Share

Jebakan Ranjang Nona Muda
Jebakan Ranjang Nona Muda
Penulis: She Sheila

Jebakan Ranjang

"Aku tak mau dan tak akan pernah mau menikah!" seru gadis cantik yang langsung membalikkan wajahnya dengan angkuh.

Seketika tangannya bergerak cepat mengambil tas dengan berlogo huruf H besar di sofa dan keluar dari ruangan tanpa pamit. Ditinggalkannya Bernardo De Quinn, pria 60 tahun yang sudah merawatnya sepenuh hati tanpa didampingi sang istri yang sudah lebih dulu pergi.

"Ikuti dia, jangan biarkan dia sendiri dan melakukan hal gila lagi!" perintah Bernardo pada pria berpakaian serba hitam yang mengangguk seketika.

Tangan tuanya memegangi dada yang terasa sakit setiap kali berurusan dengan gadis nakalnya. Clara Quinn, putri semata wayang yang ia besarkan seorang diri nyatanya harus tumbuh menjadi anak pembangkang dan selalu menolak permintaan sang ayah. Kali ini, bukan yang pertama kalinya Bernardo harus menelan obat-obat dokter untuk mengurangi sakit jantung yang kambuh akibat ulah putri semata wayangnya.

Sementara langkah kaki Clara menyusuri anak-anak tangga dengan cepat. Tubuh rampingnya masuk ke dalam sebuah mobil sport berwarna mewah, hadiah dari ayahnya tahun lalu. Diliriknya pengawal pribadi Bernardo yang sudah duduk manis di sisinya.

"Apa yang kau lakukan di sini, hah?" tanyanya ketus.

"Menemanimu," jawab pria bertubuh kekar yang tak nampak menua walau usianya sudah menginjak kepala empat. "Aku tak akan membiarkan kau pergi sendiri!" tegasnya seolah memaksa Clara menurut.

"Tuan David Klein, kau pengawal pribadi ayahku, jadi keluar atau..."

"Kali ini aku akan menjadi pengawalmu, Nona Clara Quinn!" potong David dengan penuh penekanan pada akhir kalimatnya.

Gadis 25 tahun itu mendengus kesal, tapi matanya langsung bersinar seolah ada rencana baru untuk membuat David jengah nan lengah. Tatapan manik abunya tajam dengan seru mesin yang berteriak siap menghempas keduanya menuju surga dunia, tempat Clara menghabiskan waktunya selama ini.

Setelah menyelesaikan kuliah di Paris, ia kembali ke tanah air dan enggan bekerja. Belanja, berlibur dan berpesta adalah kegiatannya sehari-hari. Ia sama sekali tak tertarik pada dunia kerja, di mana sang ayah berjuang keras memberikan kehidupan yang layak bagi keluarga. Tak hanya itu, Clara juga selalu membuat masalah, terutama jika ia berhubungan dengan pria.

Berita terakhir yang mencoreng nama besar Quinn adalah saat ia menabrak mobil mantan kekasihnya yang berselingkuh hingga masuk ke sungai. Tak hanya ganti rugi, tapi gadis itu nyaris ditahan, jika Bernardo tak ikut turun tangan.

"Biar aku yang menyetir!" kata David dengan tangan memegangi hand grip erat-erat.

Clara nyaris tergelak mendengar pernyataan sang pengawal. Ia memang sengaja menyetir secara ugal-ugalan untuk membuat David menyerah. Tapi pria itu termasuk kuat menahan semua tingkah pola di luar nalar sang nona muda.

"Ini mobilku dan tak ku biarkan orang lain menyentuhnya!" tolaknya tegas.

Pria itu hanya mengangguk dengan sikap siap, jikalau nanti ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Matanya waspada, melihat sekeliling yang nampaknya mulai kesal dengan Clara. Bunyi klakson dan tak jarang makian terlontar akibat ulahnya. Namun David hanya bisa diam sampai akhirnya mereka berhenti di pelataran sebuah apartemen mewah yang tak pernah ia kunjungi.

"Kau mau ke mana?" tanya David.

"Ini apartemenku, jadi terserah aku mau ke mana!" jawabnya seraya pergi meninggalkan David yang bingung harus menyimpan mobil itu di mana.

Kaki jenjang Clara yang indah dengan mini dress berlengan spageti melangkah pasti ke arah bar yang berada di lantai dua. Ia duduk sebentar  di meja kosong yang terletak di pojok ruangan. Tangannya melambai ke arah bartender kenalannya sambil memberi kode untuk mengantarkan minuman.

Clara mengedarkan pandangan, mulai menilik satu per satu tamu di bar itu, mencari mangsa. Namun ia malah kembali harus melihat David yang baru saja masuk dengan napas terengah-engah. Wajah semakin kesal melihat pria itu berjalan mendekat ke arahnya.

"Tak bisakah kau cari tempat yang lain?" tanyanya sambil menggerutu sebal.

"Aku harus di sini agar tak ada pria lain yang mengganggumu!" jawab David masa bodoh dengan sikap tak suka yang Clara tunjukkan.

Gadis itu menghentak-hentakkan kaki, tanda tak suka. Namun semua sikap yang ia beri tak membuat David pergi. Pria itu malah menyambut kedatangan minuman dengan senang hati. Wajahnya sumringah, karena sang pelayan memberikan dua gelas untuk mereka.

"Aku yang me..."

"Ah...!" seru David yang baru saja menenggak satu sloki alkohol dengan santai. Rasa pahit yang menjalar di sepanjang tenggorokannya membuat manik pualam itu terpejam sesaat. "Harusnya kau diam di rumah dan menikmati semua yang ayahmu beri," katanya setengah menasihati.

Clara berdecih tak suka. Tangannya menggapai botol dan menuangkan alkohol sebanyak yang ia suka. Seperti David, ia pun langsung menghabiskan minumannya dalam satu gerakan saja. Pesta dan minuman adalah kehidupan yang ia jalani setahun ke belakang. Satu sloki tak akan membuatnya mabuk. Maka dari itu, ia menenggak kembali minuman kedua, ketiga hingga tak lagi bisa dihitung dengan jari.

"Hentikan atau kau bisa mabuk!" cegah David.

Seolah tak mau mendengar nasihat sang pengawal, Clara bergerak merengkuh botolnya lagi dan siap menuang. Namun tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu yang aneh terjadi pada tubuhnya. Rasa panas yang menjalar dari tenggorokan ke arah perut dan terus menguasai seluruh indera. Keringat dingin mulai bercucuran bersama tangan yang menggenggam meja erat.

"Kau kenapa?" tanya David melihat ada yang tak beres.

Clara menggeleng dengan cepat. Matanya nanar menatap David yang nampak begitu tampan nan menggoda di matanya. Dengan kemeja yang terbuka sedikit, jas hitam juga potongan rambut cepak yang rapi, semua menjadi sempurna bagi gadis yang tak pernah sekalipun memperhatikan pengawalnya itu.

"Ah, aku mau pulang!" katanya coba mengontrol isi kepalanya.

Kaki menapak lantai dan mulai berjalan sempoyongan. Ditepis tangan David yang berusaha untuk membantu. Entah mengapa ada aliran listrik ketika kulit keduanya beradu. Rasanya ingin sekali tangan itu menyentuh seluruh tubuhnya.

Clara buru-buru menggelengkan kepalanya lagi dan lagi. Pikirannya sungguh tak bisa dikontrol, dan pulang adalah ide yang buruk. Tangannya menyentuh tombol lift dan bergerak menuju ke apartemennya, bersama David yang terus membuntuti.

"Nona, apa tak sebaiknya jika kita pulang saja?" tawar David yang merasa Clara tak baik-baik saja.

Tak ada jawaban dari bibir bergincu merah muda itu. Matanya terpejam, berusaha untuk menahan gejolak dalam diri yang tiba-tiba saja menguasai. Keringat dingin mulai bercucuran, bersama rasa basah di area sensitifnya yang terus berkedut ingin sesuatu yang lebih.

"Nona Clara, kenapa kau..."

Belum sempat pria itu bertanya, Clara sudah berbalik dan mendorong tubuh besar itu ke sudut. Tangannya menarik kerah baju David dan membawa bibir keduanya beradu. Satu kecupan nyatanya tak cukup, tubuh gadis itu menagih lebih dalam hingga ciuman hangat itu berubah panas.

David mendelik, tangannya menyentuh kedua bahu Clara, sekuat tenaga mendorong. Tapi apa yang dilakukan oleh gadis itu malah sebaliknya. Sang nona muda mengaitkan kedua tangannya ke leher hingga pria itu tak mampu berbuat apapun kecuali menerima semua perlakuan itu.

TING!

Sebelum pintu lift terbuka, Clara sudah melepaskan ciumannya. Wajahnya merah padam menahan malu, dengan kepala menunduk ia berjalan menuju ke arah apartemennya yang tak jauh dari sana. Sementara David terus membuntuti penuh tanya.

"Nona Clara, apa yang tadi..."

Tiba-tiba saja gadis itu membalikkan badan, menahan tubuh besar David hingga nyaris bertabrakan dengannya. Clara menatap nanar, seolah meminta tolong. Tapi pria itu sama sekali tak mengerti dengan apa yang terjadi, hingga sebuah serangan di tubuhnya membuatnya paham apa yang telah terjadi.

"Aku sudah berusaha, tapi rasa ini tak bisa lagi ku tahan!" kata Clara seraya kembali memeluk David dan mencumbunya dengan rakus.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status