Sesekali, Natalie melirik ke arah pintu kamar yang tak tertutup rapat, takut ada orang yang tiba-tiba masuk. Jantungnya berdebar kencang. Dia merasakan stimulasi yang tak bisa dijelaskan.Ciuman itu berlangsung lama hingga akhirnya mereka terpisah dengan napas memburu. Wajah Natalie semerah tomat, tubuhnya bersandar lemas di dada Denzel. Napasnya berat sehingga dadanya naik turun seperti ombak. Pemandangan itu membuat sorot mata Denzel meredup.Saat ini, seseorang yang berpakaian putih muncul di depan pintu kamar rawat. Denzel melirik sekilas dengan sudut matanya, lalu tersenyum kecil. Dia menunduk, menyentuhkan keningnya pada kening Natalie. Suaranya serak dan dalam. "Cium aku."Natalie menatap matanya yang hitam dan dalam, lalu tatapannya bergeser ke bibir tipis pria itu. Dia menelan ludah.Menciumnya memang membuat hati berdebar-debar. Tanpa sadar, Natalie merangkul lehernya dan kembali mencium. Gerakannya masih kaku dan polos, tetapi wajahnya jelas penuh kebahagiaan.Denzel memegan
Natalie bahkan tidak sempat makan, langsung menyusul sambil berkata dengan cemas, "Aku temannya, gimana kondisinya?"Seorang perawat menjawab, "Kecelakaan lalu lintas, mengalami cedera di kepala."Selesai berbicara, Denzel langsung didorong masuk ke ruang operasi. Pintu tebal tertutup rapat.Natalie berdiri di luar, jantungnya berdegup kencang, wajahnya tampak sangat cemas.Beberapa saat kemudian, Louis datang dengan wajah panik. "Bu Natalie, bagaimana kondisi Bos?"Natalie menggeleng. "Masih dioperasi, belum tahu.""Bos biasanya jago nyetir, kenapa tiba-tiba kecelakaan?" Louis panik luar biasa. Jika sampai Denzel kenapa-napa, dia juga akan disalahkan.Natalie mencoba menenangkan, "Tadi aku lihat lukanya di bagian dahi. Kelihatannya parah karena berdarah banyak, tapi sepertinya nggak terlalu serius."Secara logis, dia yakin kondisinya tidak terlalu parah, tetapi tetap saja hatinya waswas.Satu jam kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka. Denzel dipindahkan ke ruang rawat."Sudah
Natalie mendongak, menatap Hardi dengan mata yang masih sayu karena mabuk. Hardi pun memandangnya balik, sementara tangannya masih bertumpu di bahu Natalie.Dari luar, mereka tampak seperti sepasang kekasih yang sedang saling menatap penuh perasaan.Wajah Denzel langsung menggelap. Dia melangkah cepat mendekat dan tanpa ragu menarik Natalie dari lantai, lalu mencium aroma alkohol yang sangat menyengat dari tubuhnya.Begitu melihat wajah Natalie yang merah merona, dia langsung tahu gadis ini mabuk berat.Ekspresi Denzel sedikit melunak. Dia mengangkat pandangan dan melirik Hardi dengan datar. "Dokter Hardi, lebih baik kamu kembali ke kamar dan istirahat. Aku yang akan menjaganya."Hardi masih menggenggam lengan Natalie, bibirnya tersenyum tipis. "Apa yang Pak Denzel katakan? Aku ini atasan sekaligus teman Natalie. Dia mabuk. Aku nggak akan tenang kalau menyerahkannya ke orang lain."Tatapan Denzel menyiratkan ejekan. "Terus kalau kamu yang jagain, pasti bisa tenang? Apa karena kamu buka
Natalie mengangkat wajah, bertemu dengan mata lembut biru muda milik Hardi. Dia tersenyum, "Nggak apa-apa, lagian makan juga sebentar saja.""Boleh aku duduk di sini?" tanya Hardi dengan sopan."Tentu saja boleh."Mereka duduk berhadapan, makan dengan tenang tanpa banyak bicara. Selesai makan siang, mereka pun berjalan kembali bersama.Hari itu Natalie mengikat rambutnya ke atas dengan gaya cepol. Semua helaian rambut dikunci rapi dengan jepit hitam kecil, memperlihatkan tengkuk putih bersihnya.Hardi yang bertubuh tinggi, menunduk sekilas dan langsung melihat bekas gigitan yang sangat jelas di tengkuknya. Mata biru mudanya tampak sedikit meredup.Di depan pintu kantor."Dokter Hardi, kamu masuk saja. Aku pergi dulu." Natalie melangkah pergi.Hardi memanggil, Natalie pun menoleh. Dia akhirnya tak tahan untuk bertanya, "Kamu ... kamu sama Denzel pacaran ya?"Natalie tak menyangka Hardi akan tiba-tiba bertanya seperti itu. Dia terdiam sesaat, lalu mengalihkan pandangan dan menggeleng, "N
Wajah Natalie seketika memerah dan memanas. "Ka ... kamu ...."Tubuh tinggi besar Denzel mendekat. Dia sontak mengangkat kedua tangan Natalie dan menahannya di dinding. Wajah keduanya begitu dekat saat Denzel berujar, "Ngapain malu? Toh ini bukan pertama kalinya.""Kamu ...." Natalie malu hingga tidak bisa berkata-kata. Berhubungan intim tidak sememalukan itu, tetapi setiap kata yang dilontarkan Denzel terlalu menggoda.Selain itu, Denzel menurunkan satu tangan Natalie dan meletakkannya di bagian bawah tubuhnya. Setelah bergeser sedikit, Natalie pun bisa merasakan ketegangan area itu.Wajah dan telinga Natalie semakin merah. Dia tak kuasa berkata, "Bukannya semalam sudah. Kamu ini kok ....""Aku cuma lagi penuh energi. Nggak boleh?" Denzel menunduk dan mencium Natalie. Tangan besar itu menggenggam tangan mungil yang berada di bawah, membimbingnya perlahan, seolah-olah sedang melakukan latihan rehabilitasi.Denzel yang merasa nyaman pun memejamkan mata. Dengan napas terengah-engah, dia
Senyuman Natalie sempat menegang, lalu dia tanpa sadar menoleh ke pria di seberangnya. Denzel mengangkat gelas jusnya, meminumnya dengan gerakan tenang dan elegan. Wajah tampannya tetap datar tanpa ekspresi.Natalie mengira tadi itu tidak sengaja, jadi dia tak mempermasalahkan dan lanjut mengobrol dengan Hardi. Namun, tak lama kemudian, kakinya ditendang lagi.Kali ini lebih parah. Kaki itu bukan hanya menyentuh, tetapi malah bergerak naik ke arah paha. Natalie panik dan refleks merapatkan kedua kakinya, lalu mendongak, menatap tajam pria yang sudah keterlaluan itu.Denzel tampak tenang, masih diam menikmati makanannya, seolah-olah bukan dia yang sedang berlaku seenaknya di bawah meja.Hardi tidak menyadari apa pun, malah dengan ramah mengupas udang dan meletakkannya ke mangkuk Natalie. "Nat, coba ini deh. Udangnya enak banget.""Ya, aku ...." Kata "coba" belum selesai terucap, Natalie mendadak terdiam. Pipinya memerah. Itu karena Denzel menekan area sensitif di tubuhnya!Dia menatap p