Share

Bab 6 | Maniak

Author: Shanum Belle
last update Last Updated: 2024-07-17 07:00:24

“Sejak kapan Pecitra mempekerjakan panda, Maduku?” Aulia tertawa renyah memenuhi ruangan pantri.

Apa yang bisa aku perbuat untuk menyelamatkan lingkar hitam di mataku?

“Mikirin apa sih sampai harus bergadang. Tuh, selain mirip panda, kamu juga mirip  hantu yang suka makan bakso.” Dia memajang cermin kecil di depan mukaku. Terlihat sangat mengerikan.

“Mikirin suamiku kapan pulang wajib militer.” Maafkan daku karena harus berbohong.

Sebenarnya, aku tidak bisa tidur sepanjang malam memikirkan ucapan Pak Malik. Tawaran yang beliau berikan memang sangat menggiurkan sehingga sangat disayangkan jika dilewatkan begitu saja, akan tetapi konsekuensi yang harus aku tanggung juga tak seringan kapas yang beterbangan di cakrawala.

“Maduku, aku mau cerita.” Lebih baik minta pendapat Aulia dahulu sebelum mengambil keputusan.

“Tentang teman kamu ya?” Dia sungguh bersemangat.

“BUKAN!”

Kalau menjawab iya, maka dia akan tahu kalau sebenarnya aku membicarakan tentang diriku sendiri.

Sudah menjadi rahasia umum di bawah langit dunia, jika ada seorang manusia yang bercerita ke orang lain dan dia memulai pembicaraan dengan kalimat ‘aku mau cerita, ini bukan tentang aku tapi temanku’ dapat dipastikan bahwa sebenarnya cerita yang dia bicarakan adalah tentang dirinya sendiri.

“Aku dengar satu gosip. Ada pengusaha dari negeri seberang, dia menyuruh salah satu karyawatinya untuk menjadi istri kontrak selama setahun. Kamu tahu si perempuan itu dikasih apa kalau dia bersedia? Dia bakal dapat saham perusahaan milik pengusaha itu sebanyak lima persen. Menurut kamu masuk akal tidak? Memangnya ada yah lelaki sedermawan itu?”

“Ada,”-Aulia menyesap kopinya-“di dalam cerita novel dan drama yang tayang di ‘Netplikse’.”

Ucapan Aulia menamparku dengan keras. Aku tak memiliki dalih apa pun untuk mendebat pendapatnya karena yang wanita ini ucapkan terdengar lebih masuk akal dibanding penawaran yang Pak Malik berikan.

“Tapi ya, Al. Seandainya di dunia ini ada lelaki yang melakukan hal itu, motifnya patut dicurigai,” imbuh Aulia.

“Lanjut!” Aku membuka kue yang tersedia di pantri, lalu memberikannya pada Aulia, si maduku.

“Pertama, sebagai pengusaha orang itu memiliki naluri ‘tidak mau rugi’. Jika dia memberikan lima persen saham perusahaan dengan mudah, itu artinya dia mendapatkan sesuatu yang lebih besar dari yang dia berikan ke karyawatinya.”

Masuk akal juga apa yang Aulia katakan. Namun, apa yang didapatkan oleh Pak Malik ya?

“Kedua, ada kemungkinan perusahaan itu merugi sampai di tahap yang sangat memprihatinkan hingga tidak dapat diselamatkan lagi. Dia memberikan sahamnya agar dirinya tidak dikejar-kejar oleh penagih hutang.”

Kalau yang ini tidak benar, sih. Selama dipimpin oleh Pak Malik, Pelisia Citra Ayu tidak pernah mendapat laba negatif. Jika anak perusahaan selalu menghasilkan laba, maka perusahaan induk otomatis akan mendapatkan laba juga. Tapi, TUNGGU! Pelita Lestari Indonesia bukanlah perusahaan terbuka seperti Pecitra sehingga laporan keuangannya tidak dipublikasikan. Bagaimana jika perusahaan itu ternyata merugi?

“Ngomong-ngomong tahu gak, bagaimana kinerja keuangan Pelita Lestari?” tanyaku pada Aulia.

“Kalau perusahaan induk aku tidak tahu-menahu,”-Aulia menepuk pundakku-“kamu kan dekat sama Pak Malik, tanya saja ke beliau. Si Bos pasti punya datanya.”

***

Entah berapa banyak masker mata terbuang untuk menghilangkan lingkar hitam di bawah mata. Pakai lagi pakai terus. Hasilnya tetap sama, warna hitam di bawah mata tidak hilang. Seperti ini hasilnya kalau bergadang sepanjang malam.

“Ha…, aku harus bagaimana?” desahku, seraya menjatuhkan tubuh yang penuh dengan kekhawatiran akan penampilanku.

“Tinggal datang ke rumahku saja, makan malam sudah siap. Hari ini aku yang masak.”

Suara Pak Malik sungguh mengagetkan, membuatku hampir berjingkrak dengan gaya bebas.

“Bagaimana Bapak bisa masuk?” Tanpa suara pula, mirip seperti burung hantu.

“Karena aku punya kuncinya.” Dia melemparkan diri ke sofa di ruang tamu di mana aku berada sekarang.

Hampir saja aku lupa kalau Pak Malik merupakan pemilik rumah yang aku tempati sekarang. Berawal dari tugas mengurus keperluan pribadi beliau saat tahun ketiga waktu aku masih bekerja di PT Pelita Lestari Indonesia, perusahaan induk Pecitra.

Berangkat kerja saat masih subuh dan seringnya pulang tengah malam karena harus bersama Pak Malik, membuat tubuhku tumbang hingga harus dirawat beberapa hari di rumah sakit. Sejak itu, Pak Malik menyuruh pindah ke Apartemen Mirrorpage dan tinggal di samping unit beliau. Dia juga tidak pernah lagi lembur sehingga aku bisa pulang tepat waktu, selalu. Meskipun demikian, setelah sampai rumah, ia menyuruhku untuk memasak untuknya. Yah, sama saja kerja lembur kalau begitu.

“Ternyata kamu seorang maniak ya.” Pak Malik beranjak dari posisinya menuju tempatku, lalu mengambil pelembab bibir di tas kosmetik setelah itu dia aplikasikan di bibirnya sendiri.

‘Pak! Modal dong! Perkara pelembab bibir masa pakai punya saya’. Ingin sekali rasanya memukul wajah si Bos menggunakan kalimat tersebut.

“Atas dasar apa Bapak menuduh saya maniak?” Aku melipat kedua tangan di depan dada.

“Kamu lihat di sana,”-dia menunjuk dinding yang yang ditempel wallpaper dengan motif wajahnya Jin di semua sisi-“dinding itu terlihat seperti tempat menaruh kepala korban tumbal.”

Itu tidak benar!!

Gambar yang terpampang di sana adalah karya seni. Pemilik wajah yang menghiasi dinding ruangan ini merupakan lelaki paling tampan di jagat raya.

“Bapak menyesal ya, karena sudah membiarkan saya tinggal di sini?” Jawab yang jujur, Pak. Jangan ada dusta!

“Bukan begitu,” sanggahnya.

Lalu?

“Maksud saya, jadi orang bertingkahlah yang wajar. Tidak perlu menyukai sesuatu secara berlebihan. Sesungguhnya yang berlebihan itu tidak baik.”

Perkataan si dia terdengar seperti kalimat yang diucapkan oleh orang suci. Memangnya dia suci?

“Saya tidak berlebihan kok, Pak.” Aku memalingkan muka darinya.

“Tidak berlebihan kamu bilang? Lihat bantal ini,”-dia menunjuk bantal sofa yang dibungkus dengan sarung bergambar wajah Jin-“lalu ini”-ia mengangkat mug yang bergambar wajah Jin-“di sana”-dia menunjuk gorden yang bermotif wajah Jin, tentunya.

“Semua barang apa pun yang dapat dipesan secara custom pasti ada wajah si penyanyi korea itu. Terutama yang di sana,”-Pak Malik menunjuk pintu masuk yang terpasang foto Jin dengan ukuran yang sama seperti ukuran daun pintu-“tidak ada manusia yang masih menggunakan akal sehatnya akan melakukan hal yang sama denganmu. Tidak salah lagi, kamu memang seorang maniak.”

“Bukan seperti itu, Pak.” Tuduhan Pak Malik padaku tidak benar. Aku bukan maniak. Bukan…, Bukan….

“Saya memasang foto Jin di daun pintu sebagai sumber semangat saat keluar rumah dan penghibur diri setelah pulang kerja,” ucapku.

“Jadi kamu menggunakannya sebagai lelaki penghibur?” Pak Malik geleng-geleng, tampak jelas dari matanya kalau dia sedang mengejekku.

“ITU TIDAK BENAR!” Suara ini memekik.

“Sttt…,”-dia menempelkan jari telunjuknya di bibirku-“aku tahu itu tidak benar karena yang sebenarnya kamu tidak membutuhkan lelaki penghibur. Kamu tahu alasannya? Karena dengan bertemu denganku saja sudah cukup untuk menghiburmu.”

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jebakan Cinta sang CEO   Thankful

    Terima kasih aku ucapkan pada:Editorku, Kak Dian dan Kak Lucy. Berkat kalian berdua, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ dapat tayang di Goodnovel;Para pembaca. Kalian memotivasiku untuk menyelesaikan cerita. ‘Jebakan Cinta sang CEO’ atau memiliki judul lain ‘Suami Magnetis’ merupakan naskah pertamaku di platform ini. Aku harap kalian menyukainya;Terkhusus untuk Jin, lelaki paling tampan di dunia dan sejagat raya pada abad ini. Oppa, thank you for giving me inspiration in writing this manuscript. If Oppa hadn’t held fan meeting a few months ago as well as became the torch bearer for The Paris 2024 Olympics, ‘Jebakan Cinta sang CEO’ would have had a different storyline. Oppa, i have a dream that one day my scripts will be adapted into drama and you become the one who play the main role. I hope my dreams come true.Saat ini aku sedang mengerjakan naskah lain berjudul Hidden Tea. Semoga cerita tersebut dapat tayang di platform ini juga. Sekian.

  • Jebakan Cinta sang CEO   Bab 109 | Suami Magnetis

    “Sayang, kamu enggak marah sama aku?” tanyaku.Saat ini diriku berada di bawah selimut yang sama dengan Rasenda. Setelah kami berdua melakukan penyatuan, rindu yang mengapur pun melebur. Suasana yang awalnya dingin, kini menjadi cair.Dengan lembut, Rasenda memeluk tubuhku yang masih polos dan apa adanya. “Marah kenapa?”“Karena aku jual Jantung Medusa, hadiah dari Mama,” jawabku dengan suara yang pelan, lalu menyembunyikan wajah di pelukan Rasenda.Pada saat diriku bilang ke Rosiana bahwa aku akan melepas Jantung Medusa, sebenarnya aku takut jika Rasenda membenciku. Meski pada saat itu lelaki ini membiarkan tindakanku, namun tetap saja ada perasaan tak enak.“Asalkan itu membuatmu senang, tidak ada masalah,” jawabnya.“Lagi pula, kamu tidak jual benda itu atas dasar keputusanmu sendiri. Aku masih punya andil di dalamnya. Ingat! Aku yang melepas perhiasan itu ke orang lain karena akulah yang menyimpannya. Jadi, jangan salahkan dirimu, oke,” imbuhnya.Betapa baiknya suamiku. Padahal ka

  • Jebakan Cinta sang CEO   Bab 108 | Face Mist Lada Hitam

    Empat hari kami berada di Korea mulai dari Kamis hingga Minggu. Kalau saja Aulia bukan budak korporasi, mungkin kami akan berada di sana hingga satu minggu ke depan.“Manu, tolong bawa ke dalam dan bagi dengan yang lain,” pintaku pada orang itu, wanita yang disuruh oleh Rasenda untuk mengawasi gerak-gerikku.Dia membawa masuk koper yang kuberikan dan membukanya. Betapa terkejut wanita itu setelah dia melihat isi dalam koper tersebut. Terdapat berbagai produk kecantikan, seperti masker wajah, lipstik dan pelembab. Tak ketinggalan juga teh yuja, ginseng serta berbagai makanan khas Korea.Selama berada di negeri K-pop, Aku dan Aulia memuaskan diri berkeliling ke berbagai tempat. Dari lokasi wisata hingga pusat perbelanjaan, kami kunjungi semua. Tak peduli mau beli atau tidak, yang penting kami bisa cuci mata.“Ya ampun banyak banget, Bu. Apa enggak rugi kena cukai?” respons Manu.Persetan dengan cukai atau apa pun itu, toh yang bayar suamiku. Dia sendiri juga sudah bilang agar aku memuas

  • Jebakan Cinta sang CEO   Bab 107 | Wangi Kebahagiaan

    “Hai sayang! Gimana kabar?” Rosiana mencium pipiku, kiri dan kanan.“Baik Kak. Kakak gimana?” jawabku.Wanita yang kini mengenakan kemeja putih ini menggenggam tanganku. “Luar biasa.”Kami bertemu di kafe yang terletak di daerah Megamendung. Tempat itu memiliki pemandangan indah yang menghadap ke Gunung Salak.Selain memanjakan mata, kafe tersebut juga memanjakan lidah, terutama bagi pengunjung yang mencintai makanan pedas. Mereka menyediakan berbagai menu yang dipadukan dengan sambal bakar seperti ikan gurame, ayam bakar pedas manis, steik bumbu kacang dan masih banyak lagi.“Langsung saja tidak usah basa-basi. Aku dengar kamu punya Jantung Medusa.” Baru saja bertemu, wanita ini sudah bertanya tentang perhiasan.“Dari mana Kakak mendengarnya?” tanyaku.“Dari kenalanku. Dia ingin membelinya,” ujar Rosiana.Memang yang namanya gosip cepat beredar. Mend

  • Jebakan Cinta sang CEO   Bab 106 | Buku Harian Rasenda

    “Sayang kamu pasti bercanda, kan?”Aku menarik jas pria ini dengan tangan yang gemetar. Bagaimana mungkin dia berubah menjadi begitu kejam?Kertas yang dia berikan padaku merupakan surat pengunduran diri yang sudah diatur olehnya. Dia, bahkan tak meminta pendapatku lebih dahulu. Inikah hukuman darinya?“Selama ini aku tak bermaksud untuk menyembunyikan kebenaran ini. Aku hanya belum sempat mengatakannya…, tidak…, aku tak berani mengatakannya karena takut kalau kamu jadi makin sedih,” ucapku.“Saat itu, kamu baru saja kehilangan Mama. Jika aku memberi tahu kalau aku keguguran….”“Tetap saja aku berhak tahu!” bentaknya. “Bagaimanapun juga, dia juga anakku.”Seumur hidup, aku tak pernah melihat Rasenda marah sampai membentakku seperti malam ini. Biasanya, tak peduli seburuk apa suasana hatinya, dia tak akan berbicara dengan nada tinggi padaku.“Apa kar

  • Jebakan Cinta sang CEO   Bab 105 | Pembalut Bikin Kalut

    Semenjak Ayu mengunggah video klarifikasi, kepercayaan publik yang sempat hilang pun kembali. Demikian juga dengan kepulangan Rasenda dari Singapura membuat atmosfer Pecitra menjadi lebih baik dari hari ke hari.Lelaki itu berhasil membujuk klien Pecitra yang ingin memutus kerja sama untuk mengurungkan niatnya. Dengan demikian, kerugian yang mengancam perusahaan dapat ditekan.Rasenda berjalan keluar dari ruangannya dan singgah di mejaku. “Sayang, buka akun sekuritas kamu deh,” ucap lelaki itu. Aku pun menurutinya.Betapa terkejut diriku saat melihat ekuitas yang aku miliki saat ini. Besarnya tak tanggung-tanggung hingga mencapai enam bagger. Modal awal yang aku taruh adalah delapan belas miliar enam ratus juta rupiah dan kini nilainya menjadi seratus sebelas miliar enam ratus juta rupiah.“Sayang! Ini beneran uang aku naik lima ratus persen?” tanyaku pada suami untuk memastikan diriku yang masih percaya bahwa ini mimpi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status