Rapat itu membahas strategi penjualan properti baru yang akan segera digarap oleh KINGSLEY Properti. Target utama mereka adalah perumahan kelas elit yang ditujukan untuk para konglomerat.
“Perbarui izin pembangunan. Untuk desain, kali ini saya ingin mengadakan sayembara. Masalah anggaran, diskusikan dengan sekretaris saya. Rapat selesai.”
Lucien berdiri, meninggalkan ruang rapat, diikuti oleh Kilian. Ia langsung kembali ke ruang kerjanya, dan tidak lama kemudian Kilian menyerahkan sebuah dokumen penting yang Lucien minta.
Di waktu yang berbeda Lizbeth sedang membuat laporan di depan komputernya, telepon kantor berdering. Ia mengangkatnya, lalu segera pergi menemui manajernya.
“Ibu memanggil saya?” tanya Lizbeth yang berdiri di hadapan Sonia.
Sonia mengisyaratkan agar Lizbeth duduk. Entah kenapa, firasat Lizbeth merasa tidak enak.
“Lizbeth, saya senang sekali kamu bisa bergabung dengan perusahaan ini. Kamu cekatan dalam bekerja. Tapi, maaf … kamu tidak bisa lagi melanjutkan pekerjaan di sini.”
Deg!
Lizbeth terkejut. “Ke— kenapa saya dipecat, Bu? Salah saya apa?” ucapnya panik dan langsung teringat dengan kejadian beberapa hari yang lalu. “Apa karena bunga hari itu?” lanjut Lizbeth.
Sonia sama sekali tidak memberikan penjelasan. Diamnya menusuk hati Lizbeth yang tengah membutuhkan pekerjaan ini, penghasilannya adalah satu-satunya cara agar dia bisa bertahan hidup. Ia tidak bisa kehilangan pekerjaan ini begitu saja.
“Bu, tolong jangan pecat saya. Saya sungguh tidak tahu apa-apa soal bunga itu. Tolong jangan pecat saya, saya membutuhkan pekerjaan ini. Tolong beri saya kesempatan?”
Sonia hanya bisa menarik napas panjang. Melihat tidak ada jawaban. Lizbeth beranjak, matanya berkaca-kaca.
“Saya akan meminta maaf secara langsung ke Pak Lucien,” ucapnya lirih.
Meski Sonia berusaha menahannya, Lizbeth sudah melangkah keluar. Dengan langkah berat, ia berjalan menuju ruangan CEO. Sebelum masuk ke dalam, Lizbeth sempat mengontrol emosinya agar tidak menangis.
Saat ia masuk, Lucien dan Kilian sedang berdiskusi. Kehadiran Lizbeth membuat mereka menghentikan pembicaraan.
Lizbeth berdiri tegak dengan kedua tangannya yang gemetar. ”Tolong jangan pecat saya.”
Matanya yang berkaca-kaca menatap ke bawah. Lucien hanya diam, menatap tanpa ekspresi. Kilian hendak berkata sesuatu, namun Lucien mengangkat tangan, menyuruhnya pergi.
Keheningan memenuhi ruangan.
Air mata Lizbeth menetes, dia tidak menyangka akan memohon kepada pria yang pernah ditidurinya. Dia merasa malu, dan kehilangan muka.
Lucien yang duduk di kursi kerjanya menatap dingin Lizbeth, yang bahkan tidak berani menatap matanya.
“Saya ingin minta maaf tentang bunga hari itu. Saya sungguh tidak tahu itu akan menimbulkan masalah,” suara Lizbeth lirih.
Lucien menatapnya lama. “Standar kami tinggi. Kamu tidak cocok untuk posisi ini.”
Lizbeth terdiam. Ucapan itu menghujam langsung ke dalam hatinya. Ia tahu, penampilannya biasa saja. Tak secantik wanita-wanita yang mungkin biasa ada di sekitar pria seperti Lucien.
Air mata menetes pelan. Ia tidak sudah bisa membendungnya lagi.
“Enyah!” kata Lucien dingin, tanpa perasaan.
Lizbeth membeku. Apapun yang terjadi, dia tidak boleh kehilangan pekerjaannya. Sekarang dia tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya ini caranya bertahan hidup untuk saat ini.
“Saya mohon, jangan pecat saya. Saya berjanji akan melakukan apa saja untuk perusahaan. Tolong jangan pecat saya!” lirihnya penuh harapan. “Jika perlu berlutut, saya akan berlutut agar Anda bisa memaafkan saya!”
Lucien menajamkan tatapannya. “Apa pun?”
Lizbeth yang kini berlutut, mengangguk. Hatinya semakin sedih.
“Kalau begitu, buktikan,” katanya dingin. Ia berjalan pelan, mendekat.
Lucien meraih dagu Lizbeth. Lizbeth mendongak gugup saat Lucien berdiri dekat dengannya. “Tidur denganku!” kata Lucien dingin.
“Apa maksud Anda?” tanyanya ragu.
“Kau benar-benar tidak ingat aku, ya?”
Lizbeth menatap bingung. “Apa ... maksud Anda malam itu?”
Lucien tak menjawab. Ia hanya memandang lekat-lekat wajah di hadapannya. Wajah Lizbeth yang sulit ia lupakan sejak malam yang membara itu. Lalu, perlahan ia menyeringai.
Lizbeth masih terjejut, Lucien memberinya sebuah pilihan yang sangat sulit. Sebelum Lizbeth berpikir, Lucien menarik tangan Lizbeth, membuat tubuhnya lebih dekat dengannya.
“Jadi, sekarang kau pura-pura tidak kenal, Lilibeth?”
Lizbeth membelalak. Nama masa kecilnya keluar dari bibir pria itu. “Bagaimana Anda tahu?”
Lucien tidak menjawab dan semakin menarik tubuh Lizbeth membuatnya hampir menyatu dengan tubuhnya. Lizbeth berusaha melepaskan diri, namun genggaman Lucien lebih kuat.
“Kau pikir aku tidak akan mencarimu, setelah malam itu?”
Tangan kanan Lucien menarik kacamata yang dikenakan oleh Lizbeth dan melemparkannya ke sembarang arah. Lizbeth melotot, tatapan mata keduanya sangat lekat. Jantung Lizbeth berdegup kencang, takut dan cemas.
Sebelum Lizbeth sempat menjawab, Lucien sudah lebih dulu meraih belakang kepala Lizbeth, lalu mendaratkan ciuman di bibir Lizbeth.
Lucien menciumnya dengan paksa. Meskipun Lizbeth melakukan pemberontakan. Lucien enggan melepaskannya. Lucien menyesap semakin dalam. Lucien memeluknya dan pelukannya semakin erat, membuat tubuh Lizbeth gemetar. Di satu sisi, Lizbeth masih berusaha melakukan penolakan.
“Arrgh!” desis Lucien saat keduanya saling menggigit, dan ciuman itu terlepas.
Lucien menyeka bibirnya. Smirk tercipta di wajah tampannya. Lucien melihat kemarahan di wajah Lizbeth.
“Apa kau sudah mengingatnya?”
Sebelum Lizbeth merespon. Lucien sudah lebih dulu mengangkat tubuh Lizbeth yang saat ini masih membeku dalam keterkejutan.
Lucien menurunkan Lizbeth di atas meja kerjanya. Lucien menekan tangannya pada meja, semakin mendekatkan wajahnya. Kegugupan itu, dapat Lucien lihat dari wajah Lizbeth. Saat Lizbeth hendak bergeser, tangan Lucien sudah lebih dulu menjatuhkan tubuh Lizbeth di meja. Dan perlahan mengunci kedua tangannya.
Di satu sisi, Lizbeth merasakan tangan Lucien menyentuh paha dan merobek paksa stocking yang dikenakannya. Lizbeth berusaha melarikan diri, dalam pemberontakannya. Namun, tidak berhasil.
“Lepaskan aku!” berontak Lizbeth.
Beberapa dokumen dan barang di sekitar meja kerja berjatuhan. Separuh badan Lucien menaiki meja. Jantung Lizbeth berdebar kencang, sorot tajam Lucien menyiratkan kalau dia tidak akan melepaskan Lizbeth.
“Apa yang akan kamu lakukan?”
Aroma musk ditubuh Lucien, mengingatkan Lizbeth pada malam itu. Lucien mendekatkan bibirnya, seperti akan mencium Lizbeth. Namun, Lizbeth sudah lebih dulu memalingkan wajahnya.
“Apa Anda tidak takut orang lain masuk, dan melihat kita seperti ini?” tanya Lizbeth, agar Lucien tidak berbuat hal yang aneh-aneh.
Lucien tersenyum miring. “Di dunia ini tidak ada yang kutakuti!” jawab Lucien dengan tatapan tajam lurus menatap Lizbeth.
Lizbeth terbelalak. Namun, Lucien tidak mengindahkan ucapan Lizbeth, dia mendaratkan bibirnya di tengkuknya, sementara satu tangannya membuka paksa kancing kemeja yang dikenakan Lizbeth. Lucien mencium dan menggigit dadanya!
Hari-hari berlalu begitu saja. Kondisi Victoria semakin pulih. Namun, dia belum tahu kalau Fox sudah tiada. Meskipun sekian sebelumnya Victoria sempat menanyakannya. Namun, Cameron mengatakan kalau Fox masih dalam perawatan di New York. Cameron terpaksa berbohong, dia tidak ingin membuat istrinya semakin cemas. Saat tahu Victoria sudah siuman, Caspian baru menemuinya setelah hampir 4 hari. Dia berdiri diambang pintu, saat itu Victoria baru akan tertidur dan hanya ada perawat di sana. Victoria dan Caspian bertemu setelah lamanya. Mengingat Caspian sudah hampir tidak pernah pulang ke New York. Mata Victoria berbinar, ada senyuman kepahitan yang tidak dapat ia sembunyikan sepenuhnya. “Baguslah kau sudah sadar. “ Caspian menghampiri dan berdiri di ujung ranjang. Ia bersedekap. “Aku Quintessa, tidak akan menyerah dengan mudah. ““Aku tahu, hatimu sekuat baja. Termasuk tubuhmu ini. Ngomong-ngomong sekarang kita adalah besan. “ Caspian menatap mata Victoria melihat reaksi Victor
Lucien mengerti kekawatiran Lizbeth. Ia meraih tangan Lizbeth, menatapnya penuh kelembutan. “Jangan dipikirkan. Ada aku, kamu tidak perlu takut. Percaya padaku, dia pasti bisa menerima pernikahan kita... Meskipun mungkin sifat dinginnya tidak sepenuhnya bisa dihilangkan. “Lizbeth menghela napas, ia manggut pelan. “Aku tidak akan menyerah, aku akan mencuri hati ibumu. Aku yakin suatu hari nanti dia bisa menerimaku di dalam keluarga Kingsley. “Lucien tersenyum tipis dan perlahan mengelus wajah Lizbeth penuh kasih sayang. “Lilibeth, kamu jangan sedih lagi ya. Aku tidak mau kamu sedih, jangan sembunyikan apapun dariku. Jika kamu sedih, aku adalah pundakmu. “Lizbeth menatap mata suaminya. Ia sadar kalau suami-istri harus terbuka. Dan semua hal dibicarakan dari hati ke hati dengan kepala dingin. Lizbeth memeluk Lucien. “Aku sudah membuat kamu cemas, ya. Lucien terima kasih sudah sabar denganku. ““Antara kita tidak perlu ada kata terima kasih. Lilibeth, aku menyayangimu.”“Aku juga m
Lucien tidak tahan, jadi dia pergi ke taman untuk menenangkan pikirannya. Ia berjalan seorang diri, dan langkah kakinya terhenti di bawah pohon rindang. Ia duduk di bawah pohon, seraya memeluk lututnya.Ia tidak tahu harus bagaimana. Tangisan Lizbeth masih terngiang di kepalanya. Kalimat itu menyayat hatinya, tentang rindu pada masakan ibunya dan semua hal yang Lizbeth lewati. Lucien menutup mata. Hatinya sesak. Ia tahu, ia tidak bisa mengembalikan apa pun. Tidak bisa mengganti apa pun.“Aku hanya membuatmu kehilangan lebih banyak, Lilibeth,” gumamnya pelan. “Sampai sekarang pun aku belum sepenuhnya bisa jadi tempatmu berpulang.”Lucien tidak menangis. Tapi dadanya berat. Ia hanya duduk di sana, membiarkan waktu berlalu.Di kediaman utama, Cameron membuka pintu kamar rawat Victoria seperti biasa. Ia membawa bunga kecil di tangannya. Sudah berminggu-minggu ia datang menemani istrinya. Menunggu, dan berbicara dengan harapan Victoria bisa secepatnya sadar.Saat pintu terbuka, dan mengham
London,Lucien baru saja menerima informasi dari Kilian mengenai pemberian saham oleh Mateo kepada Lizbeth. Tanpa menunda, ia berjalan menuju halaman belakang, tempat di mana istrinya sedang duduk dengan tenang. Lizbeth sedang membaca buku kehamilan sambil memakan buah anggur satu per satu.Lucien menarik kursi di samping Lizbeth dan duduk. Lizbeth hanya menoleh sekilas sebelum kembali membuka halaman buku di tangannya.“Lilibeth,” panggil Lucien dengan suara lembut.Lizbeth menutup buku yang dibacanya dan meletakkannya di atas meja. Ia menatap Lucien dengan alis sedikit terangkat. “Ya?”“Mateo memberikan lima puluh persen sahamnya di perusahaan kepadamu.”Lizbeth terdiam. Napasnya seakan tertahan. Ucapan itu mengingatkannya pada perkataan terakhir Mateo,bahwa ia akan memberikan hadiah pernikahan. Tapi Lizbeth tak pernah menyangka, hadiah itu adalah separuh dari perusahaannya.“Kamu sudah memastikan, bahwa saham itu benar-benar atas namaku?” tanyanya pelan.Lucien mengangguk. “Aku sud
Samantha terkejut, ia diam dan mengingat kembali sifat Lizbeth akhir-akhir ini. Sorot mata cucunya itu kadang sulit ditebak, ada kelembutan, namun juga keteguhan. Ia sempat mengira perubahan sikap Lizbeth disebabkan tekanan, atau luka emosional yang masih mengendap d lubuk hatinya. Tapi Polly, tidak sembarangan menaruh curiga.Samantha menghela napas dalam. Ia lengah. Terlalu banyak hal yang menyita perhatiannya, mulai dari kehadiran Alessandro, kondisi Victoria, hingga masalah keluarga yang belum juga reda. Hingga ia tidak menyadari perubahan pada cucu perempuan yang kini mengandung darah Kingsley dan darah mafia.Ia melirik ke sekeliling dengan cepat, memastikan tidak ada pelayan atau anggota keluarga yang melihat. Kemudian dengan satu isyarat tangan, Samantha dan Polly masuk ke dalam kamar pribadinya yang terletak di sayap timur Rosehall. Begitu sampai di dalam, Samantha menutup pintu rapat dan memutar kuncinya. Samantha berjalan pelan, duduk di tepi tempat tidurnya, lalu menata
Lizbeth tersenyum kecil.“Aku tidak peduli dengan masa lalu. Dia membenciku karena sebuah alasan, aku bisa memakluminya.”Samantha tersenyum hangat.”Cucuku berhati lapang. Jadi, kamu akan memutuskan untuk tetap tinggal di sini beberapa hari lagi?”Lizbeth mengangguk pelan.“Aku ingin beristirahat sebentar lagi. Lucien juga jarang sekali memiliki cuti panjang, selain itu Bu Victoria akan dirawat di sini untuk sementara waktu.”Samantha menghela napas. “Jadi, Lucien sudah memutuskan.”Samantha menatap Lizbeth dengan tatapan tidak bisa. Ada kesedihan di wajahnya yang dapat Lizbeth tangkap dengan jelas.“Nenek, apa ada sesuatu yang mengganjal hati Nenek?” Samantha meraih tangan Lizbeth dan menggenggamnya. “Lilibeth, aku bersalah padamu. Banyak hal yang aku lakukan di masa lalu, kamu sudah menderita di luar sana.”“Nenek, semua itu sudah berlalu. Aku sudah tidak menghitungnya lagi, aku dan Lucien sudah sepakat untuk membuka lembaran baru dan tidak ingin mengingat kepahitan di masa lalu.”