LOGIN"Loh, kok kamu bertanya seperti itu? Apa kamu merasa tidak senang kalau Mama berkunjung kemari, kerumah anak dan menantu Mama sendiri? Kalau memang kamu tidak mau Mama datang kemari, lebih baik sekarang Mama pulang aja!" kata Cantika pura-pura bangun dari tempat duduknya.
"Eh, maaf Ma! Bu-bukan begitu maksud aku! Aku senang kok kalau Mama mau datang kemari! Tapi tumben, Mama kok bisa datang pagi-pagi kesini? Biasanya kan, Mama itu selalu sibuk!" jawab Sofian, sambil memegangi tangan Cantika yang hendak berdiri. "Oh, begitu? Mama fikir tadi kamu itu nggak suka kalau Mama datang kerumah baru kamu ini!" Cantika pura-pura sewot. "Mana mungkin aku tidak menyukai kedatangan Mama kemari? Rumah ini saja pemberian Mama dan Papa untuk kami berdua! Jadi kalian bebas kok mau datang kesini sesuka hati." Sofian berusaha menyenangkan hati sang Mama. "Mama cuma mau ngasih kunci mobil punya kamu ini! Biar kamu nggak marah-marah dan mengomel lagi seperti kemarin!" Cantika berkata sambil meletakkan kunci mobil milik sofian, diatas meja yang ada dihadapannya. Melihat itu, Sofian tersenyum senang sambil meraih kunci yang tadi diletakkan oleh Cantika. "Nah, gitu dong Ma! Masa aku harus mengurung diri terus dirumah ini tanpa bisa pergi kemana-mana!" Sofian menatap Mamanya dengan wajah sumringah. "Tapi ingat, walaupun kamu sudah bisa bepergian dengan menggunakan mobilmu, kamu jangan keluyuran! Hilangkan kebiasaanmu yang suka pulang pergi tanpa ingat waktu! Kamu itu sudah memiliki istri sekarang ini, jadi jangan kamu biarkan istrimu Laras menunggumu sampai tengah malam! Kamu harus bisa menjadi suami yang bertanggung jawab, dan tidak perlu lagi kamu pergi ketempat tongkrongan kamu yang nggak jelas seperti biasanya." Cantika menasehati Sofian panjang lebar. Sedangkan yang dinasehati malah membuang muka dan memutar bola mata malas. Menurut Sofian, Cantika itu selalu memperlakukan dirinya seperti anak kecil yang sama sekali tidak tau aturan. "Iya, Mamaku yang paling cantik! Aku akan ingat pesan Mama! Dan tidak akan keluyuran seperti biasanya! Lagian aku cuma akan pergi disaat aku mau kerja saja kok!" tegas Sofian, sambil menatap wanita yang telah melahirkannya itu. "Oh iya, Laras! Selepas Mama dan Papa pulang kemarin, apa Sofian bersikap baik padamu atau sebaliknya?" tanya Cantika seraya menoleh kearah sang menantu. Sofian pun menatap tajam kearah istrinya yang terlihat gugup. "I-iya Ma! Mas Sofian baik kok sama aku!" jawab Laras berbohong. Sofian menghela nafas lega, ternyata istrinya itu bisa diajak kerja sama. Laras sama sekali tidak mengatakan, kalau sebenarnya dari kemarin suaminya itu, selalu saja menyakiti perasaannya dengan perkataan-perkataan yang kurang baik. "Syukurlah kalau begitu! Mama sangat bahagia mendengarnya! Semoga kedepannya kalian berdua akan hidup rukun dan saling mencintai!" harap Cantika tersenyum tulus. Wanita itu sama sekali tidak tau kalau anaknya itu sudah menghina dan merendahkan Laras. "Pasti dong Ma! Mama tidak perlu khawatir kalau soal itu! Aku akan memperlakukan istriku sebaik mungkin!" ucap Sofian lembut, namun tatapan matanya begitu dingin kearah sang istri. Laras hanya menundukkan wajahnya, saat melihat Sofian menatapnya begitu rupa. "Ya sudah kalau begitu! Mama mau pulang dulu, karena masih banyak pekerjaan yang harus Mama lakukan! Kalian baik-baik ya disini? Dan jangan sungkan-sungkan kalian menghubungi Mama kalau kalian berdua butuh sesuatu!" ujar Cantika. "Dan kamu Laras! Jika Sofian melakukan hal yang buruk terhadap kamu, kamu harus segera memberitahukannya pada Mama! Biar Mama kasih pelajaran sama anak Mama yang satu ini!" sambungnya lagi, sambil menatap lembut pada Laras. Laras menanggapi perkataan mertuanya itu dengan tersenyum simpul. "Insya allah Ma! Mas Sofian tidak mungkin berbuat buruk terhadapku, karena aku yakin kalau Mas Sofian ini adalah sosok lelaki yang baik dan bertanggung jawab!" Laras menjawab pelan seolah ia sedang menyindir suaminya. Sofian hanya membuang pandangannya kearah lain, ia merasa kalau istrinya itu sedang mencari simpati dari orang tua kandungnya tersebut. "Dasar perempuan licik!" desisnya, membuat Cantika melihat kearahnya dengan kening berkerut. "Tadi kamu bilang apa Sofian! Mama kurang jelas mendengarnya." tanya Cantika. Mendapatkan pertanyaan dari Mamanya itu, Sofian hanya tersenyum kikuk sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tiba-tiba gatal. "Nggak kok Ma! Aku tidak berbicara apa-apa! Mungkin Mama hanya salah dengar!" kilah Sofian. Cantika hanya mengedikkan bahu, kemudian ia berjalan kearah pintu depan, dan tujuannya saat ini adalah pulang kerumahnya sendiri. "Mama pulang naik apa?" tanya Sofian, yang melihat Ibunya berjalan kearah jalan tanpa menunggu dijemput oleh supir pribadi Papanya. "Mama pulang naik taksi!" Cantika menjawab singkat pertanyaan putranya itu. "Tunggu sebentar Ma! Mama tidak perlu naik taksi, aku yang akan mengantar Mama pulang kerumah!" ujar Sofian sambil berlari mendekati mobilnya. Cantika sama sekali tidak menolak tawaran putranya itu, perempuan itu naik kedalam mobil, setelah Sofian membawa mobil miliknya itu kehadapan Cantika. Cantika masuk kedalam mobil, sambil tersenyum kecil kearah Laras yang berdiri sendirian diteras rumah. Setelah itu, mobilpun melaju meninggalkan pekarangan rumah milik kedua pengantin baru tersebut. Setelah kepergian suami dan juga mertuanya, Laras melanjutkan pekerjaannya membersihkan rumah. Saat ia melewati kamar Sofian yang pintunya sedikit terbuka, Laras bisa melihat kalau kondisi kamar sangatlah berantakan. Wanita itu pun masuk kekamar tersebut dan membereskan kamar milik suaminya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, saat menyaksikan betapa joroknya kamar laki-laki yang telah mempersuntingnya itu. Guling, bantal, dan juga selimut yang berserakan, begitu pula pakaian kotor yang diletakkan begitu saja diatas tempat tidur. Belum lagi tisu dan kertas yang dirobek, menambah kesan kotor lantai yang terlihat lengket akibat kopi yang tertumpah. Laras menghembus nafas kasar, kala melihat tempat tidur Sofian lebih mirip gudang daripada disebut sebuah kamar. Tidak menghabiskan waktu lama, Laras sudah selesai membereskan kamar tersebut, sehingga kamar itu kembali terlihat rapi dan juga bersih. Saat Laras hendak keluar dari kamar itu, ia melihat ada sesuatu menyembul dari laci meja suaminya yang tidak tertutup dengan benar. Laras pun mendekati laci tersebut dan mengambil apa yang dilihatnya didalam laci milik suaminya itu. "Kotak cincin! Mengapa Mas Sofian menyimpan kotak cincin ini!" monolognya. Wanita itu membuka kotak tersebut dan ia bisa melihat, kalau ada sebuah cincin didalam kotak yang penampilannya terlihat sangat mewah. Cincin itu terbuat dari berlian yang sangat cantik dan ukurannya tidak beda jauh dengan ukuran cincin perkawinan yang melingkar dijari manisnya. "Kenapa Mas Sofian menyimpan cincin ini, ya? Dan cincin ini milik siapa? Tidak mungkinkan, Mas Sofian menyimpan cincin punya Mama disini?" Laras terus bertanya-tanya dalam hati sambil menimang-nimang cincin itu ditangannya. Saat Laras sedang sibuk memikirkan tentang cincin itu, tiba-tiba saja satu tangan menarik kotak cincin yang sedang ia pegang dengan sangat kuat, membuat wanita berparas cantik itu tersentak kaget. "Lancang kamu ya! Beraninya kamu menyentuh barang-barang pribadi milikku?" Sebuah suara yang sangat ia kenal itu, berhasil membuat wajah Laras pucat seketika. Bersambung...Sofian yang saat ini jatuh terduduk ditanah. Hanya meraba bagian keningnya yang terasa sangat sakit.Tiba-tiba ia merasa kalau telapak tangannya basah, dan pandangannya buram.Laki-laki itu menggelengkan kepalanya berulang kali.Preman yang saat ini menatap kearahnya tertawa senang."Mampus lo! Makanya, jangan coba-coba ikut campur urusan kami, hahaha... "Ujar preman itu sambil tertawa."Siapa suruh lo jadi pahlawan kesiangan?" sambungnya lagi."Eh goblok, ini tengah malam bukan siang! Dasar tolol!" maki salah satu temannya yang berada dibelakang, kemudian temannya itu kembali mengaduh kesakitan."Nggak nyambung! Lo lebih goblok. Memangnya lo pernah dengar, ada yang namanya pahlawan kemalaman?" protes temannya satu lagi."Diam kalian semua! Berisik!" teriak kepala preman. Yang juga tergeletak diantara teman-temannya."Wooii... Lo hajar terus itu laki-laki sialan! Berani-beraninya dia membuat kita babak belur seperti ini! Kenapa lo masih diam aja? Takut lo...?" sambungnya lagi.Preman
Dan tiba-tiba saja...Laras melihat ada beberapa pria yang sedang mengendari motor secara ugal-ugalan.Wanita cantik itu bisa menyimpulkan, kalau laki-laki yang berjumlah lima orang tersebut, sedang berada didalam pengaruh minuman keras.Terlihat dari cara mereka mengendarai motornya dengan tidak seimbang.Tampang mereka pun terlihat seperti preman.Laras merasa sangat takut, sampai-sampai ia memeluk tas kecil miliknya dengan erat.Saat melihat Laras, para preman tersebut hanya menatap kearah wanita itu. Lalu kemudian, mereka melewati Laras begitu saja.Tentu saja hal tersebut membuat Laras menghembuskan nafas lega.Setidaknya, walaupun para preman-preman tadi sempat menatap kearahnya. Namun ternyata, mereka sama sekali tidak berniat mengganggu atau pun berbuat jahat pada wanita itu.Laras kembali berjalan, agar dirinya lekas sampai dirumah Hilda.Namun, baru saja ia berjalan beberapa langkah, raungan sepeda motor terdengar jelas dari arah belakangnya dan terasa memekakkan telinga.Sa
Setelah selesai mengerjakan pekerjaannya. Laras keluar dari restaurant tempat ia bekerja dan menuju ke tempat parkir.Ia berniat menunggu Hilda yang berjanji akan menjemputnya saat dirinya pulang kerja.Namun, setelah dua jam menunggu, tapi sahabatnya itu tidak kunjung datang.Wanita berdagu lancip itu berusaha menghubungi nomor sahabatnya tersebut. Namun ternyata, ponsel Hilda juga sedang tidak aktif."Hilda kemana ya, apa dia ketiduran?"Laras bertanya pada dirinya sendiri.Akhirnya, Laras memutuskan pulang menggunakan taksi.Tapi, karena malam yang mulai larut, Laras juga sangat sulit menemukan taksi yang lewat.Sehingga, dengan perasaan yang was-was, akhirnya ia berjalan pelan menyusuri jalan yang terasa semakin sunyi dan mencekam.Udara malam yang dingin terasa menusuk sampai ke tulang-tulangnya.Laras mengusap-usap kedua lengannya menggunakan telapak tangan untuk mengusir rasa dingin.Gadis itu mulai bingung, bagaimana ia akan sampai kerumah kalau hanya berjalan kaki seperti itu
"Keluar kalian berdua dari rumah ini sekarang juga!" ucap Sofian sambil menatap kearah lain.Mendengar hal itu, Yuda dan Celina sangat terkejut."Apa kalian tidak mendengar apa yang aku katakan? Cepat keluar dari rumah ini, dan jangan pernah lagi kalian berani memperlihatkan wajah kalian itu dihadapanku!" ujar Sofian dengan suara lantang."Tapi Sofian...?""Keluaaarrr...!!!"Suara Yuda tertahan kala Sofian membentaknya.Celina berusaha mendekati kekasihnya. Bahkan ia memegangi kedua kaki Sofian sambil meraung."Mas, maafkan aku! Tolong kamu jangan bersikap begini, aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin pergi darimu!" ujar Celina.Perkataan Celina justru membuat Sofian berdecih."Cinta?? Cuiih... Bulshit! Kau masih berani mengaungkan cinta dihadapanku, Celina? Sedangkan diluar sana kau menjajakan tubuhmu pada laki-laki lain! Apa yang kau harapkan? Apakah kau menginginkan uang? Baiklah kalau begitu!" ujar Sofian.Kemudian laki-laki itu berjalan masuk kekamarnya.Dan tidak lama kemud
"Celina!!"Yuda menatap perempuan itu dengan perasaan khawatir."Sedang apa kamu disini?" sambungnya lagi sambil menoleh kiri kanan dan juga menatap kearah pintu masuk.Yuda merasa takut karena bisa saja Sofian masih berada disana, dan melihat saat Celina memeluknya tadi."Kenapa kamu bertanya seperti itu, Mas? Mas Sofian itu kekasihku! Dan tidak lama lagi aku akan menjadi istrinya, jadi bebas dong kalau aku mau datang kerumah ini kapan pun!" jawab Celina datar."Celina, sebaiknya kamu batalkan keinginanmu untuk menikah dengan Sofian!" ujar Yuda Kemudian. Membuat Celina terbelalak."Apa maksudmu, Mas?" jawab Celina lagi. Sambil menatap Yuda dengan perasaan marah.Bisa-bisanya laki-laki itu memintanya membatalkan pernikahannya dengan Sofian. Laki-laki yang selama ini ia idam-idamkan untuk menjadi suaminya."Karena aku tidak ingin Sofian menikah denganmu!" ucap Yuda.Namun hal itu membuat Celina tersenyum miris."Kenapa Mas, apa kamu cemburu? Karena dulu aku menolakmu saat kamu mengajak
Sudah beberapa hari Sofian tidak masuk kantor. Bahkan ia sama sekali tidak mengangkat ponsel saat Burhan menelfonnya.Pria itu benar-benar ingin menyendiri.Diatas meja ruang tengah rumahnya. Terdapat sebuah asbak yang sudah terisi penuh dengan puntung rokok.Entah sudah berapa banyak batang rokok yang telah ia habiskan, untuk meringankan beban fikirannya.Wajahnya yang terlihat lesu, dan rambutnya yang acak-acakan, menambah kesan bahwa laki-laki itu sudah tidak lagi mengurus dirinya.Saat ia sedang sibuk melamun, tiba-tiba saja bel rumahnya berbunyi.Sofian berusaha mengabaikannya. Tapi lama kelamaan bel itu semakin mengganggu ditelinganya. Karena seseorang yang berada diluar rumah menekannya terus menerus.Dengan perasaan malas, Sofian bangun dari tempat duduknya dan berjalan untuk membuka pintu."Ceklek."Sesaat setelah pintu terbuka, Sofian menatap laki-laki yang berdiri didepan pintu rumahnya itu. Seraya tersenyum kearahnya."Hallo, Sofian! Apa kabar lo?" sapa laki-laki yang tern







