Kadir meminta Chandra untuk tidak terburu-buru mengambil tindakan. Chandra pun tidak menghubungi siapa pun untuk sementara waktu. Setelah kembali ke rumah, dia pun langsung beristirahat.Di kamar pada malam hari, Nova bersandar di dada Chandra dan bertanya, "Sayang, kapan kita akan berangkat ke Negara Meguya?" Chandra menjawab, "Kita tunggu kabar dari Kelompok Gunung Langit dulu. Kita lihat kapan para Pesilat dari dunia seni bela diri kuno bisa berkumpul. Besok aku akan akan bertemu dengan Kadir dan berdiskusi dengannya, kemudian aku akan pergi ke Kelompok Gunung Langit untuk bertemu dengan Maniso."Nova tampak cemas, dia berkata, "Aku kok selalu merasa ada yang nggak beres, ya." Chandra bertanya, "Ada apa, kenapa kamu merasa ada yang nggak beres?" Nova merasa khawatir karena informasi tersebut diperoleh oleh Langit Mistika melalui penyusupan murid mereka ke dalam Suku Dukun. Informasi itu seharusnya adalah rahasia besar bagi Suku Dukun dan biasanya hanya diketahui oleh beberapa petin
Kendati demikian, Kadir masih termasuk salah satu yang terkuat."Bagaimana dengan kakekmu?" tanya Kadir.Chandra menggeleng, "Aku sudah lama nggak bisa menghubungi kakek. Dia selalu muncul dan menghilang begitu saja. Setiap kali dia datang lalu pergi, aku nggak bisa menemukannya. Hanya dia yang bisa menemukanku.""Hehe!" Tiba-tiba, tawa terdengar dari luar pintu diikuti dengan pintu yang terbuka. Seorang pria yang tampak lebih muda, mengenakan jubah putih lebar dan berambut cepak, masuk.Melihat orang yang datang, Chandra dengan wajah takjub bertanya, "Kakek, apa Kakek selalu berada di dekatku? Kenapa setiap kali kita bicara tentangmu, Kakek langsung muncul?"Robi mendekat, duduk, dan tersenyum, "Kalau aku tidak melindungimu dari kegelapan, entah berapa kali kamu mati.""Kakek pasti juga tahu kalau aku berencana pergi ke Negara Meguya, ‘kan?" tanya Chandra.Mendengar itu, ekspresi Robi berubah serius. Setelah beberapa saat, dia mengangguk pelan, "Ya, aku sudah dengar kabarnya.""Lalu,
Nova merasa bingung. Apa maksud dari perkataan Robi? Apakah Robi sudah mengetahui identitas Nova? Rasa tidak pasti mulai menghantui pikirannya. Sementara itu, Chandra tentu saja tidak mengerti maksud di balik kata-kata Robi."Oke, aku pergi dulu." Robi meregangkan badannya dan bangkit berdiri. Dengan tangan terlipat di belakang punggung, dia melangkah keluar menuju pintu.Melihat kakeknya yang hendak pergi, Chandra tidak mencoba untuk menahannya. Kadir juga berdiri dan menyalami Chandra, "Chandra, aku pergi dulu. Kamu lanjutkan saja, aku akan menyusul. Tapi aku tidak akan muncul kecuali di saat yang tepat.""Oke." Chandra mengangguk. Dengan dukungan kakek dan Kadir dari kejauhan, dia tidak merasa takut lagi.Setelah Robi dan Kadir pergi, Chandra segera menelepon Bahri untuk menanyakan situasi di Langit Mistika. "Ketua sudah setuju, tapi dia sedang sibuk dan tidak bisa meninggalkan tempatnya sekarang. Tapi, dia berjanji akan datang membantu kamu saat dibutuhkan."Dengan jawaban itu, Cha
Chandra baru saja berangkat ke Negara Meguya, dan tak lama kemudian, Nova pun mengikuti jejaknya."Hati-hati," pesan Sonia singkat. Nova hanya memberikan tatapan singkat kepada Sonia sebelum dia berpaling dan meninggalkan tempat tersebut. Tak lama setelah Chandra pergi, Nova pun meninggalkan Diwangsa. Setengah hari kemudian, dia tiba di markas besar Langit Mistika.Markas besar Langit Mistika terletak di daerah pegunungan tengah Someria, di tengah hutan yang lebat. Bangunan di sana berarsitektur klasik. Di dalam aula utama, Nova mengenakan mantel hitam longgar dan masker seram di wajahnya. Di bawahnya berkumpul banyak orang. Mereka adalah para ahli Langit Mistika dengan kekuatan yang mengagumkan, bahkan yang paling lemah di antara mereka memiliki kekuatan di atas Lima Alam.Suara serentak dan lantang menyambutnya, "Selamat datang, Ketua."Nova mengangkat tangannya, memberikan isyarat untuk menenangkan suasana dan mengubah suaranya menjadi lebih dalam dan serak. "Pastikan Diwangsa teta
Setelah tiba di Kelompok Gunung Langit, Chandra dan para pesilat dari berbagai perguruan mulai mendiskusikan rencana penyerangan mereka. Mereka hanya tahu lokasi kasar dari institut penelitian tanpa detail yang lebih mendalam. Diskusi yang berlangsung panjang tidak menghasilkan rencana aksi yang konkret.Akhirnya, mereka memutuskan untuk berangkat ke Negara Meguya terlebih dahulu, menemukan lokasi pasti dari institut tersebut, baru kemudian menyusun rencana yang lebih terperinci. Intinya, mereka harus siap menghadapi situasi apa pun yang terjadi.Setelah selesai berdiskusi, puluhan pesilat meninggalkan Kelompok Gunung Langit dan menaiki pesawat khusus yang disediakan oleh angkatan bersenjata menuju Negara Meguya. Koordinasi telah dilakukan sebelumnya dengan angkatan udara Negara Meguya, sehingga pesawat Chandra dapat melintas dengan aman tanpa khawatir akan dihadang.Negara Meguya adalah negara yang terletak di perbatasan Someria. Luas wilayahnya hampir setengah dari Someria tetapi jum
Maka, Chandra pun membawa rombongannya menuju pusat lokasi yang ditandai pada peta. Perjalanan mereka tidak terlalu cepat namun juga tidak lambat. Jarak lebih dari tiga ratus kilometer ditempuh dalam waktu sekitar tiga jam, mirip dengan kecepatan berkendara mobil.Tiba-tiba angin kencang berhembus membawa debu pasir yang menari-nari di udara. Angin tersebut begitu kuat sehingga hampir membuat mereka semua tidak bisa membuka mata. "Sepertinya kita sudah dekat," ucap Chandra sambil mengecek peta. Kemudian Chandra mencoba menggunakan ponselnya untuk mendapatkan lokasi via satelit, tetapi ternyata di lokasi tersebut sinyal benar-benar mati."Ini mungkin jebakan yang disiapkan Suku Dukun. Hati-hati semua! Jangan sampai terperangkap," teriak Chandra keras-keras. Chandra teringat peringatan dari Nova dan kekhawatiran Kadir. Kali ini, misinya bukan hanya menyelamatkan orang, tetapi juga menghancurkan basis penelitian Suku Dukun. Jika mereka sampai terperangkap, bukan hanya gagal menyelamatkan
Chandra tidak menyadari bahwa Alden telah mempersiapkan perangkap untuk menantinya. Dia tidak tahu bahwa Alden ingin menangkapnya bersama orang-orang di sekitarnya dalam satu jaring. Saat ini, Chandra sedang bersama beberapa ahli seni bela diri kuno, meraba-raba jalan mereka melalui padang pasir. Angin bertiup kencang, membawa debu pasir yang menari-nari di udara. Kekuatan angin tersebut bahkan bisa menerbangkan sebuah mobil, tetapi mereka adalah Prajurit Kuno dengan kekuatan besar, mampu menggunakan energi mereka untuk melawan angin.Tak lama berjalan, pasukan Chandra melihat sebuah bukit. Bukit itu setinggi lebih dari lima puluh meter. Di bawah bukit, ada sebuah lorong yang telah digali. Beberapa kendaraan off-road terparkir di depan lorong."Berhenti!" Chandra mengangkat tangan tepat waktu saat melihat pemandangan di depan. Orang-orang di belakangnya berhenti.Chandra memandang bukit yang berada seratus meter di depan, dengan lorong yang digali di bawahnya. "Menurut perhitunganku,
Chandra melepaskan pakaian dan topeng murid Suku Dukun yang pingsan itu. Setelah berganti pakaian dan memakai topengnya, Chandra mulai dengan berani mencari-cari di dalam istana bawah tanah tersebut. Istana itu ternyata sangat besar, semakin dalam Chandra masuk, penjagaan semakin ketat. Chandra pun berhati-hati untuk tidak sembarangan menerobos masuk.Tiba-tiba Chandra mendengar suara teriakan menyayat hati, "Ah … Lepaskan aku, lepaskan aku. Kalian semua binatang!"Chandra melihat ke depan, suara pilu itu semakin jelas terdengar. Chandra menduga bahwa di depan sana pastilah basis eksperimen penelitian. Kedatangannya kali ini memang bertujuan untuk menyelamatkan Prajurit Kuno yang ditangkap dan menghancurkan basis eksperimen tersebut. Chandra tidak bertindak gegabah. Dia memilih untuk mundur terlebih dahulu.Chandra mengira dirinya tidak terdeteksi, tapi gerak-geriknya ternyata selalu terpantau oleh Suku Dukun."Bos, Chandra sudah pergi," lapor seorang bawahan."Hmm," Alden tersenyum d