Avery segera pergi ke garasi untuk melihat apakah mobilnya masih ada atau tidak. Sarmin melihat Avery sedang berjalan ke arah garasi, iapun mengikuti Avery dari belakang.
“Ada apa, Non? Ada yang bisa bapak bantu?” tanya Sarmin sopan.
Avery tersentak kaget mendengar panggilan dari Sarmin. “Apakah mobilku masih ada, Pak?” tanya Avery kepada Sarmin pelan. Ia masih berdiri ragu di depan garasi mobil yang tertutup pintu. Avery ingin mencari mobilnya yang berwarna merah berlogo tiga bintang.
“Masih, apakah Non ingin menggunakannya sekarang?” tanya Sarmin bingung.
“Ya.” Avery mengangguk.
Sarmin segera membuka pintu garasi mobil. Ia menunjukkan tempat parkirnya mobil Avery.
“Mobil ini masih dalam kondisi sangat bagus dan terawat. Setiap hari bapak selalu menyuruh saya memanaskannya dan sering di bawa ke bengkel untuk pengecekan mesinnya. Bapak berkata, nanti jika Non Avery datang, mobil ini harus siap digunakan dan aman dari segala macam kerusakan,” jelas Sarmin sambil membuka sarung mobil Avery perlahan.
“Terima kasih.” Avery sedikit terenyuh dengan penjelasan Sarmin. Ia tidak menyangka ayahnya akan menjaga barangnya sampai seperti itu bahkan memperbaiki segala cacat yang telah Avery buat sebagai pelampiasan kemarahan pada ayahnya.
Setelah Sarmin membuka penutup mobil milik Avery, tidak ada debu yang menempel pada mobil itu, bahkan warna catnya masih merah mengkilap. Seperti tidak pernah ditinggalkan sedikitpun oleh Avery.
“Silahkan, Non dicek terlebih dahulu,” ucap Sarmin menunjuk mobil Avery dengan jari jempol kanannya.
Avery mengelilingi mobilnya yang sudah lama tidak ia gunakan. Semua masih terlihat sama seperti tujuh tahun lalu bahkan terlalu mulus tanpa goresan yang pernah Avery lakukan dahulu saat marah kepada ayahnya. Semua sudah diperbaiki oleh ayahnya.
Rasa tidak tega karena terlalu kejam memperlakukan ayahnya membuat Avery berpikir kembali, apakah ia sudah salah berbuat seperti itu terhadap ayahnya sendiri? Tapi kekecewaannya yang terlalu mendalam pada perbuatan ayahnya dahulu seolah membuat Avery mengenyahkan segala rasa tidak tega yang ia miliki. Avery tidak mau berlama-lama terlarut dalam perasaan terhadap ayahnya, saat ini yang paling penting adalah menemukan Rosalind, adiknya.
Avery menyalakan engine start, dan mencoba menginjak pedal gas pada mobil itu, bunyi raungan kas mobil kuda jingkrak sangat menyenangkan untuk didengar oleh Avery. Setelah itu, Avery mulai menjalankan mobilnya perlahan keluar dari garasi rumahnya. Ia merasa bahagia bisa menyetir kembali mobil yang pernah ia idapatkan sebagai hadiah ulang tahun dari ayahnya yang saat itu sangat ia sayangi.
Setelah keluar dari gerbang rumahnya, Avery hanya bisa memacu kendaraan dengan kecepatan 20 Km/jam saja karena hari ini jalanan kurang bersahabat dengannya. Kepadatan lalu lintas membuat ruang geraknya semakin sempit. Avery membutuhkan waktu hampir satu jam untuk sampai ke komplek perumahan Nina di daerah Grand Intercon, Jakarta Barat. Avery turun dari mobil dan mulai memencet bel untuk memanggil orang di dalam rumah untuk membukakan pintu.
“Maaf, anda siapa?” tanya seorang satpam yang mendekati Avery di depan pintu gerbang.
“Saya Avery, kakak dari Rosalind, temannya Nina,” Avery melepaskan kacamata hitamnya dan memandang satpam itu.
“Ah, Nona sedang ada di dalam, sebentar saya tanyakan terlebih dahulu ya, Non.” Satpam itu masuk ke dalam posnya dan terlihat menelepon. Setelah menutup teleponnya, satpam itu bergegas mendatangi Avery kembali.
“Non, silahkan masuk. Nona Nina sudah menunggu.” Satpam itu tersenyum dan membukakan pintu gerbang agar mobil Avery bisa dimasukkan ke dalam pekarangan rumah.
“Terima kasih, Pak,” ucap Avery sopan. Ia segera memakai kacamatanya dan masuk ke dalam mobil untuk memasuki pekarangan rumah Nina yang cukup megah walaupun masih tidak bisa menandingi Avery.
Setelah sampai ke tempat parkir yang diarahkan oleh satpam tersebut, Avery keluar dari mobilnya dan Nina sudah ada di pintu masuk menyambut kedatangan Avery.
“Kakak, kapan datang ke Jakarta?” tanya Nina girang. Ia sangat bahagia bertemu Avery setelah tujuh tahun berpisah.
“Kemarin, Nina. Kamu apa kabar?” tanya Avery sambil memeluk Nina.
“Baik, tentu saja aku baik. Kakak bagaimana?” Nina memeluk erat Avery.
“Tidak baik.”
“Kenapa? Ada masalah?” tanya Nina bingung.
“Rosalind hilang. Kamu tahu dia berada dimana?” selidik Avery.
“Rosalind? Bukankah dia sedang jalan-jalan? Dia mengatakan di chat bahwa ia butuh refreshing,” jawab Nina bingung.
“Bisakah kamu memperlihatkan chat dari Rosalind?”
“Ini, Kak.” Nina memberikan handphonenya yang berisi chat dengan Rosalind.
“Empat hari lalu?” Avery melihat semua histori chat Rosalind dengan Nina. Tapi ada satu hal yang ia masih penasaran dengan chat yang diberikan oleh Nina.
“Nin, Siapa Xavi?” tanya Avery penasaran dengan nama pria yang berada di chat Rosalind dan Nina.
“Ah, dia pacar Rosalind yang baru. Mungkin sudah enam bulan mereka berpacaran,” jelas Nina.
"Enam bulan?" Avery sendiri heran mengapa Rosalind tidak memberitahukan sebelumnya. “Siapa nama panjang pria itu?” selidik Avery.
“Xavier Jayden Vladimir," ucap Nina yakin.
“Vladimir?” Avery mengernyitkan dahinya. Ia sangat mengetahui bahwa Vladimir adalah perusahaan yang selama ini bersaing bahkan menjadi musuh bebuyutan bagi perusahaan Vermont. Bagaimana bisa Rosalind memiliki pacar seorang Vladimir?
“Dia CEO Vladimir Corp sekarang, Kak, mungkin ia baru menjabat sebagai CEO sekitar tiga bulan lalu,” jelas Nina.
“Terus bagaimana hubungannya dengan Rosalind sekarang?”
“Sepertinya sudah putus karena Xavi terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Rosalind cukup sedih dengan hubungannya yang kandas, jadi dia ngin menenangkan diri,” jelas Nina murung.
“Apakah ada hal lain yang terjadi di antara mereka?"
“Entahlah, Kak,” Nina hanya bisa mengedikkan bahunya saja, "Rosalind menjadi banyak rahasia sejak berpacaran dengan Xavi." tambah Nina.
"Banyak rahasia?" tanya Avery heran.
"Ya, Rosalind tidak banyak mau bercerita tentang Xavi karena Xavi tidak suka identitasnya dibongkar oleh siapapun. Bahkan mereka berkencan harus menggunakan masker dan topi agar tidak ada yang melihat mereka," jelas Nina.
"Cukup mencurigakan."
"Benar. Aku sudah pernah memperingatkan Rosa tentang keanehan Xavi, tapi Rosa sepertinya sudah cinta mati dengannya sampai ia tidak mau mendengarkan aku lagi," ucap Nina sedikit protes karena tidak dipedulikan oleh Rosalind.
"Aku akan menyelidiki Xavier. Oh ya apakah Rosa pernah mengatakan dia akan pergi refreshing kemana?” tanya Avery penasaran.
“Dia hanya mengatakan refreshing di pedesaan yang jauh dari Xavi. Ia tidak mau berada di kota terlebih dahulu,” jelas Nina mengingat apa yang telah dikatakan oleh Rosalind.
“Pedesaan dimana? Apakah kamu tahu?”
“Tidak, Kak. Rosa mengatakan rahasia saja. Ah, atau kakak mungkin bisa bertanya pada satu temannya yang berada di pedesaan juga.” Tiba-tiba Nina mengingat nama teman yang berasal dari pedesaan.
“Siapa namanya? Dimana aku harus mencarinya?” tanya Avery penasaran.
“Namanya Theo. Ia berasal dari Jawa Barat. Tapi aku masih tidak tahu dimana dia berada. Jawa Barat sangatlah luas.”
“Siapa nama panjangnya?”
“Theo Santoso. Ia adalah kenalan Rosalind di kampus. Mungkin kakak bisa mencari tahu tentang dirinya di kampus.”
“Terima kasih banyak, Nina. Kamu sangat membantu.” Avery memeluk Nina dan berpamitan. Ia segera menelpon ayahnya untuk mencari tahu.
“Temukan Theo Santoso, teman kampus Rosalind. Ia tinggal di Jawa Barat,” perintah Avery di telepon. Sudah tidak ada waktu yang bisa ia sia-siakan untuk mencari keberadaan Rosalind, ia harus bertindak cepat sebelum semuanya terlambat.
“Baik,” ucap Jordan singkat.
Avery masih sibuk dengan segala berkas yang berada di mejanya. Satu per satu proyek kerja sama milik Vlad Corp harus dipelajari Avery karena untuk rencana selanjutnya, Avery harus segera menyelesaikan Xavier. Terlalu lama berada di dekat Xavier bisa saja mempengaruhi kejiwaan Avery, tepatnya, Avery takut malah ia menjadi jatuh cinta kepada sang pembunuh adiknya. Tidak akan Avery biarkan semua itu terjadi. Cukup Rosalind yang menjadi korban bagi Xavier, tidak untuk Avery. Lebih cepat Avery menyelesaikan Xavier, maka lebih cepat Avery pergi dari hadapan Xavier. Meninggalkan dalam keadaan Xavier hancur total."Belle," panggil Xavier yang baru saja keluar dari luar ruangannya."Ya, Pak." Avery menghentikan pekerjaannya sejenak untuk berfokus kepada pria yang memanggilnya itu."Hmm ... bisa kita bicara sebentar di ruanganku?""Baik, Pak."Avery berdiri dan mengikut Xavier dari belakang untuk masuk ke dalam ruangan Xavier."Tutup pintunya, Belle."Avery langsung menutup pintu ruangan sesu
Avery malas untuk menjawab pertanyaan dari Aldi. Entahlah bagaimana keadaan hati dan pikirannya sekarang. Apakah memang ia mulai menyukai pesona Xavier? Kasihan terhadap pria itu? Atau memang niat balas dendamnya yang membuat Avery terlalu terlibat dengan Xavier.Avery masih bingung. Tapi, biarkanlah semua terjadi dan berjalan sesuai rencana saja. Aldi telah menurunkan Avery di depan lobi perusahaan Xavier. Ia bergegas untuk pergi kembali untuk mencari apa yang dititahkan oleh Avery, sang nona besar. Wina ... wanita itu memang harus mendapatkan balasan dari apa yang telah ia lakukan kepada Avery sewaktu muda. "Hai, Pak," sapa Avery di ruang kerja Xavier yang sedang memijat keningnya sendiri. Terlalu banyak masalah dan ia tidak bisa menyelesaikannya dengan sangat cepat."Yes, Belle. Ada apa?"Tatapan sendu Xavier membuat hati Avery menjadi tidak enak sendiri."Hmm ... aku punya ide untuk Karina." Avery tersenyum pasti."Apa itu?""Kita menggunakan hipnotis untuk mencari tahu apa yan
"Entahlah, Av. Tapi kita bisa mulai dari komplotan Keith yang masih berada di dalam penjara. "Karina, benar apa yang dikatakan sang ayah. Pastinya dari Karina, maka Avery bisa memecahkan kasus ini satu per satu. Mungkin belum menjurus ke arah pembalasannya terhadap Rosalind, tapi setidaknya, jika ia memegang kunci siapa yang bermain di PT Heiz, maka Avery bisa menggunakannya untuk melawan Xavier. Menghancurkan Xavier sampai berkeping-keping. "Tapi masalahnya, Karina bungkam, " balas Avery mendelik kesal. "Mungkin kamu bisa menggunakan jasa psikiater, melakukan hipnotis kepada Karina." Jordan membentuk senyuman di bibirnya. Ia sangat senang karena mungkin sang anak mau mendengarkan pendapatnya itu. "Ya ... anda benar. " Avery berbalik tersenyum, tapi senyum penuh kelicikan karena ia akan mendapatkan informasi itu dari Karina. "Apakah kamu akan melibatkan Xavier?""Bisakah aku? Karena Karina sangat membenciku.""Kalau begitu, arahkan semua tanggung jawab di pundak Xavier. Biar dia
Setelah pulang dari kantor, Avery bergegas pulang menuju mansion milik ayahnya. Ia harus mencari tahu tentang apa yang telah dikatakan oleh Jordan dan sangat membuat Avery penasaran. Sebelumnya ia telah membatalkan terlebih dahulu janjinya dengan Aldi untuk bertemu di apartemennya karena pastinya ia akan bisa bertemu dengan Aldi di mansion Jordan. Ting Tong! Avery menekan bel mansion. Tidak lama kemudian, Jordan membukakan pintu untuk Avery. Ia sudah mengetahui bahwa Avery yang sedang berada di depan pintu masuk mansionnya. "Selamat malam, Av," sapa Jordan. Ia sangat merindukan anak satu-satunya itu. "Jangan berbasa-basi lagi denganku. Katakan apa yang ingin anda katakan sekarang," balas Avery ketus. Ia masih berada di depan pintu mansion dan tidak mau masuk ke dalam. "Masuklah. Kita berbicara di dalam," ajak Jordan. Avery ingin mempercepat pembicaraannya dengan Jordan sehingga ia langsung masuk ke dalam mansion. Mereka berdua
Xavier sangat lelah mencari fakta tentang proyeknya yang sedang dimanipulasi. Karina ... wanita itu sangat tidak berguna bagi Xavier. Ia tidak bisa mengorek informasi apapun dari wanita itu.Xavier segera pulang ke kantor. Ia berharap menemukan setitik harapan yang bisa membantunya untuk keluar dari masalah perusahaannya ini, masalah yang cukup berat dan bisa merugikan perusahaannya."Belle," sapa Xavier lemas ketika ia sudah sampai ke dekat ruangan kerjanya."Bagaimana, Pak? Apakah bapak sudah mendapatkan informasi dari Karina?" tanya Avery penasaran."Tidak. Wanita sialan itu malah pingsan saat aku menginterogasinya.""Hmm ... apakah dia berpura-pura?" tanya Avery curiga."Mungkin saja. Entahlah. Aku lelah.""Ya sudah, bapak beristirahat terlebih dahulu dan aku akan membawakan makanan dan minuman untuk bapak.""Terima kasih, Belle." Xavier tersenyum kaku kepada Avery. Pikirannya sangat kacau karena kejadian ini. Tentu s
“Hai, Pak Xavier …” sapa Karina sumringah karena melihat wajah mantan bosnya. Ia sendiri tidak menyangka Xavier akan menemuinya di rumah tahanan setelah sekian lama ia mendekam.“Bagaimana kabarmu?” tanya Xavier berbasa-basi.“Tidak baik. Seperti yang bapak lihat saat ini.” Karina berdiri dan memperlihatkan tubuhnya yang mulai kurus dan wajahnya yang sangat kusam akibat stress berada di dalam rumah tahanan.“Ah … saya turut berduka cita.” Xavier mencoba memberikan simpatinya kepada keadaan Karina saat ini.“Apa bapak ke sini untuk membebaskan saya?” tanya Karina penuh harap.“Aku membutuhkan bantuanmu, jika kamu membantuku dengan semua informasi,
Setelah tidak berhasil mencari proposal dan kesepakatan kerja sama antara Vlad Corp dan PT Heiz di tempat penyimpanan berkas, Avery tergesa-gesa kembali ke meja kerjanya untuk mencari lagi. Mungkin Karina lupa meletakannya.Avery mengobrak-abrik meja dan tempat penyimpanan Karina tapi ia tidak menemukan berkas yang ia cari. Kemudian, Avery mencoba mengecek ke dalam komputer yang ada di hadapannya. Biasanya terdapat arsip karena semua dokumen kerja sama akan di-scan sebagai back up data.Avery melakukan pencarian tapi tidak ada berkas apapun yang berhubungan dengan PT Heiz. Ia mulai curiga adanya campur tangan Karina dalam masalah proyek PT Heiz. Mungkin ini juga yang membuat Karina tidak menyukai dirinya bahkan melakukan sabotase terhadap dirinya, agar tidak ada orang yang mengetahui kejahatan yang dilakukan oleh Karina.
Setelah menyelesaikan rapat dengan para kepala divisi, Avery memohon diri untuk pamit keluar dari ruang rapat yang terasa menyesakkan dada. Ia segera menelepon Aldi untuk langkah selanjutnya.“Al …” panggil Avery di telepon.“Ya, Nona.”“Selidiki masalah pembangunan hotel milik PT Heiz dan Vlad Corp yang berada di Bandung. Ada masalah apa, gunakan detektif yang biasa ayah gunakan. Jika bisa, berikan kepadaku laporan itu dalam dua hari,” ujar Avery memberikan perintah kepada Aldi.“Masalah lima pekerja meninggal karena lantai dua puluh runtuh?” tanya Aldi mengkonfirmasi.“Ya. Apakah kamu mengetahui masalah ini?” tanya Avery penasaran.
Setelah menenangkan diri dengan memeluk Avery, Xavier melepaskan dekapannya. Ia sudah bisa mengendalikan emosinya dan menenangkan diri.“Belle, tolong bantu saya kumpulkan semua kepala divisi yang berkaitan dengan PT Heiz,” ucap Xavier pelan. Ia mulai duduk di sofa dan meminum teh manis hangat buatan Avery. Ia harus menenangkan pikirannya agar bisa berpikir dengan jernih.“Baik, Pak.” Avery mengangguk menuruti perintah Xavier.“Menurutmu, apa yang sedang terjadi di pembangunan hotel itu?” tanya Xavier masih bimbang. Ia sendiri tidak pernah menyangka kejadian seperti ini bisa terjadi dengan perusahaannya.“Hmm … menurut saya ada orang yang bermain di belakang dan mengurangi bahan. Sehingga para pekerja itu tertimpa dengan k