Share

3. Berita Mengejutkan

"Aiden Clark Johansen, bisakah kau tak mempermalukan Serena dan ayahmu dengan kelakuanmu tadi di depan para pelayan?" ucap Julien setelah mereka masuk ke dalam ruang kerjanya untuk melanjutkan pembicaraan.

Setelah tadi Julien memerintahkan Aiden untuk mengikutinya ke dalam ruang kerjanya, Serena dengan sigap mendorong kursi roda milik Julien dengan patuh dan makan malam mereka pun otomatis berakhir.

Aiden menghempaskan dirinya di atas sofa besar di dalam ruang kerja sang ayah sambil mendesah. "Aku begitu lelah dengan shift dobel yang ditimpakan seniorku padaku sejak kemarin aku bertugas di bangsal UGD. Aku bahkan belum beristirahat dengan benar dan hanya makan satu kali sejak itu. Jadi tolong, Dad, jelaskan saja dengan singkat agar tak banyak perdebatan yang membuang energiku karena aku masih membutuhkan istirahat."

"Kau tahu berita itu dari siapa?" tanya Julien tanpa berbasa-basi.

"Dari mantan istrimu, siapa lagi? Hanya ia yang masih gigih mengusikku karena berharap kau akan memperhatikannya jika aku bisa membujukmu. Bisakah kau menyuruhnya untuk berhenti menggangguku? Jika ia ingin rujuk denganmu, harusnya ia mengganggumu saja."

"Ah, aku hampir lupa. Tidak mungkin baginya untuk rujuk denganmu lagi karena kau sekarang sudah memiliki istri cantik yang begitu muda dan polos ini, benar? Entah bagaimana kau berhasil memperdayainya, Dad," sindir Aiden.

"Ma ... maaf, Aiden," lirih Serena spontan karena merasa tak enak hati setelah mendengar ucapan Aiden.

"Aku tak akan terpengaruh dengan semua kata-kata ketusmu itu, Bocah. Suka atau tidak, Serena kini adalah ibu tirimu sejak seminggu lalu aku menikahinya. Dan kau, Serena, tak perlu meminta maaf padanya karena aku tak mungkin kembali lagi pada mantan istriku. Tak perlu merasa bersalah atau apa pun itu karena ocehan bocah ini," jawab Julien santai.

"Dad!" teriak Aiden kesal.

"Lihat, ia begitu menyebalkan, bukan? Katakan Serena, apakah kau diancam oleh ayahku hingga kau menyetujui menikah dengan pria tua ini? Jika itu yang terjadi, maka aku akan dengan senang hati melaporkannya pada yang berwajib," lanjut Aiden.

"Tidak, Aiden, dengarkan dahulu penjelasan Tuan Julien," ucap Serena cepat.

"Hah! Tuan Julien, ya? Benar, kan? Kau diancam oleh pria tua ini? Aku tahu kau bukan gadis seperti itu, Serena. Jadi katakan semuanya dan tak perlu takut untuk berbicara yang sebenarnya padaku. Aku sudah mengenalmu sejak kau menjadi mahasiswi baru di kampus kita. Tak ada satu pun hal yang tak membanggakan tentangmu. Bahkan, walau kau berbeda jurusan denganku, kau masih mau membantuku untuk ikut kerja suka rela saat yang lainnya menolak."

"Saat itu, aku sudah menetapkan kau sebagai junior terbaikku. Maka dari itu, aku memercayakan pekerjaan perawat yang sebenarnya tak diperlukan itu, untuk ayahku yang menyebalkan ini. Yah, walau kini aku sudah menyesalinya. Tak seharusnya aku melakukan itu," ucap Aiden sambil menggeleng kesal.

"Apakah kau sudah selesai?" ucap Julien pada Aiden. "Aku tak mengerti mengapa yang keluar dari mulut cerewetmu itu seolah hanya keburukanku saja. Dengarkan dulu penjelasanku, Bocah."

"Aku dan Serena saat ini sedang terikat oleh perjanjian pernikahan kontrak," lanjut Julien.

Aiden menegakkan tubuhnya karena tersentak dengan ucapan ayahnya. Ia menatapnya dengan atensi penuh dan raut keingintahuan yang besar. "Menikah kontrak? Jadi, kalian tidak menjadi suami istri yang sebenarnya?"

"Ya," tegas Julien. "Aku memberinya penawaran karena aku membutuhkan bantuannya. Begitu juga sebaliknya."

"Lalu, lebih tepatnya bantuan apa itu?" tanya Aiden.

Julien menghela napasnya sejenak. "Deposito milikku sebentar lagi sudah mengalami jatuh tempo. Dengan jumlah yang besar dan tambahan bunga itu, kau tentu tahu berapa nilainya setelah cair, bukan?"

"Ya, lalu?"

"Aiden, Lucia mengincar dana deposito itu. Karena perusahaan sekarang sedang membutuhkan suntikan dana, maka aku tak bisa membiarkan ia mendapatkan semua dana itu. Kau tentu tahu bagaimana ia akan menggunakan semua uang itu untuk kesenangannya sendiri, bukan? Karena itu, aku membutuhkan Serena untuk mencegah Lucia mendapatkan uang itu."

"Mengapa Lucia harus mendapatkan dana itu? Bukankah itu adalah milikmu? Kau bahkan telah memberinya beberapa aset dan saham perusahaan untuk syarat perceraian kalian dulu. Ia sudah mendapatkan banyak uang dan sekarang ia masih mengincar depositomu?"

Julien mengangguk. "Dalam perjanjian yang kutandatangani dengan Lucia untuk syarat perceraian itu, salah satu poin menyebutkan bahwa ia berhak atas semua pencairan dana deposito milikku jika jatuh tempo itu terjadi sebelum aku mendapatkan penggantinya. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah seorang istri."

"Awalnya, aku tak ingin mempermasalahkan itu. Tapi, setelah perusahaan mengalami krisis dan membutuhkan sejumlah dana. Aku tak bisa membiarkan dana itu jatuh ke tangannya. Jadi, aku membuat kesepakatan kontrak pernikahan dengan Serena."

"Wah, wanita penyihir itu memang luar biasa mengerikan. Ia sudah berhasil menggerogoti perusahaanmu dengan kepemilikan saham yang kau berikan secara cuma-cuma, kini ia juga hendak menguasai semua hartamu? Aku yakin ia tak akan berhenti sampai kau tak memiliki apa-apa," timpal Aiden geram.

"Ya, memang seperti itulah wanita itu. Aku bersyukur telah lepas darinya."

"Itu benar, tapi itu juga karena kebodohanmu sendiri, Dad! Bagaimana kau bisa terlibat dengan wanita ular itu? Kau terlalu lunak padanya hingga ia bisa memengaruhimu untuk menikahinya dengan alasan putrinya! Kau tahu sejak awal aku sungguh menentang pernikahanmu itu, bukan? Dan kini, semua terbukti setelah wanita licik itu berhasil menghabisi hartamu."

"Ck, ck, kau sungguh pria tua yang tak tertolong," gumam Aiden sambil menggeleng dengan raut prihatin.

"Lihat, Serena, inilah alasannya mengapa aku tak langsung memberitahu putraku tentang pernikahan kita. Karena ia akan begitu cerewet seperti sekarang. Bisa kau bayangkan betapa pusingnya aku menghadapi dirinya selama ini? Ia bahkan lebih cerewet dibandingkan seorang istri yang sedang memarahi suaminya," gerutu Julien.

Aiden memutar kedua bola matanya. "Oh, please, itu memang karena kau pantas untuk dimarahi, Dad. Siapa suruh kau membuat ibuku melahirkanku dengan usia yang begitu muda? Kau bahkan saat ini belum terlalu matang untuk bisa membedakan mana yang baik dan buruk. Seperti contohnya mantan istrimu itu, ck, ck."

"Kurasa, dalam hal kedewasaan dan kematangan berpikir, Serena jauh lebih bijak dibandingkan denganmu."

"Benarkah?" tanya Julien. "Kalau begitu, karena putra cerewetku sudah mengetahui situasi kita, maka mohon bimbinganmu, Istriku," ucap Julien kemudian sambil menatap Serena dan tersenyum manis.

"Dasar perayu," gumam Aiden sambil menggelengkan kepalanya.

"Lalu, untuk bantuan sebesar itu, apakah yang ayahku berikan sebagai imbalannya padamu, Serena?"

Serena mengerjap dan membasahi bibirnya sebelum berkata, "I ... itu, Tuan Julien bersedia memberikan biaya pengobatan untuk Helena. Dan karena kontrak itu hanya berjalan satu tahun, kurasa itu sangat membantuku sebelum aku akhirnya bisa melanjutkan kuliahku hingga lulus dan mencari pekerjaanku sendiri."

"Bahkan, Tuan Julien juga bersedia membiayai kuliahku karena beasiswa yang kuterima di tahun terakhir telah hangus," lanjutnya.

Aiden mengembuskan napasnya. Ia mengangguk tanda mengerti. Ia sungguh tahu apa yang menimpa Serena sehingga ia memutuskan untuk membantu gadis itu tiga bulan yang lalu. 

"Itu memang sudah sepantasnya kau dapatkan, Serena. Sungguh sayang jika kau meninggalkan kuliahmu di tahun terakhir," timpal Julien.

Serena adalah gadis manis yang sangat pintar dan cemerlang yang cukup populer di jurusan sastra di kampus mereka. Walau ia tak semencolok seperti saudara kembarnya Helena yang berada di jurusan komunikasi, namun Serena cukup menjadi perbincangan karena kepintarannya dan juga sifat yang begitu berbanding terbalik dengan kembarannya itu.

Berkat wajah dan kecantikan mereka yang sama persis, Serena dan Helena menjadi sepasang saudari kembar yang cukup dikenal di kampus mereka. Jika Helena adalah gadis cantik yang populer karena keceriaannya, maka Serena populer karena kepintarannya.

Aiden sendiri baru mengetahui kabar Serena setelah ia magang di rumah sakit di dekat kampus dan mendapati gadis itu sedang bekerja di kafetaria di sana. Ia cukup terkejut saat mengetahui bahwa Serena harus terpaksa cuti di tahun terakhirnya kuliah karena keadaan saudara kembarnya.

"Aku juga setuju denganmu, Dad," ucap Aiden. "Dan Serena, jangan sungkan untuk menerima semua yang ayahku berikan untukmu."

"Jadi, masalah sudah selesai, bukan? Kau tak akan menggangguku lagi dengan kecerewetanmu tentang ini lagi, benar?" Julien menatap Aiden untuk meminta persetujuan.

Aiden mengangguk. "Ya, hanya jika kau berjanji untuk memperlakukan Serena dengan baik. Kalau tidak, aku tak akan membelamu di depan kakek jika ia mempermasalahkan pernikahan ini."

"Oh, ya ampun kau mulai lagi," keluh Julien.

"Aku hanya bercanda, Dad." Aiden tertawa kecil setelah menggoda ayahnya. "Serena, aku berjanji ayahku akan memperlakukanmu dengan baik karena ia hanya pria tua bodoh yang begitu lemah dengan kecantikan dan kemalangan. Tapi walau begitu, jangan ragu untuk melaporkan padaku jika suatu saat ia menyusahkanmu, oke?"

Serena mengangguk dan tersenyum. "Baiklah, terima kasih," jawabnya.

Julien mengerutkan alisnya. "Hei, Serena, mengapa kau begitu patuh padanya? Bukankah aku adalah suamimu?" protes Julien seolah ia keberatan.

"Aku adalah senior tampan baik hati yang tak pernah berbuat kejam pada juniorku, tentu saja ia akan menurutiku karena aku adalah panutan kampus dan semua juniorku. Benar, Serena?" balas Aiden seolah tak mau kalah setelah mendengar protes Julien.

"Ck, kalian bahkan berbeda jurusan. Kau bisa populer karena mewarisi wajah tampanku, apa kau tahu itu? Sudahlah, kembali saja ke apartemenmu atau kau ingin tidur di sini? Sekarang aku juga akan kembali ke kamarku untuk beristirahat. Ayo, Serena," ucap Julien.

"Tunggu, tunggu, apa kau ingin mengajak Serena tidur di kamarmu?" ucap Aiden terkejut.

Julien mengangkat kedua bahunya seolah tak mengerti maksud pertanyaan putranya. "Di mana lagi? Kau ingin pernikahan ayahmu ini dicurigai banyak orang? Karena ia istriku, tentu saja ia akan tidur sekamar denganku," balas Julien santai.

"Oh, ya Tuhan, kau serigala tua! Jangan kau berani berbuat macam-macam pada Serena, Dad! Ia gadis manis yang masih polos! Jangan berpikir untuk melakukan sesuatu padanya!" ucap Aiden sungguh-sungguh memperingatkan ayahnya.

"Sudah terlambat. Kami sudah tidur bersama sejak seminggu yang lalu," goda Julien dengan sengaja sambil menarik lengan Serena agar ia membimbingnya keluar dengan kursi rodanya.

"Dad!" teriak Aiden tak percaya.

****

Esoknya ....

"A ... Apa kau bilang, Mom?" Suara Serena terdengar bergetar sambil menggenggam ponselnya setelah ia mendapat sebuah panggilan masuk dari ibunya.

"Apa kau tak mendengarku, Seren? Kukatakan bahwa Helena telah siuman dari komanya. Ia kini telah bangun dan sadar lagi," tegas Anie terdengar di seberang telepon sebelum ia memutus panggilan mereka.

"He ... Helena sudah terbangun dari komanya?" lirih Serena masih tak percaya.

Setelah mendengar berita yang tiba-tiba dan begitu mengejutkan itu, Serena sekejap masih merasa linglung. Dan setelah beberapa saat ia berhasil pulih dari keterkejutannya, ia melepaskan kacamata bacanya dan menutup laptopnya. Karena tak ingin membuang waktu lagi, ia lalu melesat keluar dari dalam ruang baca untuk menuju ke rumah sakit.

____****____

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status