/ Romansa / Jerat Gairah Cinta Rahasia / Bab 1 Malam Tak Terduga

공유

Jerat Gairah Cinta Rahasia
Jerat Gairah Cinta Rahasia
작가: LuciferAter

Bab 1 Malam Tak Terduga

작가: LuciferAter
last update 최신 업데이트: 2025-09-30 12:28:41

Setelah pesta perayaan kantor, kekasihku selama dua tahun mengundangku ke apartemennya untuk pertama kalinya. Dan malam itu, aku … memutuskan untuk menyerahkan kesucianku padanya.

“Mmm… Max…” desahku, saat bibir panas Max menekan bibirku, lidahnya menyapu rakus hingga napasku terputus. 

“Ella…” gumam Max di sela ciuman, suaranya berat dan parau. Tubuhnya menekanku ke tembok, tampak sangat tidak sabar untuk menyatu denganku saat itu juga.

Aku menggeliat, tubuhku terbakar saat jemarinya menelusuri pinggangku, naik ke punggung, lalu beralih meremas dadaku selagi menciumku lebih dalam. 

Hal itu membuat gairahku semakin membara.

Mungkin ini efek minuman keras yang merajalela, atau mungkin juga karena kerinduan yang telah lama dipendam. Tapi yang jelas, pikiranku hanya menyerukan satu hal dengan keras.

Aku menginginkannya saat ini juga!

Tiba-tiba, Max membalik tubuhku dan menekanku ke sofa, membuat napasku tercekat. Lidahnya menyusuri leherku, meninggalkan jejak basah yang membuatku bergidik.

“Haah…” desahku lirih.

“Kau manis sekali malam ini, Ella,” bisik Max, napasnya panas di kulitku.

Aku sudah pasrah. Tubuhku meleleh di bawah sentuhannya. Aku tak lagi peduli pada apa pun dan bersiap untuk menjadi miliknya.

Tapi—

Ting!

Suara notifikasi ponsel memecah suasana.

Max menegang. Bibirnya terhenti, tubuhnya ikut membeku, seakan baru tersadar dari sihir. 

“Abaikan saja,” pintaku, mencoba menarik wajahnya kembali.

Namun, dia langsung menepis tanganku, lalu meraih ponsel di meja.

Aku masih terengah, wajahku merah padam. Ingin sekali mengeluh seiring tubuhku terjatuh ke sofa. 

Apa yang begitu penting sampai dia berhenti di saat seperti ini?

Tapi, Max kemudian berkata dengan kening berkerut, “Ayahku.”

Deg. 

Aku sedikit terkejut dan langsung duduk tegap. Tidak menyangka ternyata ayahnya yang menghubungi.

“Kenapa dengan ayahmu?” kataku, berusaha terdengar tenang walau sebenarnya tidak sabar.

Max menghela napas dan langsung meraih kemejanya untuk dikenakan kembali. “Dia dalam perjalanan ke sini, sebentar lagi sampai. Kau harus pulang sekarang.”

Aku menatapnya tak percaya. “Apa? Pulang?”

Tadi setelah pesta, jelas-jelas Max yang mengundangku ke sini. Tapi sekarang, dia malah mengusirku?

“Ya.” Max bangkit, merapikan bajunya terburu-buru. “Ayah tidak boleh sampai tahu ada kau ada di sini.”

Selama sesaat, aku terdiam. 

Selama dua tahun berpacaran, Max sama sekali belum pernah mempertemukanku dengan kedua orang tuanya. Padahal, dia sendiri sudah kuperkenalkan pada kakakku.

Sudah beberapa kali aku mengusulkan padanya untuk mempertemukan kami, tapi … dia selalu saja memiliki alasan untuk tidak melakukannya.

Memikirkan hal itu, dengan hati-hati aku berkata, “Max… kenapa kau tidak kenalkan saja aku?”

Tubuh Max membeku sesaat. “Apa?”

Aku menyunggingkan senyum tipis. “Ya, kita sudah dua tahun berpacaran, Max. Bukankah sudah waktunya aku paling tidak bertemu dengan salah satu anggota keluargamu?”

Mendengar kalimatku, Max mengusap tengkuknya, tampak tidak nyaman. “Aku hanya… belum siap.”

Keningku pun berkerut. “Lalu, kapan kau akan siap? Kita bahkan sudah sempat membicarakan pernikahan, Max.”

Max menghela napas kasar. “Please, Ella, jangan ribut soal ini sekarang, bisa? Ayahku akan segera sampai, dan kalau dia melihatmu malam-malam masih ada di rumah pria, jangankan menikah, pacaran saja belum tentu kita disetujui! Apa hal seperti ini saja tidak kau mengerti?!”

Kata-kata Max menusukku begitu dalam. Hatiku terasa diremas, perih. Tapi, aku menunduk, menelan bulat-bulat semua rasa itu. 

Max selalu bilang dia suka sisi pengertianku, itu alasan seorang pria tampan sepertinya, yang berkedudukan sebagai manager di kantor ternama, bisa memilihku yang hanyalah seorang staf. 

Jadi, seperti biasa, aku kembali memaksakan diri untuk mengerti situasinya.

Mengusahakan seulas senyum di bibir, aku berdiri dan merapikan penampilanku yang berantakan. “Baiklah,” ucapku lirih.

Max mengangguk cepat, lalu mendaratkan sebuah kecupan di keningku sembari berkata, “Memang kau yang paling pengertian.”

Kalimatnya membuatku tersenyum pahit. 

Sudah kuduga dia akan berkata begitu.

Saat aku sudah kembali rapi, Max berkata, “Aku sudah pesan taksi untukmu. Lima menit lagi sampai. Turun saja dan tunggu sopirnya di lobi. Ini pelat nomornya.”

Aku sedikit terperangah. Ingin sekali bertanya kenapa dia tidak mengantarku, terutama setelah alasannya membawaku ke sini adalah karena dia khawatir dengan keadaanku yang telah minum banyak.

Tapi, bertanya seperti itu akan membuatku terdengar menyebalkan. Jadi, aku memperingatkan diriku untuk tidak terlalu sensitif. 

Bersedia memesankan mobil untukku saja sudah sangat baik, bukan?

Akhirnya, aku meraih tas, lalu berpamitan, “Aku pergi dulu.”

Max berdiri di tengah ruangan, tampak sibuk dengan ponselnya. Dia pun berkata tanpa menoleh. “Ya, hati-hati. Kabari aku kalau sudah sampai di rumah nanti.”

Masih berusaha tersenyum, aku pun berbalik, keluar dari apartemen itu, lalu pulang.

**

Saat sampai di perumahan tempatku tinggal, aku bisa melihat rumahku tampak gelap dari luar. 

Aku menghela napas panjang, sedikit sedih dan hampa walau tahu itu bukan hal aneh.

Tidak heran lampunya gelap. Lagi pula, di rumah yang berdiri di tengah kota Capitol ini, hanya ada tiga orang yang tinggal di dalamnya. Aku, kakakku—Lucien, dan sahabat baiknya sejak SD—Dominic.

Kami bertiga merantau dari kota asal kami, Greenwood, ke ibu kota ini. Namun, berbeda dariku yang bekerja kantoran dari pagi hingga sore atau malam, Lucien dan Dominic memiliki usaha kelab malam sendiri yang mengharuskan mereka pergi bekerja di malam hari dan pulang di pagi berikutnya. Alhasil, sangat sulit bagi kami untuk bertemu, terkecuali di hari libur kelab.

Mengingat hal itu, aku menghela napas. Setengah lega, setengah sedih. Lega karena itu berarti tidak ada yang akan menangkap kekecewaan di wajahku setelah ditelantarkan oleh Max, dan sedih karena tidak ada yang akan menghiburku untuk menunjukkan bahwa mereka peduli.

Merasa aku berlebihan, aku mencubit sedikit pipiku dengan gemas. “Berhenti berpikir konyol dan pergilah istirahat, Ariella! Kau masih ada pekerjaan besok,” ucapku memperingatkan diri sendiri.

Melangkah masuk ke pekarangan, aku pun berjalan menghampiri pintu untuk kemudian membuka kuncinya.

Begitu daun pintu kudorong, tubuhku seketika mematung melihat pemandangan di depan mata.

“Ahh! Ahh! Ya, terus seperti itu!”

Di ruang tamu yang biasanya sunyi, suara seorang wanita yang melenguh penuh kenikmatan bergema nyaring. Kedua tangan wanita itu mencengkeram sofa, kepalanya menunduk, dan tubuhnya membungkuk, membiarkan pria di belakangnya bergerak liar dan leluasa.

Otot punggung sang pria yang berkilat karena keringat menegang setiap kali ia bergerak, membentuk lekukan sempurna di bawah cahaya lampu redup. Rahangnya tegas, sorotnya liar, dan lengan kekarnya menahan tubuh wanita di bawah selagi dia menghentakkan tubuhnya keras dan membuat wanita itu mendesah tanpa henti.

Sontak, aku terkejut, ingin berpaling, tapi tak bisa. 

Melihat tubuh maskulin pria itu, nafsu yang tadi tidak sempat terpuaskan oleh Max kini mendesak keluar, tak terkendali.

Namun—

BRAK!

Pintu yang kubuka tadi mendadak menabrak tembok, membuatku tersentak dari lamunan, dan juga menyadarkan dua orang di dalam.

Orang yang pertama menoleh adalah sang pria. Tatapan matanya yang gelap langsung mengunci mataku, dan tubuhnya seketika membeku.

“Ariella?!” suaranya berat, kaget, membuatku sontak ternganga.

Karena di saat mata kami saling bertemu, barulah aku sadar … bahwa pria yang baru saja kupergoki sedang memuaskan hasratnya di tengah malam dengan seorang wanita di bawahnya … adalah Dominic Black! Sahabat baik kakakku sendiri!

**

LuciferAter

Halo, halo! Selamat datang di karya baru LuciferAter. Semoga suka ya!

| 1
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 28 Dia Kekasihku

    Mendengar pernyataan Max, selama sesaat otakku seakan berhenti bekerja. Sebelum kemudian, ekspresiku berubah keruh selagi dua tanganku menepis tangannya kuat.“Lepaskan aku!” ucapku dengan suara tertahan, berusaha menahan emosi agar tidak menarik perhatian orang lain. “Kita sedang di kantor, kegilaan apa yang kau pikir sedang kau laku—”Namun, mata Max memancarkan amarah seiring dirinya kembali menekan pundakku ke pintu.“Jawab dulu!” bentaknya. “Siapa dia? Siapa laki-laki itu?!”Meringis karena tekanan yang dia berikan, aku pun menggertakkan gigi selagi membalas, “Bukan urusanmu.”“Jadi benar?! Kau sungguh sudah memiliki kekasih lain?!” tukasnya, terdengar sangat tidak terima. “Apa itu pria yang terakhir mengganggu percakapan kita?!”“Kita sudah tidak ada hubungan apa-apa, Max,” jawabku tajam. “Jadi, pun aku memiliki hubungan dengan orang lain, itu adalah urusanku dan bukan lagi urusanmu!” Kutepis lagi dua tangannya selagi menambahkan, “Sadar dirilah bahwa kau memiliki seorang tunang

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 27 Beraninya kau!

    “Waw, Ella! Kau sudah menyelesaikan rancangan presentasi untuk proyek Escaban Digital?!”Suara Jeff menggema dari seberang bilik, membuatku mendongak dari layar laptop.“Kau sedang bersemangat sekali ya?!” katanya dengan wajah tak percaya, membuatku hanya bisa tersenyum tak berdaya sebagai balasan.Melihat ini, Jeff menggeleng-gelengkan kepala selagi menghela napas tak berdaya.“Haah … aku jadi merasa sia-sia sudah mengkhawatirkan kesehatanmu sejak sebelum libur.”Ucapan Jeff membuatku mengerjap bingung. “Hah? Maksudmu?”Jeff pun menaikkan alis kanannya. “Terakhir kau izin setengah hari karena tidak enak badan, ingat?” katanya, tampak sedikit bingung karena aku tidak mengerti maksudnya.Sontak aku mengerjap, sungguh lupa dengan kebohongan di hari itu. “O-ohh!! Ya, ya! Ha ha ha,” balasku selagi menggaruk kepala yang tidak gatal. “Jangan khawatir, aku sudah lebih baik sekarang.”Mendengar itu, Jeff menghela napas lega. “Ya, baguslah kalau memang begitu. Jadi, kau tidak perlu takut terke

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 26 Apa Aku Benar Cinta?

    Mencerna omongan Lucien, aku terdiam dan berpikir keras. Kalau mengingat kejadian tadi, tepat ketika Helena melukaiku dan Dominic berusaha menarikku ke dalam pelukannya, aku memang merasakan tubuhnya bergetar hebat saat menyadari adanya luka di wajahku. Tapi, itu hanya sesaat, karena setelahnya Dominic lepas kendali dan bersikap kasar pada Helena, melawan prinsipnya yang tidak pernah menyakiti wanita.Apa … aku begitu penting baginya sampai dia melakukan semua itu?‘Aku menginginkanmu, Ariella … sangat menginginkanmu ….’Mengingat kalimat Dominic tadi, jantungku berdebar kencang. Perasaan hangat spontan menyelimutiku, dan tak sadar sudut bibirku pun terangkat.Karena aku terdiam tanpa memberikan tanggapan berarti, Lucien melirikku cepat ketika lampu lalu lintas berubah merah. Ekspresinya pun berubah melihat senyuman di bibirku, seakan aku aneh dan kehilangan kewarasan. Lalu—PLAK!“Ah!” seruku merasakan tamparan ringan pada belakang kepalaku. Aku langsung menoleh pada Lucien. “Apa yan

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 25 Seorang Dominic, Takut?

    Saat pertanyaan itu melambung, aku langsung mematung. “H-hah?”Pandangan Lucien masih mengarah ke bibirku. “Ini, Ella. Bibirmu bengkak juga! Apa tadi—”“Kak Lu!” seruku seraya menurunkan tangan Lucien dari wajahku. “Tenangkan sedikit dirimu!”Dibentak seperti itu, Lucien agak terkejut. “H-hah? Oh … ya,” balasnya, ling-lung. Tapi beberapa detik kemudian, rasa penasarannya kembali menyala. “Hei! Tapi tidak, aku serius! Bibirmu itu bengkak! Apa jangan-jangan kau makan nanas dan kena alergi? Kalau ya, cepat makan obatmu!” celotehnya dengan lantang, membuatku merona merah lantaran ada begitu banyak tamu berlalu-lalang yang berakhir memerhatikan perdebatan konyol kami.Cepat kutarik tangan Lucien agar dia membungkuk dan mendengar bisikanku. “Berhenti berteriak dan kecilkan suaramu! Atau paling tidak, kalau kau masih waras dan ingin menjaga reputasi adikmu, ayo kita pulang dulu baru bicarakan hal ini, bisa!?” desisku sembari mencengkeram tangannya dengan gemas.Ucapanku refleks membuat Lucie

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 24 Tunggu Aku

    Walau kesal karena mendapatkan info tersebut, aku berusaha bersikap tenang agar Maya tidak curiga. “Oke,” ucapku sembari memaksakan senyuman, “aku akan segera turun. Tolong minta Kak Lucien tunggu sebentar.”Maya mengangguk pelan. Setelah itu, ia pamit dan melangkah pergi menjauh dari ruangan Dominic dan turun ke lantai bawah.Usai kepergian Maya, aku pun menutup pintu, dan keheningan langsung kembali mengisi udara. Menarik napas saat menatap pintu itu beberapa detik, aku perlahan berbalik pada Dominic.Dengan ekspresi menyayangkan, aku pun berkata, “Sepertinya, percakapan kita harus ditunda.”Dominic terdiam sesaat, meraih tanganku dan mengikatkan jarinya di sana. “Kau bisa tinggal,” ucap pria itu tiba-tiba. Dia mencium punggung tanganku dan melanjutkan, “Aku bisa memintanya untuk pulang.”Jantungku berdebar keras satu kali saat mendengarnya mengatakan itu. Tidak menyangka seorang Dominic, yang lebih sering menyuruhku pulang, akan memintaku untuk tetap tinggal.Namun, terlepas betapa

  • Jerat Gairah Cinta Rahasia   Bab 23 Kenapa Sekarang?

    Dominic menautkan alis, tampak bingung dengan pernyataanku. “Apa maksudmu?” tanyanya pelan. “Bukankah tadi pagi kau yang berkata ingin melupakan semuanya?”Pertanyaan itu membuat dadaku seketika menegang. Aku menggigit bibir, mencoba menahan debar yang tiba-tiba datang.“Itu tadi… sebelum aku berpikir jernih,” ucapku pelan, membuat kerutan di dahinya semakin dalam. “Sekarang, setelah kupikirkan baik-baik, aku merasa… itu tidak adil.”“Tidak adil?” ulang Dominic, nada suaranya datar tapi tajam.Aku mengangguk, menatapnya dengan keberanian yang hampir goyah. “Tadi pagi aku bilang ingin kita melupakannya. Tapi sebenarnya… itu hanya karena aku tidak ingin Kak Lucien tahu.”Aku menelan ludah, menatap Dominic lurus. “Kalau dia tahu, bukan cuma aku yang akan kena akibatnya, tapi juga Kak Dom… Nocturne… dan semua orang di dalamnya.”Cepat aku menunduk, jemariku meremas erat pakaianku selagi otakku berusaha merangkai kata berikutnya dengan hati-hati.“Tapi, di sisi lain… aku tidak bisa berpura-

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status