Share

Penasaran

Penulis: Kuldesak
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-26 01:15:02

"Kamu ceroboh," desis Claudia dingin begitu pintu ruang kerjanya yang mewah tertutup rapat. "Baru satu jam kerja, kamu sudah membuat suamiku hampir mematahkan tanganmu. Apa kamu berniat mati?"

Chloe meringis, meniup-niup punggung tangannya yang kini merah padam, bengkak, dan berdenyut nyeri. Rasanya seperti baru saja digeprek palu.

"Mana aku tahu Ibu mempunyai suami gila?" keluh Chloe sambil mendudukkan dirinya di kursi tamu tanpa dipersilakan.

"Ingat, panggil aku Nyonya!" ralat Claudia.

"Iya, Nyonya! Heran, Binatang kok dijadikan suami. Ini tangan! Bukan daging potong!" kekuh Chloe.

"Aku sudah memperingatimu," balas Claudia tanpa simpati. Ia berjalan ke meja kerjanya, mengambil kotak P3K dari laci, dan melemparnya ke pangkuan Chloe. "Obati sendiri. Jangan manja."

Chloe menatap ibunya dengan tatapan tak percaya. Namun, ia segera membuka kotak itu dengan satu tangan yang gemetar. Ia mengambil salep, lalu melilitkan perban elastis ke tangannya yang memar sambil menahan desis kesakitan.

"Tugasmu selanjutnya," lanjut Claudia, mengabaikan ringisan putrinya. "Tepat jam sepuluh, pastikan Jordan menelan obat ini."

Claudia meletakkan sebuah botol kecil tanpa label berisi butiran pil putih di atas meja.

"Itu obat penenang dosis tinggi. Suamiku tidak bisa tidur tanpanya. Karena dia keras kepala setengah mati, pastikan obat itu benar-benar masuk ke tenggorokannya, bukan diludahkan ke wajahmu atau disembunyikan di bawah lidah."

Chloe mengambil botol itu, mengocoknya pelan. Bunyinya gemerincing. "Apa boleh kucampur ke minumannya? Atau harus kusuapkan seperti bayi?"

"Terserah bagaimana caramu, asalkan dia diam," jawab Claudia acuh tak acuh, kembali fokus pada laptopnya. "Jika besok pagi dia masih mengamuk karena kurang tidur, gajimu kupotong lima puluh persen."

"Tunggu, Nyonya," sela Chloe. "Aku butuh izin besok pagi. Untuk mengurus cuti kuliah dan berhenti dari pekerjaan lamaku. Aku harus membereskan urusan Chloe sebelum menjadi Eva sepenuhnya."

Claudia menghela napas panjang, tampak terganggu. "Baik. Kamu punya waktu besok pagi sebelum aku berangkat ke bandara. Tapi ingat, jangan sebut nama Arsenio pada siapapun. Dan kamu harus kembali sebelum jam makan siang untuk menyiapkan kebutuhan suamiku. Aku tidak menoleransi keterlambatan satu detik pun."

"Siap, Nyonya," jawab Chloe sarkas, lalu beranjak pergi sambil memegangi tangannya yang nyut-nyutan.

***

Pukul sembilan malam, suasana di kamar tidur utama milik Jordan terasa mencekik.

Claudia berdiri kaku saat Jordan memajukan kursi rodanya, memojokkan wanita itu ke tepi ranjang.

"Jadi berapa lama kamu akan berada di Singapura?" tanya Jordan. Tatapannya tajam, menelanjangi.

"Hanya seminggu, Honey. Ini demi bisnis kita," jawab Claudia, memaksakan senyum termanisnya.

Jordan mendengus. Tangan besarnya tiba-tiba mencengkeram pinggang Claudia, menarik istrinya hingga menabrak lututnya yang kaku.

"Aku ingin kamu melayaniku sekarang."

Tubuh Claudia menegang. Aroma musk dan obat-obatan dari tubuh Jordan membuatnya mual.

"Jordan, Please. Aku lelah. Aku harus menyiapkan diri untuk penerbangan besok pagi..."

"Lelah?" potong Jordan, matanya menyipit berbahaya. "Atau kamu jijik padaku? Karena kakiku yang mati ini?"

Claudia bungkam. Dalam hati, ia membenarkan. Bercinta dengan Jordan sekarang adalah mimpi buruk. Jordan yang dulu aktif dan dominan kini hanya bisa memerintah di atas ranjang, sementara Claudia yang harus bekerja keras membangun aset suaminya. Bukan bercinta namanya, hal itu lebih mirip kerja sebelah pihak.

"Claudia, sudah sebulan ini kamu selalu punya alasan. Sakit kepala, datang bulan, lembur," desis Jordan, meremas pinggang Claudia lebih kuat. "Ingat kontrak pernikahan kita? Pasal tentang kewajiban istri. Kamu harus melayaniku kapanpun aku minta. Atau kamu mau semua akses kartu kredit dan asetmu kubekukan detik ini juga?"

Deg!

Wajah Claudia memucat. Ancaman finansial adalah satu-satunya hal yang lebih menakutkan daripada apa pun bagi wanita materialistis seperti dirinya.

Jordan menyeringai melihat ketakutan itu. "Lepas," perintahnya dingin. "Lepas gaunmu. Lakukan tugasmu seperti wanita yang sudah kubayar mahal."

Dengan tangan gemetar menahan muak, Claudia menurunkan ritsleting gaunnya. Kain mahal itu jatuh ke lantai, menyisakan dirinya dalam balutan lingerie hitam di hadapan suami lumpuhnya yang menatap dengan tatapan lapar.

Jordan membuka celana dari pinggangnya, mengeluarkan benda keramat yang masih hibernasi.

"Sekarang, kerjakan bagianmu," titah Jordan.

Claudia berlutut dengan pasrah. Mulutnya melingkupi milik Jordan, menghisap dan membuai dengan teknik sempurna.

Entah mengapa, lidah Claudia yang bermain di bawah sana seperti ... Hampa. Ia tak merasakan gairah apa-apa.

"Cukup! Kamu bisa keluar!" Jordan mendorong kepala Claudia menjauh dari asetnya.

***

Tepat pukul sepuluh malam.

Jantung Chloe berdebar kencang saat ia berdiri di depan pintu kamar hitam itu. Di tangan kirinya, ia menyeimbangkan nampan berisi segelas air dan dua butir pil.

Chloe meringis pelan. Tangan kanannya yang kini terbalut perban elastis terasa kaku dan berdenyut hebat. Menahan gerakan sekecil apa pun rasanya menyiksa, seolah tulang-tulangnya sedang bergesekan satu sama lain.

"Ini dia. Misi bunuh diri dimulai," gumam Chloe pelan, menatap perbannya nanar. "Tenang, Chloe. Pria hanya lumpuh. Paling parah dia hanya melindas tangan kirimu biar seimbang."

Memastikan situasi aman, Chloe menekan gagang pintu dengan sikunya.

Krek!

Chloe segera menyelinap masuk. Kamar itu temaram, hanya diterangi lampu tidur di atas nakas. Aroma maskulin yang khas—campuran cologne mahal dan feromon dominan—masih tertinggal di udara. Hawa dingin dari AC membuat kulit Chloe merinding.

Jordan tertidur. Atau setidaknya terlihat begitu.

Tubuh kekarnya terbaring di ranjang King Size, sebagian tertutup selimut tebal sebatas pinggang. Wajah yang tadi penuh amarah kini tampak damai, meski rahang tegasnya masih menyiratkan sisa kekerasan.

Chloe meletakkan nampan di nakas dengan gerakan super hati-hati, menahan napas agar tidak menimbulkan bunyi denting gelas.

"Tangan menyebalkan ini, kenapa harus nyeri seperti ini?" protes Chloe saat ia menariknya kembali.

Misinya selesai. Ia seharusnya berbalik dan pergi.

Namun, mata Chloe yang penuh rasa ingin tahu justru terkunci pada sosok di ranjang.

Harus diakui, secara objektif, pria ini memiliki anatomi yang menarik. Dada bidangnya naik turun dengan teratur. Otot-otot bahu yang tercetak di balik piyama seolah menantang gravitasi.

"Fondasi atasnya kokoh seperti beton," batin Chloe menganalisis, matanya menelusuri leher hingga dada Jordan. "Sayang banget fondasi bawahnya roboh."

Otak Chloe mulai bekerja. Sebagai mahasiswa gizi yang sering belajar anatomi dasar, rasa penasarannya terusik. Ia pernah membaca jurnal bahwa cedera tulang belakang itu kompleks.

'Jika saraf motorik kakinya mati total, seberapa parah kerusakan saraf otonomnya?' batin Chloe bertanya-tanya. 'Apakah organnya juga mati total atau masih memiliki respons refleks?'

Tatapan Chloe turun ke area tengah tubuh Jordan yang tertutup selimut tebal. Ada gundukan samar di sana.

Tanpa sadar, rasa ingin tahunya yang berbahaya mengambil alih akal sehat. Ia ingin tahu seberapa parah lumpuh yang dimaksud Claudia. Apakah lumpuh total atau paraplegia inkomplit?

Chloe menelan ludah. Ia tahu ini lancang dan berisiko dipecat. Atau ... Lebih parah, ia mungkin langsung mati di tempat. Tapi rasa penasaran itu seperti gatal yang harus digaruk. Ia ingin memastikan fakta medis itu.

"Hanya satu sentuhan," bisik suara bodoh di kepalan Chloe. "Anggap saja palpasi fisik untuk mengecek tonus otot."

Dengan tangan kiri yang tidak sakit, Chloe mengulurkan jarinya perlahan. Ia menyentuh permukaan selimut tepat di atas paha Jordan, lalu bergerak sedikit ke tengah area segitiga dengan sangat hati-hati.

Ada sesuatu di sana.

Mata Chloe membelalak. Dalam keadaan Bobo pun ukurannya membuat Chloe menelan ludah.

'Wow!' batin Chloe kaget. 'Pria ini mempunyai kualitas pipa premium!'

Napas Chloe tercekat. Hipotesisnya terbukti. 'Berarti pria ini hanya lumpuh bagian kaki, tapi tidak impotensi? Sistem saraf parasimpatisnya masih berfungsi? Pipanya mulai berkedut.'

Tanpa sadar, ia menekan benda keramat Jordan sedikit untuk memastikan teksturnya, benar-benar murni penasaran secara anatomi.

Deg!

Tiba-tiba, sebuah tangan besar melesat dari kegelapan.

GREP!

"Aaa!" Chloe terkejut setengah mati saat tangan kekar Jordan mencengkeram pergelangan tangannya yang masih berada di atas selimut.

Cengkeraman itu kuat, menyakitkan, dan mematikan.

Belum sempat Chloe berteriak, ia merasakan sensasi dingin dan keras menempel di dahinya.

Glek!

Chloe menelan ludah. Tubuhnya membeku seketika. Napasnya tercekat di tenggorokan. Bola mata Chloe melirik ke atas dengan panik, mencoba melihat objek apa yang menempel di kulitnya.

Logam. Dingin. Berat.

Jantung Chloe berhenti berdetak satu detik, sebelum kembali memompa darah dengan kecepatan gila-gilaan.

KLIK.

Suara pelatuk ditarik. Itu bukan mainan. Itu pistol semi-otomatis.

'Tamatlah riwayatmu, Chloe,' batin Chloe histeris. 'Ternyata, pria lumpuh ini tidur memeluk pistol di balik bantalnya?!'

Mata Jordan terbuka. Gelap. Tajam. Tanpa ampun.

"Satu gerakan bodoh," suara Jordan berbisik serak, rendah dan penuh ancaman, "dan isi kepalamu akan menjadi dekorasi baru di seprai mahalku."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Sarapan Beracun

    Sinar mentari pagi menembus jendela besar ruang makan Mansion Arsenio, meja panjang yang penuh dengan hidangan mewah. Namun, Chloe yang berdiri di samping kursi kosong Tuan Rumah justru menatap hamparan makanan itu dengan horor.Tubuh Chloe yang ringkih masih terasa linu di sana-sini. Semalam adalah hal paling sial yang pernah ia lalui. Pertempuran melawan ratusan nyamuk ganas di ruangan sauna tanpa ventilasi telah meninggalkan jejak nyata: bentol-bentol merah yang menghiasi leher, lengan, dan bahkan betisnya yang kini tertutup stoking tebal. Wajah Chloe juga tidak kalah mengenaskan; lingkaran hitam di bawah mata begitu pekat, tanda dia hampir tidak tidur sedetik pun karena sibuk menampar diri sendiri.Tapi insting ahli gizinya tetap bergejolak begitu melihat menu di meja."Sosis bakar, bacon goreng, telur orak-arik dengan heavy cream, dan roti putih?" batin Chloe ngeri. "Siapa yang menyusun menu ini untuk pasien cedera tulang belakang?! Ini bom kolesterol!"Aroma lemak jenuh menguar

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Pemandangan Terlarang

    Chloe baru saja tiba dalam kamar, tubuh wanita itu merosot perlahan, punggungnya bersandar pada daun pintu. Topeng "Eva si Perawat" yang ia pakai seharian luruh seketika. Chloe mengangkat tangan kanannya yang terbalut perban. Denyut nyerinya makin menjadi-jadi."Papa..." bisik Chloe lirih, matanya menerawang ke langit-langit kamar mewah yang asing ini."Lihatlah anak perempuanmu ini, Pa. Sakit, tapi masih bisa berlagak semua baik-baik saja di depan orang agar Papa nggak merasa gagal jadi ayah. Kayaknya cuma di kamar ini, aku bisa jadi diriku sendiri. Jadi Chloe yang cengeng."Ingatannya melayang pada wajah ayahnya yang terus menerus dikejar penagih hutang. Sejak rentenir dan ibunya mengobrak-abrik apartemen, ponsel ayahnya tidak bisa dihubungi. Chloe meremas ujung seragamnya."Besok aku ke kampus, terus mampir ke kedai kopi. Papa harus ada di sana, ya? Kita makan enak. Papa mau Pizza? Atau jalan-jalan? Kita habisin waktu berdua sepuasnya sebelum aku benar-benar nggak bisa kembali."C

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Terbayang Sensasi

    TOK! TOK! TOK!Suara ketukan itu tidak terlalu keras, namun di telinga Chloe yang sedang tegang, bunyinya seperti ledakan bom."Aaaa!" Chloe memekik tertahan, melompat mundur dari ranjang seolah kasur Jordan baru saja berubah menjadi bara api. Matanya melotot horor ke arah pintu. "I-ibu... maksudku Nyonya?! Mati aku! Aku harus sembunyi di mana? Kolong kasur? Lemari?"Jordan yang masih berbaring menatap kepanikan gadis itu dengan kening berkerut. Tangan kanannya perlahan turun dari balik bantal, menjauh dari pistolnya. Ketukan itu... dia kenal ritmenya."Tenanglah, Gadis Bodoh," desis Jordan. "Siapa di sana?" teriak Jordan ke arah pintu."Kiko, Tuan. Saya membawa berkas yang Tuan minta!" terdengar suara sahutan dari balik pintu. Bahu Jordan rileks seketika, sementara Chloe menghembuskan napas lega. "Aku pikir setan bersanggul." Chloe mengelus dada. Jordan menatap Chloe tajam. "Kamu dengar itu? Itu asistenku. Sekarang, rapikan bajumu yang kusut itu dan keluar dari sini. Aku muak meli

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Salah Sambung Saraf

    "Sekarang?" cicit Chloe, matanya melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, lalu kembali menatap wajah Jordan yang tak terbantahkan. "Ya, sekarang! Kamu mau menunggu sampai tahun baru monyet, hah?!" sentak Jordan tidak sabar. "Lima menitmu berjalan, Perawat Eva." Chloe meringis, mengangkat tangan kanannya yang terbalut perban tebal. "Tuan, ini melanggar HAM. Tangan kanan saya ini baru saja Tuan jadikan adonan geprek tadi malam tepat jam 7. Tulangnya masih nyeri, bengkak pula. Mana bisa saya melakukan... manuver stimulan?" "Itu bukan urusanku," jawab Jordan dingin. Matanya melirik ke arah nakas tempat pistol tadi ia letakkan. "Apa aku harus menggunakan pistol, supaya kamu mau menurut?" Chloe menelan ludah kasar. "Oke! Oke!Saya kerjakan!" Dengan jantung berdegup kencang dan pipi memanas, Chloe menarik napas panjang. Otaknya mulai memutar kembali semua memori anatomi tentang stimulasi vital. 'Tuan, maafkan kelancanganku,' batin Chloe merutuk. 'Ini demi

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Nona Perawat, Tolong di Cek

    "Aku tanya sekali lagi," tekan Jordan. "Sebenarnya, apa niatmu? Kamu dikirim untuk membunuhku, huh?" Mendapatkan ancaman moncong pistol di dahi dan kesalahpahaman ini, membuat otak Chloe berputar lebih cepat daripada gasing. Menangis? Tidak berguna. Memohon? Klise. Jordan Arsenio akan memakan rasa takut sebagai camilan. Chloe harus menggunakan satu-satunya senjata yang dia punya: Logika. "Huff! Chloe membuang napas. "Tuan ... Tolong turunkan benda yang Tuan pegang—" "Katakan!" "Oke. Oke. Jadi ... Secara teknis..." cicit Chloe, suaranya bergetar tapi dagunya terangkat sedikit demi memberi jarak pada pistol itu. "Kalau aku datang untuk niat membunuh, aku akan membekapmu dengan bantal Bukan mencolek... itu-mu dengan jari telunjuk." Hening. Mata Jordan menyipit. Cengkeramannya di pergelangan tangan Chloe tidak mengendur, justru semakin kuat hingga perban di tangan Chloe terasa sesak. "Mencolek?" ulang Jordan, nada suaranya penuh ketidakpercayaan. Cengkeramannya mengeras. "Kamu mer

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Penasaran

    "Kamu ceroboh," desis Claudia dingin begitu pintu ruang kerjanya yang mewah tertutup rapat. "Baru satu jam kerja, kamu sudah membuat suamiku hampir mematahkan tanganmu. Apa kamu berniat mati?" Chloe meringis, meniup-niup punggung tangannya yang kini merah padam, bengkak, dan berdenyut nyeri. Rasanya seperti baru saja digeprek palu. "Mana aku tahu Ibu mempunyai suami gila?" keluh Chloe sambil mendudukkan dirinya di kursi tamu tanpa dipersilakan. "Ingat, panggil aku Nyonya!" ralat Claudia. "Iya, Nyonya! Heran, Binatang kok dijadikan suami. Ini tangan! Bukan daging potong!" kekuh Chloe. "Aku sudah memperingatimu," balas Claudia tanpa simpati. Ia berjalan ke meja kerjanya, mengambil kotak P3K dari laci, dan melemparnya ke pangkuan Chloe. "Obati sendiri. Jangan manja." Chloe menatap ibunya dengan tatapan tak percaya. Namun, ia segera membuka kotak itu dengan satu tangan yang gemetar. Ia mengambil salep, lalu melilitkan perban elastis ke tangannya yang memar sambil menahan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status