Masuk"Maaf Mas! Sebenarnya semua baju kerjamu itu sudah aku setrika, tapi Kenapa bisa kusut lagi seperti ini, ya?" tanya Laras menatap Sofian. Sedangkan laki-laki itu semakin mendekat kearahnya, mengikis jarak diantara mereka berdua.
"Aku tidak tau! Kenapa kamu bertanya padaku? Bukannya kamu yang terlalu percaya diri untuk mengerjakan kewajibanmu sebagai istri! Tapi, mana buktinya? Kamu itu sama sekali tidak berguna!" kata Sofian. Laras hanya menelan ludah saat mendengar perkataan suaminya itu. "Mas! Kamu tunggu sebentar, biar aku menyetrika pakaian ini kembali, agar pakaiannya bisa kamu pakai untuk pergi kekantor!" ujar Laras sambil meletakkan pakaian suaminya diatas meja yang biasa ia gunakan untuk menyetrika. Namun Sofian segera menarik pakaian yang dipegang oleh Laras dengan gerakan kasar. "Tidak perlu, aku bisa menyetrikanya sendiri! Lagipula sekarang ini, aku sudah sangat telat untuk berangkat kekantor." jawab Sofian, menatap tajam pada Laras. "Makanya, lain kali kamu tidak perlu sok-sok an mengurus kepentinganku, karena untuk mengurus dirimu saja sepertinya kamu tidak becus. Aku bisa mengurus diriku sendiri!" tegas Sofian lagi. "Tapi Mas, kemarin aku benar-benar sudah menyetrika baju itu?" jelas Laras sambil menatap wajah Sofian. Sofian menoleh kearah Laras saat wanita tersebut berkata demikian. "Jadi, maksudmu! Aku yang sudah meletakkannya disini, dan membuat pakaian ini kembali kusut, begitu?" ucap Sofian menatap tajam. Laras hanya menggelengkan kepalanya. "Kamu berani menyalahkanku untuk menutupi pekerjaanmu yang tidak becus?" ujar Sofian. "Aku tidak bermaksud menyalahkanmu, Mas! Tapi...?" ucapan Laras terhenti karena dipotong oleh suaminya. "Halaah... Banyak alasan! Wanita sepertimu itu memang sangat pandai bersilat lidah untuk menutupi keburukan." jawab Sofian sambil membalikkan tubuhnya dan ingin pergi dari hadapan Laras. Namun tiba-tiba saja, handuk yang digunakan oleh laki-laki itu terjatuh dengan cara yang tidak disengaja. Laras yang menatap kearah Sofian hanya menutup mulut, ketika melihat pemandangan langka didepan matanya. "Aaa... Mas! Itu handukmu terjatuh." pekik wanita itu, kemudian ia segera membalikkan tubuhnya menghadap kearah dinding, karena tidak ingin melihat sesuatu yang menodai matanya. Sedangkan Sofian yang menyadari hal itu. merasa malu bukan main, ia segera mengambil handuknya yang teronggok dilantai, dan kembali melilitkan handuk tersebut kepinggangnya, wajah laki-laki itu terlihat merah seperti udang rebus. Tanpa mengatakan apapun, ia segera pergi dari hadapan Laras dengan langkah yang begitu cepat menuju kekamarnya. Sedangkan Laras hanya menghembuskan nafas kasar. Dirinya sama sekali tidak menyangka kalau pagi-pagi seperti itu ia harus menyaksikan pemandangan yang belum semestinya ia lihat. Sementara itu didalam kamarnya, Sofian mengumpat kesal. Laki-laki itu begitu malu dengan kecerobohannya sendiri. Bisa-bisanya handuk yang ia gunakan melorot begitu saja dihadapan wanita yang ia benci. "Sialan! Kenapa pula handuk ini bisa melorot ditempat yang tidak sepatutnya? Malah tadi Laras sempat melihat barang pusakaku lagi! Sekarang dimana aku harus menaruh mukaku ini, aku benar-benar malu pada wanita tidak berguna itu?" Sofian mengumpat kesal. Dia yang ingin membuat Laras kehilangan semangat, dengan cara mencampur kembali pakaiannya yang sudah disetrika oleh Laras dengan pakaian yang kusut, malah harus mendapat malu dengan cara yang sama sekali tidak pernah ia duga. "Kalau saja tadi aku tidak usil dan tidak mengerjai Laras! Mungkin semua ini tidak akan terjadi! Aaah... Benar-benar sialan!" laki-laki itu masih mengumpat, ia benar-benar menyesali perbuatannya yang berniat tidak baik terhadap istrinya tersebut. Tidak lama kemudian terdengar suara ketukan dipintu kamarnya. "Tok... Tok... Tok..." Sofian hanya menoleh dan menatap kearah pintu kamarnya, namun ia sama sekali tidak berniat membuka pintu tersebut, karena ia tau kalau yang sedang mengetuk pintu kamarnya itu adalah Laras. Laki-laki itu masih merasa sangat malu, kalau harus bertatap muka dengan istrinya itu, gara-gara kejadian barusan. "Tok... Tok... Tok... " "Mas. Ini aku bawakan pakaian yang sudah aku setrika!" Terdengar suara Laras memanggil suaminya itu, disertai ketukan berulang kali dipintu kamar. Setelah lama menunggu, namun Sofian sama sekali tidak muncul ataupun membuka pintu kamarnya. Akhirnya Laras memutuskan untuk menggantung pakaian suaminya itu di gagang pintu. Setelah itu, ia pun berlalu meninggalkan tempat tersebut. Sofian yang menyadari kalau istrinya itu sudah pergi, mencoba melangkah kearah pintu kamar. Dengan perlahan ia pun membuka pintu kamar dan melihat pakaian kerjanya yang sudah tergantung dipintu. Dengan cepat ia menyambar pakaiannya dan kembali menutup pintu rapat-rapat. Lalu Sofian mengenakan pakaian kerjanya, dan bersiap pergi kekantor. Dengan mengendap-ngendap, laki-laki itu keluar dari kamarnya. Ia bermaksud keluar rumah tanpa diketahui oleh Laras. Namun sialnya, ia malah menubruk wanita yang saat ini sangat ia hindari. Laras terkejut saat suaminya itu menubruknya secara tiba-tiba, hampir saja ia memukul Sofian dengan sapu yang ia pegang, kalau saja laki-laki itu tidak menahan sapu tersebut dengan tangannya. "Kamu itu apa-apan sih, main mukul-mukul sembarangan?" tanya Sofian, dengan kasar ia menarik sapu yang ada ditangan Laras dan melemparnya asal. "Maaf, Mas! Tadi aku terkejut, lagipula kenapa Mas jalannya mengendap-ngendap seperti itu, dan main nabrak segala? Aku pikir tadi ada maling yang mau masuk kerumah ini, sama sekali aku tidak mengira kalau itu adalah Mas Sofian!" jawab Laras, sambil mengigit bibirnya. "Kamu itu bisa diam tidak, kenapa sih dari tadi kamu itu membantah terus kalau aku lagi ngomong? Kamu tau nggak, pagi ini aku sudah dua kali kena sial gara-gara kamu!" ucap Sofian, sambil menunjuk wajah Laras dengan jari telunjuknya. Laras hanya menunduk, namun ia sama sekali tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Melihat hal itu Sofian semakin tambah kesal, karena dirinya tau apa yang membuat istrinya itu tersenyum. "Kamu itu cuma bisa bikin repot saja!" ucap Sofian lagi, sambil melangkah keluar. Setelah kepergian sang suami, Laras baru berani mengangkat kepalanya yang menunduk. Ucapan Sofian yang mengatakan, kalau dirinya sudah membuat suaminya itu dua kali terkena sial, membuat Laras langsung terbayang saat handuk suaminya itu terlepas dari tempatnya. Akibat hal itu, wajah Laras pun jadi panas karena merasa malu. Sementara Sofian menaiki mobilnya sambil menahan rasa jengkel. "Perempuan itu benar-benar bikin aku emosi pagi-pagi begini! Kenapa sih aku harus menerima permintaan Mama dan Papa untuk memperistrikan wanita seperti itu?" Sofian mengedumel. Kemudian ia mengemudikan mobilnya menyusuri jalan raya. Disepanjang perjalanan menuju kekantornya, laki-laki itu tidak berhenti mengumpat. Hingga tiba-tiba saja tanpa ia sadari, sebuah sepeda motor melaju dengan kencang kearahnya. Membuat Sofian harus membanting setir kearah kiri supaya tidak menabrak sepeda motor tersebut, namun hal itu justru membuat kepalanya terbentur. Dengan sedikit meringis, pria tampan itu keluar dari mobil. Dia ingin melihat bagaimana kondisi sipengendara motor yang hampir saja tertabrak olehnya. Saat Sofian sudah berada diluar mobil, ia melihat seorang wanita yang sedang duduk dijalan dengan posisi sepeda motor yang terjatuh. Wanita itu terlihat sedang meniup-niup lengannya yang terluka dan mengeluarkan darah, Sofian pun segera mendekati wanita itu dan berniat meminta maaf. Bersambung...Sofian yang saat ini jatuh terduduk ditanah. Hanya meraba bagian keningnya yang terasa sangat sakit.Tiba-tiba ia merasa kalau telapak tangannya basah, dan pandangannya buram.Laki-laki itu menggelengkan kepalanya berulang kali.Preman yang saat ini menatap kearahnya tertawa senang."Mampus lo! Makanya, jangan coba-coba ikut campur urusan kami, hahaha... "Ujar preman itu sambil tertawa."Siapa suruh lo jadi pahlawan kesiangan?" sambungnya lagi."Eh goblok, ini tengah malam bukan siang! Dasar tolol!" maki salah satu temannya yang berada dibelakang, kemudian temannya itu kembali mengaduh kesakitan."Nggak nyambung! Lo lebih goblok. Memangnya lo pernah dengar, ada yang namanya pahlawan kemalaman?" protes temannya satu lagi."Diam kalian semua! Berisik!" teriak kepala preman. Yang juga tergeletak diantara teman-temannya."Wooii... Lo hajar terus itu laki-laki sialan! Berani-beraninya dia membuat kita babak belur seperti ini! Kenapa lo masih diam aja? Takut lo...?" sambungnya lagi.Preman
Dan tiba-tiba saja...Laras melihat ada beberapa pria yang sedang mengendari motor secara ugal-ugalan.Wanita cantik itu bisa menyimpulkan, kalau laki-laki yang berjumlah lima orang tersebut, sedang berada didalam pengaruh minuman keras.Terlihat dari cara mereka mengendarai motornya dengan tidak seimbang.Tampang mereka pun terlihat seperti preman.Laras merasa sangat takut, sampai-sampai ia memeluk tas kecil miliknya dengan erat.Saat melihat Laras, para preman tersebut hanya menatap kearah wanita itu. Lalu kemudian, mereka melewati Laras begitu saja.Tentu saja hal tersebut membuat Laras menghembuskan nafas lega.Setidaknya, walaupun para preman-preman tadi sempat menatap kearahnya. Namun ternyata, mereka sama sekali tidak berniat mengganggu atau pun berbuat jahat pada wanita itu.Laras kembali berjalan, agar dirinya lekas sampai dirumah Hilda.Namun, baru saja ia berjalan beberapa langkah, raungan sepeda motor terdengar jelas dari arah belakangnya dan terasa memekakkan telinga.Sa
Setelah selesai mengerjakan pekerjaannya. Laras keluar dari restaurant tempat ia bekerja dan menuju ke tempat parkir.Ia berniat menunggu Hilda yang berjanji akan menjemputnya saat dirinya pulang kerja.Namun, setelah dua jam menunggu, tapi sahabatnya itu tidak kunjung datang.Wanita berdagu lancip itu berusaha menghubungi nomor sahabatnya tersebut. Namun ternyata, ponsel Hilda juga sedang tidak aktif."Hilda kemana ya, apa dia ketiduran?"Laras bertanya pada dirinya sendiri.Akhirnya, Laras memutuskan pulang menggunakan taksi.Tapi, karena malam yang mulai larut, Laras juga sangat sulit menemukan taksi yang lewat.Sehingga, dengan perasaan yang was-was, akhirnya ia berjalan pelan menyusuri jalan yang terasa semakin sunyi dan mencekam.Udara malam yang dingin terasa menusuk sampai ke tulang-tulangnya.Laras mengusap-usap kedua lengannya menggunakan telapak tangan untuk mengusir rasa dingin.Gadis itu mulai bingung, bagaimana ia akan sampai kerumah kalau hanya berjalan kaki seperti itu
"Keluar kalian berdua dari rumah ini sekarang juga!" ucap Sofian sambil menatap kearah lain.Mendengar hal itu, Yuda dan Celina sangat terkejut."Apa kalian tidak mendengar apa yang aku katakan? Cepat keluar dari rumah ini, dan jangan pernah lagi kalian berani memperlihatkan wajah kalian itu dihadapanku!" ujar Sofian dengan suara lantang."Tapi Sofian...?""Keluaaarrr...!!!"Suara Yuda tertahan kala Sofian membentaknya.Celina berusaha mendekati kekasihnya. Bahkan ia memegangi kedua kaki Sofian sambil meraung."Mas, maafkan aku! Tolong kamu jangan bersikap begini, aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin pergi darimu!" ujar Celina.Perkataan Celina justru membuat Sofian berdecih."Cinta?? Cuiih... Bulshit! Kau masih berani mengaungkan cinta dihadapanku, Celina? Sedangkan diluar sana kau menjajakan tubuhmu pada laki-laki lain! Apa yang kau harapkan? Apakah kau menginginkan uang? Baiklah kalau begitu!" ujar Sofian.Kemudian laki-laki itu berjalan masuk kekamarnya.Dan tidak lama kemud
"Celina!!"Yuda menatap perempuan itu dengan perasaan khawatir."Sedang apa kamu disini?" sambungnya lagi sambil menoleh kiri kanan dan juga menatap kearah pintu masuk.Yuda merasa takut karena bisa saja Sofian masih berada disana, dan melihat saat Celina memeluknya tadi."Kenapa kamu bertanya seperti itu, Mas? Mas Sofian itu kekasihku! Dan tidak lama lagi aku akan menjadi istrinya, jadi bebas dong kalau aku mau datang kerumah ini kapan pun!" jawab Celina datar."Celina, sebaiknya kamu batalkan keinginanmu untuk menikah dengan Sofian!" ujar Yuda Kemudian. Membuat Celina terbelalak."Apa maksudmu, Mas?" jawab Celina lagi. Sambil menatap Yuda dengan perasaan marah.Bisa-bisanya laki-laki itu memintanya membatalkan pernikahannya dengan Sofian. Laki-laki yang selama ini ia idam-idamkan untuk menjadi suaminya."Karena aku tidak ingin Sofian menikah denganmu!" ucap Yuda.Namun hal itu membuat Celina tersenyum miris."Kenapa Mas, apa kamu cemburu? Karena dulu aku menolakmu saat kamu mengajak
Sudah beberapa hari Sofian tidak masuk kantor. Bahkan ia sama sekali tidak mengangkat ponsel saat Burhan menelfonnya.Pria itu benar-benar ingin menyendiri.Diatas meja ruang tengah rumahnya. Terdapat sebuah asbak yang sudah terisi penuh dengan puntung rokok.Entah sudah berapa banyak batang rokok yang telah ia habiskan, untuk meringankan beban fikirannya.Wajahnya yang terlihat lesu, dan rambutnya yang acak-acakan, menambah kesan bahwa laki-laki itu sudah tidak lagi mengurus dirinya.Saat ia sedang sibuk melamun, tiba-tiba saja bel rumahnya berbunyi.Sofian berusaha mengabaikannya. Tapi lama kelamaan bel itu semakin mengganggu ditelinganya. Karena seseorang yang berada diluar rumah menekannya terus menerus.Dengan perasaan malas, Sofian bangun dari tempat duduknya dan berjalan untuk membuka pintu."Ceklek."Sesaat setelah pintu terbuka, Sofian menatap laki-laki yang berdiri didepan pintu rumahnya itu. Seraya tersenyum kearahnya."Hallo, Sofian! Apa kabar lo?" sapa laki-laki yang tern







