Home / Romansa / Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan / Bab 5. Jenderal Akhirnya Datang

Share

Bab 5. Jenderal Akhirnya Datang

Author: Zhang A Yu
last update Last Updated: 2025-11-04 07:10:44

Cambuk pertama menghantam punggung Shen Liu Zi tanpa ampun.

Cetar!

Shen Liu Zi. “...”

Tubuh Shen Liu Zi menegang, pekikannya tertahan di tenggorokan.

Cetar!

Cambukan kedua meluncur. Kali ini membuat tubuhnya sedikit goyah, tapi matanya tetap menatap lurus ke depan.

Dingin, keras kepala, menolak tunduk!

“Beraninya kamu tidak patuh di kediaman Jenderal Shang!” bentak Shang Xiwu, mengangkat cambuknya lagi.

Cetar!

Cambuk kedua mendarat lebih keras dari sebelumnya. Kain tipis di punggung Shen Liu Zi robek, menyingkap garis merah yang perlahan menggelap.

Yu Li, yang berlutut tak jauh dari situ, menggigit bibir hingga nyaris berdarah, matanya berkaca-kaca. “Nyonya Ketiga! Tolong maafkan Nyonya Shen!”

Pelayan kecil itu bukan hanya memohon pengampunan untuk nyonya nya, tetapi juga lekas melindunginya dari belakang.

Cetar!

“Diam!” hardik Shang Xiwu sambil tetap mencambuk alhasil mengenai Yu Li, “kamu pembantu, bukan juru bicara!”

Shen Liu Zi yang tadinya bersikap angkuh, kini mengerjap melepas lingkaran tangan Yu Li, sekaligus mendorongnya menjauh.

“Nyonya.” Yu Li terisak.

Shen Liu Zi mengedipkan mata, memberinya isyarat perintah.

Cetar!

Cambuk diayunkan ke punggung Shen Liu Zi lagi. Dia hampir roboh.

Yu Li mengerti isyarat Shen Liu Zi, dia berusaha bangkit dan berbalik lari begitu saja.

Shang Xiwu tak peduli akan apa yang dilakukan Yu Li. Yang ada dalam pikirannya kali ini adalah kemarahan, yang harus dilampiaskan dengan dalih mendisiplinkan Shen Liu Zi.

Sementara itu ....

Yu Li akhirnya menemukan jenderal Shang. Tengah berpatroli di tengah keramaian penduduk, dan wanita itu tanpa ragu berlutut di tengah jalan untuk memohon.

“Jenderal Shang!” Kedua tangannya langsung menyatu. ”Tolong pulang sebentar, Jenderal! Hamba mohon!”

Suara sekaligus permohonannya sukses menarik perhatian yang lain, tapi tidak dengan jenderal yang tampak acuh tak acuh di punggung kudanya.

Yu Li tak menyerah. Dia berjalan sambil tetap berlutut mengikuti jenderal, yang terus memasang wajah dingin tapi tatapannya bak elang mencari mangsa.

Pemandangan ini langsung mengundang bisik-bisik di sekitar mereka. Bak suara kumbang bersenandung memenuhi telinga Yu Li.

“Jenderal acuh tak acuh.”

“Bukankah pelayan itu milik istrinya?”

“Oh, jangan-jangan terjadi sesuatu pada Nyonya Shen, tapi jenderal tidak peduli.”

“Ada yang ingat tidak? Jenderal punya kekasih yang sudah meninggal.”

“Nyonya Shen dan jenderal, menikah karena terpaksa, yah.”

Yu Li tak berhasil membujuk jenderal Shang, sedangkan di halaman yang sama ....

Huh!

Shang Xiwu menarik diri, melempar cambuknya begitu saja.

Dia kelelahan, dia sudah puas, dia lantas menatap Shen Liu Zi dari depan.

“Dengar! Mulai besok kamu harus belajar dengan baik, atau bukan cambuk lagi yang mendisiplinkanmu, tapi pisau bedah!” kecam Shang Xiwu.

Shen Liu Zi berkedip, bukan setuju, melainkan rasa panas perih di punggungnya tidak tertahankan.

Shang Xiwu lalu beringsut pergi sembari berseru, “Cambuk wanita itu tiga kali lagi supaya dia tahu kata-kataku bukan sekedar ancaman!”

Dua pelayan Shang Xiwu saling bertatapan. Dan seolah tak sabar menyiksa orang, mereka saling mendahului meraih cambuk yang tadi dilempar. Bahkan mereka juga berebut.

“Aku saja!”

”Aku!”

“Hei! Kemarin kamu sudah melakukannya!”

“Tapi kamu tidak ahli, sebaiknya aku saja, yah.”

Shen Liu Zi mendengarnya terkekeh lirih. Dan tepat saat cambukan pertama akhirnya terayun ....

Hap!

Shen Liu Zi menangkap cambuknya, bahkan menariknya ke depan sampai pelayan yang mengayunkan ikut terseret.

“Beraninya kalian menyentuhku lagi, aku akan membuat kalian terpotong menjadi tujuh bagian!” kecam Shen Liu Zi.

Pelayan itu bangkit, tidak terima, hendak mengayunkan ulang cambukannya, tetapi saat yang bersamaan jenderal Shang muncul membuat pelayan yang di belakang Shen Liu Zi langsung berlutut.

“Jenderal!” suaranya panik, secara tak langsung memberitahu temannya kedatangan jenderal.

Pelayan yang membawa cambuk menoleh, dan segera saja dia melemparkan cambuk serta berlutut. “Jenderal, kami hanya diperintah Nyonya ketiga Shang.”

Jenderal Shang tidak berkata apapun. Pandangannya jatuh pada sosok Shen Liu Zi yang juga menatapnya, dengan senyuman puas sekaligus lega.

“Kenapa masih di sini?”

Ketika kalimat itu keluar dari mulut jenderal, dua pelayan Shang Xiwu bergegas merangkak pergi.

Cambuk tertinggal di sana, jenderal mengambilnya, menatap jejak darah samar di sana, sebelum mengalihkan pandangannya pada punggung Shen Liu Zi.

“Nyonya!” Yu Li menyusul masuk, memeluk Shen Liu Zi kemudian membimbingnya bangun.

Setelah keduanya berdiri, jenderal Shang melempar botol obat, yang sigap ditangkap Yu Li.

Tanpa memberi penjelasan apapun, jenderal melangkah pergi melewati keduanya.

Shen Liu Zi sempat menoleh, memandang punggung lebarnya diikuti tetesan air mata, tapi lekas dia seka.

“Sudah aku tanyakan sebelumnya, nyonya yakin ingin menjadi istri Jenderal Shang? Dan Nyonya bukan hanya tidak yakin, tetapi begitu menginginkan.” Yu Li secara tak langsung menyayangkan junjungannya menikahi pria dingin, berhati keras seperti jenderal.

“Padahal, dengan tampang ini, Nyonya bisa mendapatkan suami sekelas Raja sekalipun,” lanjut Yu Li.

Shen Liu Zi berpaling, sudut bibirnya terangkat. ”Jenderal Shang pria pertama yang aku sukai, jika bisa menikahinya, kenapa tidak?”

Yu Li memutar bola matanya kesal, tetapi tidak mengatakan apapun.

Mereka kemudian pergi ke kamar.

Shen Liu Zi membuka pakaian, Yu Li bantu membersihkan luka sebelum mengobatinya.

Di sisi lain.

Jenderal Shang sudah tiba di kediaman Shang Xiwu, bibi ketiganya.

“Yo, keponakanku—” Belum selesai sambutan Shang Xiwu.

Jenderal Shang melempar cambuk ke arahnya diikuti teguran dingin. “Tidak perlu mendisiplinkan Shen Liu Zi karena aku sendiri yang akan melakukannya!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 8. Mencari Gambar Chu Qiao

    Besoknya. Jenderal Shang beberapa waktu lalu pergi ke pertemuan rutin di istana, dan dengan langkah hati-hati bak maling kecil, Shen Liu Zi memasuki kamar pria itu. Ck! Begitu masuk, mulutnya langsung berdecak. Dia tidak heran jika kamar laki-laki tidak memiliki banyak perabotan, tetapi kamar jenderal ini bukan hanya tidak memiliki banyak perabotan, melainkan hanya ada satu tempat tidur, serta satu meja berisi tumpukan buku. Dua perabot itu saja! Membuat Shen Liu Zi tak habis pikir, tapi sekaligus mempermudah pencariannya. Ya. Wanita itu datang tidak sekedar bermain-main. Dia tahu apa yang harus dilakukan, dan dia mulai bergerak dari meja baca di sisi kiri kamar. Di meja itu ada banyak tumpukan buku, kertas serta satu set kuas juga tintanya. Shen Liu Zi pikir, jenderal Shang mungkin pernah melukis wajah Chu Qiao. Dia membuka tiap buku yang diambil, membolak-balikan lembaran kertas yang ada. Sayangnya, hampir sebagian buku dia buka, tak dia temukan satupun wajah seorang

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 7. Yu Li Pelayan Bernyali

    Yu Li terlonjak panik. “Nyonya!” serunya nyaris parau. Tubuh Shen Liu Zi terasa dingin ketika dipeluk, napasnya terputus-putus, dan keringat dingin membasahi pelipisnya. “Tidak! Tidak boleh begini!” Yu Li mengguncang pelan bahu junjungannya itu, tetapi kelopak mata itu tetap tertutup rapat. Angin malam menyusup lewat celah pintu, membawa hawa lembab bekas hujan yang menusuk tulang. Yu Li menatap ke luar sebentar, lalu menggigit bibir kuat-kuat. Tanpa pikir panjang, dia mengangkat tubuh Shen Liu Zi ke punggungnya sendiri, membawa wanita itu kembali ke kamarnya. Langkah Yu Li goyah, tapi tekadnya kuat. Selesai membaringkan Shen Liu Zi di tempat tidur, Yu Li tergesa-gesa keluar. Setiap kali kakinya menapak tanah licin di halaman, rasa takut makin menyesak dada. Bukan takut pada kegelapan, melainkan takut kehilangan satu-satunya orang yang pernah memperlakukannya seperti keluarga. Hujan kembali turun, pelan tapi tak henti. Yu Li setengah berlari, setengah terhuyung, menembus lor

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 6. Tiba-tiba Sakit

    Musim semi cenderung lebih hangat, tetapi hujan turun lebih sering. Di dalam kamar yang remang, suara rintik di luar terdengar lembut, menimpa genting dengan irama lambat. Asap tipis dari dupa di sudut ruangan membubung, bergulung pelan seperti napas yang menahan lelah. Shen Liu Zi duduk sendirian di depan meja rendah. Di hadapannya, mangkuk daging domba pedas manis masih mengepulkan uap harum. Tangannya terulur, menggenggam sumpit perlahan. Ujung jarinya bergetar. Gerakan kecil saja sudah membuat rasa nyeri menjalar dari bahu ke punggung. Luka cambuk yang belum mengering itu menegang setiap kali dia mencoba mengangkat lengan! Sumpit nyaris menyentuh daging, tapi kekuatan di jari-jari itu lenyap. Trak! Sumpit terjatuh, dia menatapnya jengkel. Dia kelaparan, energinya seakan terkuras habis, karena cambukan Shang Xiwu. Yu Li belum terlihat. Kali terakhir datang hanya mengantarkan semangkuk daging, sekaligus minta izin keluar sebentar. Sampai sekarang belum kembali. Lal

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 5. Jenderal Akhirnya Datang

    Cambuk pertama menghantam punggung Shen Liu Zi tanpa ampun. Cetar! Shen Liu Zi. “...” Tubuh Shen Liu Zi menegang, pekikannya tertahan di tenggorokan. Cetar! Cambukan kedua meluncur. Kali ini membuat tubuhnya sedikit goyah, tapi matanya tetap menatap lurus ke depan. Dingin, keras kepala, menolak tunduk! “Beraninya kamu tidak patuh di kediaman Jenderal Shang!” bentak Shang Xiwu, mengangkat cambuknya lagi. Cetar! Cambuk kedua mendarat lebih keras dari sebelumnya. Kain tipis di punggung Shen Liu Zi robek, menyingkap garis merah yang perlahan menggelap. Yu Li, yang berlutut tak jauh dari situ, menggigit bibir hingga nyaris berdarah, matanya berkaca-kaca. “Nyonya Ketiga! Tolong maafkan Nyonya Shen!” Pelayan kecil itu bukan hanya memohon pengampunan untuk nyonya nya, tetapi juga lekas melindunginya dari belakang. Cetar! “Diam!” hardik Shang Xiwu sambil tetap mencambuk alhasil mengenai Yu Li, “kamu pembantu, bukan juru bicara!” Shen Liu Zi yang tadinya bersikap angku

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 4. Mendisiplinkan Shen Liu Zi

    Di pusat kota, suasana bagaikan lukisan hidup. Suara pedagang bersahutan dengan teriakan bocah yang berlari-lari membawa layang-layang kertas, serta ada pula yang membawa permen tang hu lu. Aroma manisan, minyak wijen, dan bunga kering bercampur di udara. Shen Liu Zi dan Yu Li berjalan di tengah keramaian itu, wajah keduanya tersembunyi di balik tudung tipis, tapi tawa mereka pelan terkendali, seperti dua gadis yang tahu betul sedang bermain api. “Lihat, Nyonya!” seru Yu Li lirih sambil menunjuk ke arah kiri, “gelang gioknya bagus sekali, lihat kilauannya!” Shen Liu Zi menoleh. Di balik rak kayu jati, seorang penjaga toko sedang memperlihatkan gelang hijau muda yang memantulkan cahaya matahari. Dia mendekat dengan langkah santai, mengamati seolah sedang menilai karya seni. “Berapa ini?” tanyanya lembut. “Dua tael per gelang, Nyonya,” jawab si penjaga toko. Shen Liu Zi menatapnya sejenak, lalu mengangkat sebelah alis. “Dua tael untuk giok yang bahkan tak sepadan dengan kaca di k

  • Jenderal! Istrimu Bukan Pajangan   Bab 3. Mempermainkan Bibi Shang Xiwu

    Brak! Begitu pintu kamar tertutup di belakangnya, Shen Liu Zi bersandar di daun pintu, matanya terpejam rapat. Napasnya naik-turun, bukan karena berlari, tapi karena amarah yang mendidih di dada bercampur rasa malu yang menyesakkan. Suara sendok, tawa pelan, dan ejekan samar dari aula tadi masih bergema di telinga, seperti setiap detiknya bagaikan jarum halus yang menusuk pelan-pelan ke dalam kulit. Dia ingin tertawa, tapi yang keluar hanya helaan napas panjang yang terdengar getir. Tangannya yang masih berbalut kain putih perlahan menekan dada. Dia bahkan bisa merasakan detak jantungnya yang berlari seperti hendak keluar dari tubuh. “Suami macam apa itu,” berangnya pelan, hampir tanpa suara. Shen Liu Zi lantas tanpa sengaja melihat pantulan dirinya sendiri di cermin. Bayangan itu tampak begitu pucat, matanya merah karena menahan emosi. “Benar-benar seperti anak singkong di tengah perkumpulan apel merah,” ujarnya lirih, miris, “tidak ada yang lebih memalukan dari in

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status