien. Untuk sesaat ia menatap semua orang di sekitarnya. Lizbeth yang menatap penuh harap, Caspian dengan pandangan hangat yang nyaris pecah dalam tangis, dan Cameron yang masih menunduk menahan kesedihan di hatinya. Lucas menarik napas panjang, lalu mengangguk pelan. “Baiklah… Aku akan tetap di sini. Aku tidak akan pergi lagi.”Semua orang terlihat lega dengan keputusan Lucas. Lizbeth mengatupkan mulutnya, matanya basah. Lucien tersenyum—senyum yang jarang terlihat setenang itu. Caspian meraih Lucas untuk pelukan kedua, kali ini lebih erat, dan Cameron menundukkan kepala, bahunya gemetar menahan perasaan di hatinya.Lucas menatap Cameron. Cameron akhirnya melangkah, dia meraih Lucas dan memeluknya sangat erat.“Maaf! Hanya itu yang bisa aku katakan padamu saat ini. Aku bersalah, termasuk pada ibumu.”“Aku sudah memaafkanmu. Jika aku belum memaafkanmu, aku tidak akan ada di sini hari ini. Aku tahu selama ini kamu mencari ibuku. Aku akan

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Sedang Memohon

    Edwina menggigit bibirnya, jari-jarinya terus menggenggam ponsel erat. Tidak lama, balasan dari Lucien muncul beberapa detik setelah foto dan videonya terkirim. [Tenanglah. Jangan panik. Dad hanya sedang melewati masa sulit di hatinya. Jika kondisinya memburuk, hubungi dokter atau siapa pun yang bisa menemaninya. Aku akan mengurus sisanya. Tolong tetap di sisinya.]Edwina menghela napas, matanya berkaca-kaca. Ia menoleh ke arah Cameron yang terhuyung-huyung ke dapur, mencari botol lain. Suara gelas pecah terdengar saat botol tergelincir. Edwina hampir menangis, tapi ia mengingat kata-kata Lucien. Ia berjalan mendekat, meraih pundak ayahnya. “Daddy— cukup,” bisiknya. Tapi Cameron hanya menatap kosong ke depan.Edwina memutuskan untuk duduk di lantai bersandar ke dinding, menjaga jarak agar tidak memancing kemarahan Cameron. Dalam hatinya, ia berdoa agar masa sulit ini segera berakhir. Dan dua minggu berikutnya, Victoria akhirnya terbang ke London untuk menemani suaminya. Sementara

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Orang Sepertiku Tidak Pantas Kau Sukai

    Malam senakin pekat. Namun, cahaya dari lampu-lampu di teras villa membuat suasana terasa hangat. Gelas-gelas wine telah setengah kosong. Musik lembut mengalun dari speaker kecil di pojok teras—lagu yang tak terlalu keras, cukup untuk menemani gelak tawa yang sesekali pecah.Lucien bangkit, mengambil sehelai kain selendang hangat dan menyelimutkannya di bahu Lizbeth. Udara laut mulai menusuk kulit.“Jangan membiarkan dirimu kedinginan. Angin malam sangat jahat sayang.”Lizbeth menoleh dari samping, mata mereka bertemu. Dalam sekejap, waktu seperti berhenti. Bibir Lizbeth bergerak mendekat, menyentuh bibir Lucien dengan ciuman hangat yang penuh kasih. Keduanya saling berciuman dengan penuh cinta, lalu melepaskannya dengan sebuah senyuman hangat.Grace yang berdiri tak jauh dari mereka, Grace berjalan mendekati balkon, jemarinya menyentuh pagar kaca yang dingin. Kilian bergerak mendekatinya, berdiri di sisinya.Jason duduk di samping Caspian di meja panjang, mengamati mereka sambil ters

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Kembalinya Sang CEO

    Pagi itu langit tampak cerah. Mobil mewah menepi di halaman gedung tinggi milik Kingsley. Suasana kantor terasa lebih hidup dari biasanya. Pagi itu, seperti biasanya mereka yang bekerja untuk Lucien berdiri di depan pintu menyambutnya. Namun, kali ini mereka tidak menunduk. Mereka menatap Lucien dan Lizbeth penuh haru.Lizbeth dan Lucien berjalan berdampingan memasuki lobi. Tangannya saling menggenggam erat. “Selamat datang,” ucap para staf yang berdiri.Lucien tersenyum hangat kepada mereka. “Terima kasih.”“Kami tahu Bapak tidak bersalah.”Lucien dan Lizbeth tersenyum. Di depan sana Kilian memandang lurus ke depan, ada rasa haru di hatinya. Matanya berbinar menahan air mata. Para karyawan yang berpapasan berhenti sejenak, menatap keduanya dengan rasa hormat.Kilian menunduk kepada Lucien. “Selamat datang kembali, Pak.” Lalu dengan cepat dia menekan lift. Lizbeth dan Lucien serta Kilian masuk ke dalam lift bersamaan. Setelah beberapa saat mereka keluar dari lift dan menuju ruang ra

  • Jatuh ke Pelukan Panas Tuan CEO   Raja Mafia

    Setelah itu mereka masuk ke dalam.Namun, mereka tidak tidur begitu saja. Lucien pergi mandi, sedangkan Lizbeth membaca buku. Lampu kamar memancarkan cahaya lembut, Lizbeth duduk di pinggir tempat tidur menutup buku yang dibacanya. Lucien keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah. Ia yang sudah memakai pakaian, mendekat dan duduk di samping Lizbeth, memandang wajah istrinya yang masih menyisakan bekas air mata.“Sayang,” suara Lucien pelan, “kamu sudah memikirkan rencana untuk tahun depan?” tanya Lucien tiba-tiba.Lizbeth mengangkat kepalanya perlahan, menatap Lucien. Ada lelah di matanya. “Belum sepenuhnya,” jawabnya. “Aku bahkan belum bisa memikirkan hari esok tanpa merasa bersalah karena Lucas. Jujur saja aku masih memikirkan dia.”Lucien menyentuh punggung tangan sang istri.“Lucas sudah menunjukmu sebagai CEO utama. Itu keputusan yang tidak main-main.” Ia menghela napas. “Dia tidak mengizinkan aku memimpin lagi. Dan aku bersyukur. Pada akhirnya kamu yang menjadi CEO. Aku tahu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status