Home / Romansa / Jerat Gairah Cinta Rahasia / Bab 1 Malam Tak Terduga

Share

Jerat Gairah Cinta Rahasia
Jerat Gairah Cinta Rahasia
Author: LuciferAter

Bab 1 Malam Tak Terduga

Author: LuciferAter
last update Last Updated: 2025-09-30 12:28:41

Setelah dua tahun berpacaran, malam itu aku memutuskan untuk melepas kesucianku pada kekasihku.

Bibirnya panas menekan bibirku, lidahnya menyapu rakus hingga napasku terputus. “Mmm… Max…” desahku, jari-jari meremas kemejanya tanpa sadar.

Beberapa saat lalu, setelah aku berhasil mendapatkan proyek besar untuk timku, aku dan Max—yang memang adalah seniorku di kantor—sempat minum bersama rekan-rekan di bar dekat kantor. Selagi bersenang-senang, tanpa sadar aku minum terlalu banyak. Melihat hal itu, Max, untuk pertama kalinya, mengajakku menginap di apartemennya.

Aku tak sempat berpikir panjang. Semua terasa kabur antara mabuk, rindu, dan gairah yang meledak-ledak. Selama dua tahun ini, Max jarang sekali menyentuhku lebih dari sekadar genggaman tangan dan kecupan di bibir, jadi berpikir ini adalah ajakan Max untuk melanjutkan hubungan kami ke tahap selanjutnya, aku pun menyetujui.

Dan sesuai harapan, malam ini berbeda.

Tangan Max sudah berkelana di punggungku, menarikku semakin rapat ke tubuhnya. Ciumannya lebih dalam, lebih berani dari biasanya. Tubuhku panas, dan kepalaku sedikit pening karena masih ada sisa alkohol. 

“Ella…” gumam Max di sela ciuman, suaranya berat dan parau.

Aku menggeliat, tubuhku terbakar saat jemarinya menelusuri pinggangku, naik ke punggung, lalu beralih meremas dadaku selagi menciumku lebih dalam. Aku tak lagi peduli. Untuk pertama kalinya aku berpikir, mungkin memang sudah saatnya.

Aku ingin dia. Aku ingin malam ini menjadi awal dari segalanya.

Tiba-tiba, Max membalik tubuhku dan menekanku ke sofa, membuat napasku tercekat. Lidahnya menyusuri leherku, meninggalkan jejak basah yang membuatku bergidik.

“Haah…” desahku lirih, jemariku menggenggam rambutnya tanpa sadar.

“Kau manis sekali malam ini, Ella,” bisik Max, napasnya panas di kulitku.

Aku sudah pasrah. Tubuhku meleleh di bawah sentuhannya. Aku tak lagi peduli pada apa pun dan bersiap untuk menjadi miliknya, lalu—

Ting!

Suara notifikasi ponsel memecah suasana.

Max menegang. Bibirnya terhenti, tubuhnya ikut membeku, seakan baru tersadar dari sihir. 

“Abaikan saja,” pintaku, mencoba menarik wajahnya kembali, tapi dia menepis tanganku, lalu meraih ponsel di meja.

Aku masih terengah, wajahku merah padam. Ingin sekali mengeluh. 

Apa yang begitu penting sampai dia berhenti di saat seperti ini?

Tapi Max kemudian berkata dengan kening berkerut, “Ayahku.”

Deg. 

Aku sedikit terkejut. Tidak menyangka ternyata ayahnya yang menghubungi.

“Kenapa dengan ayahmu?” kataku, berusaha terdengar tenang walau sebenarnya tidak sabar.

Max menghela napas dan langsung meraih kemejanya untuk dikenakan kembali. “Dia dalam perjalanan ke sini, sebentar lagi sampai. Kau harus pulang sekarang.”

Aku menatapnya tak percaya. “Apa? Pulang?”

Dia yang mengundangku ke sini, tapi sekarang malah mengusirku?

“Ya.” Max bangkit, merapikan bajunya terburu-buru. “Aku belum siap kalau Ayah tahu kau ada di sini.”

Aku tercekat. “Max… kenapa kau tidak kenalkan saja aku? Bukankah sudah dua tahun kita bersama?”

Tubuh Max membeku sesaat, lalu dia berkata selagi mengusap tengkuknya. “Aku hanya… belum siap.”

Keningku pun berkerut. “Lalu, kapan kau akan siap? Sudah dua tahun sejak kita pacaran, Max. Kita bahkan sudah sempat membicarakan pernikahan.”

Max menghela napas kasar. “Please, Ella, jangan ribut soal ini sekarang, bisa? Ayahku akan segera sampai, dan kalau dia melihatmu malam-malam masih ada di rumah pria, jangankan menikah, pacaran saja belum tentu kita disetujui. Apa hal seperti ini saja tidak kau mengerti?”

Kata-kata Max menusukku begitu dalam. Hatiku terasa diremas, perih. Tapi, aku menunduk, menelan bulat-bulat semua rasa itu. 

Max selalu bilang dia suka sisi pengertianku, itu alasan seorang pria tampan sepertinya, yang berkedudukan sebagai manager di kantor ternama, bisa memilihku yang hanyalah seorang staf. 

Jadi, seperti biasa, aku kembali memaksakan diri untuk mengerti situasinya.

Mengusahakan seulas senyum di bibir, aku berdiri dan merapikan penampilanku yang berantakan. “Baiklah,” ucapku lirih.

Max mengangguk cepat, lalu mendaratkan sebuah kecupan di keningku sembari berkata, “Memang kau yang paling pengertian.”

Kalimatnya membuatku tersenyum pahit. Sudah kuduga dia akan berkata begitu.

Saat aku sudah kembali rapi, Max berkata, “Aku sudah pesan taksi untukmu. Lima menit lagi sampai. Turun saja dan tunggu sopirnya di lobi. Ini pelat nomornya.”

Aku sedikit terperangah. Ingin sekali bertanya kenapa dia tidak mengantarku, terutama setelah alasannya membawaku ke sini adalah karena dia khawatir dengan keadaanku yang telah minum banyak.

Tapi, bertanya seperti itu akan membuatku terdengar menyebalkan. Jadi, aku memperingatkan diriku untuk tidak terlalu sensitif. Bersedia memesankan mobil untukku saja sudah sangat baik, bukan?

Akhirnya, aku meraih tas, lalu berpamitan, “Aku pergi dulu.”

Max berdiri di tengah ruangan, tampak sibuk dengan ponselnya. Dia pun berkata tanpa menoleh. “Ya, hati-hati. Kabari aku kalau sudah sampai di rumah nanti.”

Masih berusaha tersenyum, aku pun berbalik, keluar dari apartemen itu, lalu pulang.

**

Saat sampai di rumah, aku bisa melihat rumahku tampak gelap. 

Aku menghela napas panjang, sedikit sedih dan hampa walau tahu itu bukan hal aneh.

Tidak heran lampunya gelap. Di rumah yang berdiri di tengah kota Capitol ini, aku hanya tinggal bersama kakakku, Lucien, dan sahabat baiknya sejak SD, Dominic. Kami bertiga merantau dari kota asal kami ke ibu kota ini.

Namun, dua pria itu hampir tak pernah benar-benar berada di rumah. Mereka selalu sibuk mengembangkan kelab malam yang mereka bangun bersama sejak empat tahun lalu.

Karena kesibukan mereka di kelab, kehidupan mereka berbanding terbalik denganku. Saat pagi, keduanya baru pulang dan istirahat hingga siang. Saat malam, mereka kembali bekerja. 

Sedangkan aku? Aku menjalani rutinitas kantor dari pagi hingga sore. Alhasil, kami jarang bertemu, jarang makan bersama, apalagi berbagi cerita. 

Mengingat hal ini membuatku semakin merasa kesepian setelah kejadian dengan Max. Akan tetapi, aku juga bersyukur mereka tidak ada di rumah sekarang. Karena kalau Lucien atau Dominic melihatku murung, mereka pasti sadar ada yang salah, dan interogasi pun akan dimulai.

Menepis pemikiran itu, aku melangkah masuk ke pekarangan, lalu membuka kunci pintu rumah.

Begitu daun pintu kudorong, napasku langsung tercekat. Pemandangan di depan mata membuatku mematung.

“Ahh! Ahh! Ya, terus seperti itu!”

Di ruang tamu yang biasanya sunyi, tubuh seorang pria tegap bergerak di atas sofa. Otot punggungnya yang berkilat karena keringat menegang setiap kali ia bergerak, membentuk lekukan sempurna di bawah cahaya lampu redup. Rahangnya tegas, sorotnya liar, dan lengan kekarnya menahan tubuh wanita di bawah selagi dia menghentakkan tubuhnya keras dan membuat wanita itu mendesah.

Aku terkejut, sekaligus terpicu oleh pemandangan yang tak pernah kubayangkan akan kulihat di rumah ini. Tubuh pria itu begitu nyata, begitu maskulin, bagaikan magnet yang memaksa mataku tak bisa berpaling. 

Nafsu yang tak pernah terpuaskan bersama Max kini mendesak keluar, tak terkendali.

Saat pintu yang kubuka menabrak tembok, pria itu menoleh. Tatapan matanya yang gelap langsung mengunci mataku.

Tubuhnya seketika membeku.

“Ariella?!” suaranya berat, terkejut.

Aku ternganga. Baru saat itu aku sadar… pria yang baru saja kupergoki sedang memuaskan hasratnya di tengah malam dengan seorang wanita di bawahnya … adalah Dominic Black! Sahabat baik kakakku sendiri!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 8 Aku Menginginkanmu

    “Lepaskan aku!” seruku, berusaha menarik lenganku dari genggaman Dominic yang terus menyeretku keluar dari kelab. Namun, sia-sia. Cengkeramannya bagaikan borgol baja.Langkah Dominic begitu lebar, sampai aku harus berlari kecil untuk mengimbanginya agar tidak terjatuh. Hal itu, ditambah dengan seruanku, membuat orang-orang yang tadinya sibuk berpesta kini menoleh memperhatikan.Bisik-bisik mulai terdengar.“Itu Dominic Black….”“Bukankah dia salah satu pemilik Nocturne, kelab malam besar di tengah kota itu? Kenapa dia menyeret seorang gadis keluar seperti itu?”Panas menjalari wajahku. Malu bercampur kesal karena sekarang diriku menjadi tontonan semua pengunjung kelab. Dari awal, sudah kuduga akan begini jadinya kalau ada di antara Dominic dan Lucien yang menemukanku. Lagi pula, keduanya sudah berkecimpung di bisnis malam ibu kota semenjak beberapa tahun dan menjadikan Nocturne—kelab mereka, salah satu kelab ternama tengah kota. Oleh karena itu, sengaja aku memilih untuk datang ke ke

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 7 Melanggar, Berarti Hukuman

    Duniaku seakan berhenti berputar saat mendengar kalimat Amelia. Bertunangan minggu lalu?Setelah menjalin hubungan denganku selama dua tahun, pria itu ternyata bertunangan dengan wanita lain minggu lalu!?Aku menatap Max. Diriku ingin menjerit, melempar semua dokumen yang berhamburan di lantai, dan menghajarnya habis-habisan. Namun kenyataannya … aku hanya berdiri terpaku.Max berusaha meraihku, wajahnya panik. “Ella, dengar aku—”“Jangan sentuh aku!” bentakku, suaraku pecah di udara.Amelia mengerjap, jelas tidak mengerti. Dia hanya berdiri di sana dengan cincin yang berkilau di jarinya, seolah menertawakan kebodohanku selama dua tahun terakhir.Ada dorongan kuat dalam hatiku untuk melampiaskan semuanya pada Amelia, untuk berteriak bahwa aku adalah pihak yang paling dikhianati di sini. Namun, melihat sorot matanya yang polos, wajah mudanya yang masih diliputi kebingungan, aku tahu dia juga tidak bersalah. Sama sepertiku, dia hanyalah korban dari seorang pria yang tidak bertanggung j

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 6 Kenyataan Pahit

    Ucapanku memantul di udara, menghantam dinginnya ruangan. Dominic terdiam sesaat, rahangnya mengeras, sorot matanya berubah sekilas. Antara marah dan… terluka?“A-aku … bukan maksudku—” Aku sendiri tercekat dengan kata-kataku, tapi gengsi membuatku tak menariknya kembali.Di sisi lain, ekspresi Dominic menjadi semakin dingin. Aku tidak pernah melihatnya menatapku dengan air muka yang begitu gelap.Lalu, pria itu berujar, “Aku memang bukan siapa-siapa bagimu, tapi … di rumah ini, kalimatku dan Lucien adalah aturan. Jadi, kalau ingin tetap di sini, sebaiknya kau ikuti aturanku. Kalau tidak,” tatapannya menajam, membuat tubuhku menggigil, “maka kau akan kupulangkan ke Greenwood.”**Dua minggu berlalu dalam sekejap mata setelah pertengkaranku dengan Dominic. Selama dua minggu ini, aku berakhir benar-benar menuruti perintahnya, pulang sebelum jam delapan malam. Dan yang mengejutkan, dia selalu ada di rumah, seakan menunggu kepulanganku, baru kemudian berangkat bekerja.Namun, bukannya me

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 5 Kau Bukan Apa Pun Bagiku

    “Berbohong agar bisa bermalam di apartemen kekasihmu? Hebat sekali kau, Ella ….”Aku duduk dengan kepala tertunduk, wajah pucat seperti seorang bocah yang baru saja ketahuan melakukan kesalahan fatal.Dalam hati, aku sempat membatin, rasanya baru kemarin berada di posisi ini setelah memergoki Dominic dengan wanita pirang itu. Tapi sekarang, aku sudah kembali berada di posisi yang sama.Tadi, setelah Dominic melontarkan ancaman padaku dan Lily, dengan pasrah kami menyatakan semua kebenarannya. Alhasil, usai pengakuan kami selesai, Dominic marah besar dan meminta Lily pulang.Aku sempat memohon padanya untuk tidak mengirim Lily pulang lantaran baru sesaat sahabatku itu menghabiskan waktu denganku, tapi ….“Ini hukuman untuk kalian agar belajar untuk tidak berbohong dan berbuat hal konyol,” tegasnya dengan pancaran dingin yang langsung membuat Lily dan aku ciut.Hanya saja, tidak kuduga, saat mengantar Lily ke depan gerbang, sementara Dominic tetap duduk di sofa ruang tamu, sahabatku itu

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 4 Tidak Ada yang Terjadi

    “Aahh!”Dengan panik aku menjerit, menyambar handuk yang tergantung di dekatku dan menutup tubuh seadanya. Wajahku memanas, jantungku seperti mau copot.Dominic tidak segera pergi. Sorot matanya yang gelap menatapku. Rahangnya mengeras, jelas dia juga tidak menyangka akan melihatku seperti ini.Sepersekian detik yang terasa seperti selamanya berlalu, sampai akhirnya ia menarik napas kasar. “Kunci pintu lain kali,” katanya datar, suaranya berat namun tegas.Lalu pintu tertutup dengan suara keras, meninggalkanku berdiri terpaku dengan tubuh gemetar.Aku menatap pantulan diriku di kaca. Wajahku merah, mataku lebar, napasku masih kacau.Tak elak, aku membatin, ‘Bukannya dia pergi?! Kenapa bisa tiba-tiba muncul seperti tadi?!’Selesai mengenakan pakaianku lagi, aku memberanikan diri keluar dari kamar mandi.Di ruang tamu, Dominic duduk di sofa, satu lengan bertumpu pada sandaran, posturnya santai tapi sorot matanya langsung terarah padaku saat aku muncul.“Kau sudah selesai?” tanyanya sing

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 3 Hasrat Terlarang

    “Hahh… ahhh… ahhh…” aku terengah, tubuhku terhuyung setiap kali hentakan keras itu menghantamku dari belakang. Pinggangku dipaksa mengikuti irama yang semakin dalam, setiap dorongan membuatku hampir kehilangan suara.Tangan kekar mencengkeram pinggulku erat, lalu merambat naik ke punggungku. Tubuhku dipaksa menunduk, sementara napas panasnya membakar tengkukku.“Ahhh…” lenguhanku pecah tanpa bisa kutahan.Tiba-tiba, sebuah tangan besar mencengkeram rahangku. Dengan tegas, kepalaku dipaksa menatap lurus ke cermin yang ada di dinding.Bisikan berat dan dalam menyusup ke telingaku.“Lihat ke depan… jangan berpaling. Lihat bagaimana aku mengisi tubuhmu.”Tubuhku merinding. Mataku terbelalak menatap pantulan di kaca. Diriku ada di sana, terguncang, basah, wajah merah padam, dengan bibir terbuka menjerit kenikmatan.Dan di belakangku… sosok pria itu mulai terlihat. Sorot matanya gelap, rahangnya tegas, wajahnya menawan sekaligus menakutkan.Dan dia adalah ….Dominic?!“Ahh!” teriakku, tubuh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status