MALAM itu di Puncak Gunung Asmoro. Rembulan tampak bersinar terang dipuncaknya, begitu tinggi menjulangnya puncak gunung asmoro sehingga terlihat seakan-akan bulan terlihat begitu dekat. Bintang-bintang tampak bertaburan menemani sang bulan. Sesekali terlihat bintang jatuh dilangit.
Di ujung tebing puncak gunung asmoro, terlihat dua sosok tengah berdiri menatap langit. Mereka adalah Ratri Kumala dan Barata, sementara itu digendongan Ratri Kumala, terlihat bayi mungil Jejaka tengah tertidur dengan pulas. Di hadapan keduanya menghadang satu jurang lebar. Di kejauhan terbentang lautan luas.
Hari ini tepat Jejaka berumur 40 hari. Ratri Kumala terlihat tak henti-hentinya menangis menatap bayi mungil yang ada digendongannya.
“Tabahkan hatimu Ratri Kumala, ini sudah menjadi kehendak Sang Hyang Guru Dewa” ucap Barata berusaha menegarkan hati istrinya, Ratri Kumala. Tapi hal itu tak cukup untuk menghentikan derasnya air mata yang mengalir di wajah Ratri Kumala.
"Jejaka anakku… ingat-ingatlah pesan ibu. Jangan jadi pemilih, makan yang banyak dan tumbuh kuat. Pastikan kau mandi tiap hari dan tetap hangat. Dan juga..., jangan pulang larut malam,kau butuh banyak istrirahat. Dan.., bertemanlah, kau tidak membutuhkan banyak teman, hanya beberapa saja..., mereka yang benar-benar bisa kau percaya. Ibu tidak terlalu bagus dalam hal ini, tapi rajinlah belajar dan ingatlah bahwa semua orang memiliki kekuatan dan kelemahan, jadi jangan putus asa jika kau tidak bisa melakukan sesuatu yang baik”. Ratri Kumala berhenti sejenak untuk menarik nafas. Ini memang sangat berat baginya. Sementara Barata tetap diam mendengarkannya.
“Oh, dan ini sangat penting, masalah wanita, ibu seorang wanita juga, jadi ibu benar-benar tahu tentang hal ini, tapi yang perlu kau ingat adalah dunia ini terdiri dari pria dan wanita, jadi sangat wajar jika kau tertarik pada seorang gadis, tapi jangan terjebak oleh wanita yang tidak baik, temukanlah seseorang sepertiku. Mulai sekarang kau akan mengalami banyak kesulitan dan penderitaan, jujurlah pada diri sendiri, miliki sebuah impian dan yakinlah buat mimpi itu menjadi kenyataan!” kembali Ratri Kumala menghentikan ucapannya, terdengar isaknya tertahan. “Ada sangat banyak, masih ada sangat banyak yang ingin ibu katakan padamu, ibu berharap bisa bersamamu lebih lama lagi, ibu menyayangimu, Ibu mencintaimu,,,” kata Ratri Kumala tak kuasa menahan tangisnya. Dijatuhkan dirinya ke dada Barata yang ada didekatnya.
“Tabahkan hatimu Ratri Kumala, kuatkan dirimu” kata Barata.
"Jejaka,,, pesan ayah padamu adalah,,, Ayah rasa sama persis pesan ibumu". Baratapun akhirnya tak kuasa menahan harunya, berusaha mati-matian, tapi air matanya tetap mengalir jatuh.
Di lepaskannya pelukan Ratri Kumala pada dirinya, Barata sendiri terlihat melangkah kehadapan, menatap jurang lebar dan lautan luas yang ada dihadapannya. Barata kemudian memandang kearah bulan besar yang ada tepat dihadapannya, begitu dekatnya sampai-sampai bulan begitu besarnya dipuncak gunung asmoro malam itu.
Barata kemudian mengangkat kedua tangannya dan mengatupkannya didepan dada, kedua mata terpejam, mulutnya terlihat berkomat kamit membaca sesuatu yang tak jelas.
“Gelang Dewa, datanglah!” Teriak Barata dengan sangat kerasnya. Seiring dengan itu, Barata membuka kedua matanya menatap kearah bulan, lalu mengangkat kedua tangannya keatas.
Swuiitttt! Swuiitttt!
Dari arah bulan, dua sinar putih kebiru-biruan tampak turun melesat, begitu cepat hingga saat memasuki atmosfir bumi, kedua sinar putih kebiru-biruan itu langsung diselimungi oleh kobaran api yang dahsyat. Saat semakin melesat turun, kobaran api dahsyat itupun sirna dan kini terlihat dua sinar putih kebiru-biruan itu melesat kembali menuju ke arah Barata, kearah puncak bukit asmoro.
Semakin dekat, semakin terlihat jelas kalau dua sinar putih kebiru-biruan itu ternyata berjumlah 10 buah sinar putih kebiru-biruan yang berbentuk lingkaran. Ditempatnya Barata terlihat tersenyum melihat hal itu.
Kini ke-10 benda bersinar putih kebiru-biruan yang berbentuk lingkaran itu sudah tiba dihadapan Barata, Barata terlihat melebarkan kedua tangannya yang terangkat kearah kiri dan kanan.
Swuiitttt! Swuiitttt!
Ke-10 benda bersinar putih kebiru-biruan yang berbentuk lingkaran itu tiba-tiba saja memisah. Barata kembali merapatkan kedua tangannya yang tadi mengembang, lalu dengan sedikit menariknya kebelakang.
Sret...! Sret..! Sret.!
Ke-10 benda bersinar putih kebiru-biruan yang berbentuk lingkaran itu langsung melesat kearah Barata dan kemudian melingkar masuk kelengan Barata, lima dikiri dan lima dikanan.
Debb!
Barata kembali mengencangkan kedua tangannya kedepan.
Sret...! Sret..! Sret.!
Ke-10 benda bersinar putih kebiru-biruan yang berbentuk lingkaran itu langsung merapat kepergelangan tangan Barata dan kini cahaya putih kebiru-biruan itu menghilang dan terlihatlah kini dipergelangan tangan Barata. Sepuluh gelang-gelang yang berwarna keemasan.
“Gelang Dewa! Lama kita tidak bertemu” kata Barata seakan berbicara pada gelang-gelang yang ada dipergelangan tangannya.
Swingggs!
Ke-10 gelang-gelang emas itu terlihat bergetar mengeluarkan aura keemasannya seakan menjawab ucapan Barata. Barata tersenyum seakan mengerti artinya.
Barata kemudian mengalihkan pandangannya kearah istrinya, Ratri Kumala yang masih setia berdiri didekatnya. Kemudian Barata mengalihkan pandangannye kearah bayi mungilnya. Lalu beralih kembali kearah gelang-gelang ditangannya.
“Gelang Dewa. Ini putraku, namanya Jejaka. Mulai hari ini. Aku ingin kau mengabdi padanya sebagaimana kau mengabdi padaku”
Swingggs!
Ke-10 gelang-gelang emas itu terlihat kembali bergetar mengeluarkan aura keemasannya seakan menjawab ucapan Barata. Lagi-lagi Barata tersenyum.
“Ya, kau jaga dia seperti kau menjaga diriku selama ini”
Swingggs! Ke-10 gelang-gelang emas itu kembali bergetar mengeluarkan aura keemasannya.
Barata kemudian merenggangkan kedua tangannya, lalu mendorongnya kedepan.
Sret...! Sret..! Sret.!
Ke-10 gelang-gelang emas itu melesat keluar dari kedua pergelangan tangan Barata, lalu melayang kearah bayi mungil yang ada digendongan Ratri Kumala. Ke-10 gelang-gelang emas itu terlihat secara perlahan masuk ke pergelangan tangan bayi mungil itu, seiring dengan itu, bentuk gelang-gelang emas yang awalnya besar itu terlihat mengecil dan kemudian mengepas dikedua pergelangan tangan bayi mungil itu, sehingga kini terlihat ke-10 gelang-gelang emas itu bagaikan gelang-gelang kecil yang melekat dikedua pergelangan tangan bayi itu.
Swingggss!
Ke-10 gelang emas memancarkan aura keemasannya yang kemudian menjalar kesekujur tubuh si bayi, hingga akhirnya bermuara ke rajah gambar naga emas yang ada dilengan kiri si bayi, aura keemasan itu seakan terserap masuk kedalam rajah naga emas hingga akhirnya aura keemasan itu menghilang setelah berpedar cahayanya untuk beberapa saat.
Ratri Kumala dan Barata saling pandang satu sama lain dengan wajah bingung.
“Kau sudah siap istriku?” Ratri Kumala tak menjawab kecuali hanya menganggukkan kepalanya dengan isak yang tertahan seraya menyerahkan bayi mungil dipelukannya kepada suaminya, Barata.
Barata segera menerima dan menggendong bayi kecil yang masih tertidur pulas digendongannya itu. Cukup lama Barata memandang wajah putra tunggalnya itu sampai akhirnya Barata menarik nafas panjang dan berat, lalu mengangkat wajahnya kearah langit. Lalu kembali menatap kearah wajah istrinya, Ratri Kumala yang kini sudah berdiri disampingnya.
“Aku akan mengirimkan putra kita kepada ayahmu Ratri Kumala, biar kakeknya yang mendidiknya menjadi seorang yang berguna dan berjiwa luhur” kata Barata. Wajah Ratri Kumala terlihat tersenyum lebar seraya menganggukkan kepalanya.
Barata kembali mengalihkan pandangannya kearah langit, lalu menatap lautan yang luas membentang dihadapannya. Sejenak terlihat Barata menutup kedua matanya.
Di dahului teriakan keras dan panjang Barata membuka kedua matanya dan melemparkan bayi di tangan kanannya. Bayi itu melesat jauh ke udara, lenyap dari pemandangan seolah menembus langit.
-o0o-
Klanggg...!"Hugh...!?"Tubuh Jejaka Emas terjengkang ke belakang beberapa tombak jauhnya. Selintas tadi terlihat Algojo Hijau menempelkan kedua tapak tangannya di punggung Ratu Bulan, begitu Jejaka memapak serangan tusukan tombak berujung bulan sabit. Melihat hal ini Jejaka Emas terperanjat. Dia tahu kalau kakek berkepala gundul itu tengah menyalurkan tenaga dalam. Tenaganya disatukan dengan tenaga nenek itu, lalu bersama-sama menghadapi tenaga Jejaka.Tak pelak lagi, perpaduan dua tenaga dalam dahsyat itu tidak dapat ditahan Jejaka Emas. Untung saja beradunya tenaga dalam tadi terjadi secara tidak langsung melainkan melalui perantara. Sehingga akibatnya tidak terlalu berarti bagi Jejaka Emas. Pemuda berpakaian merah keemasan ini hanya merasa sedikit sesak pada dadanya.Dengan bantuan gelang dewanya, gerakan sesulit apa pun akan sama seperti gerakan biasa. Sehingga walaupun Jejaka berada dalam keadaan kritis, dan serangan Ratu Bulan kembali menyambar cep
Sekali mengelak, Jejaka Emas telah berada di belakang Ratu Bulan. Tapi sebelum pemuda itu sempat melepaskan serangan, Algojo Hijau telah terlebih dulu menyerangnya. Terpaksa Jejaka mengurungkan niat untuk menyerang Ratu Bulan. Dan dengan cepat pula dielakkannya serangan kakek itu. Dan belum juga sempat membalas, kembali serangan Ratu Bulan telah mengancam. Tentu saja hal ini membuat Jejaka Emas kewalahan menghadapi hujan serangan dahsyat yang saling susul.Tak tanggung-tanggung, Jejakapun langsung menggunakan jurus-jurus gelang dewanya untuk menyerang lawannya. Tapi rupanya kedua lawannya sangat tangguh, sehingga dalam beberapa gebrak kemudian, ketiga orang ini pun sudah terlibat sebuah pertarungan berat sebelah. Jejaka Emas terus-menerus didesak lawannya, tanpa mampu balas menyerang.Untunglah pemuda bermata biru ini memiliki jurus 'Naga Pamungkas' yang sangat aneh sehingga dapat mengelakkan serangan yang bagaimanapun sulitnya. Dan berkat jurus inilah Jejaka Emas mamp
Algojo Hijau manggut-manggut."Bisa kuterima alasanmu, Jejaka Emas""Terima kasih, Kek!""Jangan'terburu-buru berterima kasih, Jejaka Emas!" sergah Ratu Bulan cepat. "Urusan kami denganmu kini tidak hanya satu macam!" Jejaka mengerutkan keningnya."Apa maksudmu, Nek?""Tidak usah berpura-pura, Jejaka Emas!Bukankah kau yang telah membunuh majikan kami!”"Membunuh majikan kalian"! Aneh"! Kalau boleh kutahu, siapa majikan kalian?" tanya Jejaka. Kerut pada dahinya pun semakin dalam."Seorang pemuda bersenjata sepasang kapak warna perak mengkilat!""Dia majikan kalian?" tanya Jejaka Emas Nada suaranya mengandung keheranan yang besar. "Ya! Karena begitulah bunyi perjanjian antara kami dengannya!" selak Algojo Hijau. "Kami bertemu dan bertempur. Dengan licik dia memancing kami ke dalam suatu perjanjian. Yaitu, apabila dalam tiga puluh jurus kami tidak berhasil merobohkannya, dia akan menjadi majikan kami! Jadi, terpaksa
Tapi untuk yang kesekian kalinya, dengan mempergunakan jurus 'Naga Pamungkas' Jejaka berusaha menghindarinya. Dan tahu-tahu tubuh Jejaka telah berada di belakang Darba. Sebelum pemuda berbaju coklat itu sadar, Jejaka sudah melancarkan serangan baliknya.Wuuut..! Hantaman tangan Jejaka melayang ke arah kepala Darba. Murid Ki Jatayu ini terperanjat kaget Maka sedapat dapatnya dirundukkan kepalanya untuk menghindari sambaran tangan lawan.Wusss...! Usaha untung-untungannya berhasil juga. Tangan itu lewat di atas kepalanya. Tapi, Jejaka tidak tinggal diam. Segera dilancarkan serangan susulan.Bukkk...!"Huakkk...!"Telak sekali pukulan tangan kiri Jejaka Emas mendarat di punggung Darba. Keras bukan main, sehingga tubuh pemuda itu terjerembab ke depan.Cairan merah kental terlontar keluar dari mulutnya. Jelas pemuda berbaju coklat itu terluka dalam!Namun kekuatan tubuh murid Ki Jatayu ini memang patut dipuji. Sekalipun sudah terluka parah
Jejaka terpaku sesaat. Tapi tak lama kemudian amarahnya melonjak."Hiyaaa...!"Sambil berteriak melengking nyaring memekakkan telinga, Jejaka Emas menerjang Darba.Wut...! Ketika serangan gelang dewa Jejaka Emas terayun deras ke arah kepala Darba, pemuda berbaju coklat itu menarik kepalanya ke belakang tanpa menarik kakinya.Wusss...! Gelang dewa itu meluncur deras beberapa rambut di depan wajah Darba. Begitu kerasnya tenaga yang terkandung dalam serangan itu, sehingga rambut berikut seluruh pakaian Darba berkibar keras. Dan cepat-cepat pemuda berbaju coklat itu memberi serangan balasan yang tidak kalah berbahayanya.Wuuut...! Cepat bagai kilat kakinya melesat ke arah dada Jejaka Emas. Sadar akan bahaya besar mengancam, Jejaka segera menangkis serangan itu dengan tangan kirinya disertai tetakan ke bawah.Takkk...! Tubuh Darba melintir. Memang bila dibanding Jejaka Emas, posisi pemuda berbaju coklat itu lebih tidak menguntungkan.Namun
Sementara itu pertarungan antara Cakar Garuda menghadapi pengeroyokan anak buah Darba, berlangsung tidak seimbang. Kepandaian Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas itu, memang terlalu tangguh untuk para pengeroyoknya. Setiap kali besi berbentuk cakar di tangannya bergerak, setiap kali pula ada satu nyawa melayang. Jerit kematian terdengar saling susul."Aaa...!"Pekik nyaring melengking panjang, mengiringi rubuhnya orang terakhir para pengeroyok itu. Cakar Garuda memandangi tubuh-tubuh yang terkapar itu sejenak, baru kemudian beralih pada pertarungan antara Jejaka Emas menghadapi Darba. Terdengar suara bergemeletuk dari gigi-gigi Wakil Ketua Perguruan Garuda Emas ini. Amarahnya langsung bangkit ketika melihat orang yang dicari-carinya, karena telah membasmi perguruannya."Hiyaaa...!"Diiringi pekik kemarahan laksana binatang terluka, Cakar Garuda melompat menerjang Darba, ketika pemuda itu tengah melentingkan tubuhnya ke belakang untuk menghindari serangan Je