Home / Romansa / Ternyata Kamu Tempat Pulang / I hope you happy but don't be happier

Share

I hope you happy but don't be happier

Author: Tutur K. S
last update Last Updated: 2025-06-22 23:41:43

"Halo Ndra..."

Di dalam, Kirana menatap layar ponsel yang masih menyala. Nafasnya berat. Jemarinya gemetar ketika menyentuh layar tadi. Kirana terpaku beberapa detik sebelum akhirnya masuk ke apartemennya.

Di balik pintu, Haris masih berdiri di ambang pintu yang belum tertutup rapat. Ia tidak segera pergi. Haris yang tak sengaja mendengar sebagian percakapan itu mengepalkan tangan. Ia sebenarnya penasaran dengan pembicaraan mereka selanjutnya, tapi ia memilih melangkah pergi sambil diam-diam menutup pintu apartemen Kirana.

“Hai yank…” Suara di ujung sana terdengar pelan, penuh tekanan. "Sorry... gue harus nikah, Ran. Tapi bukan karena gue mau."

Kirana membeku. Suaranya tercekat. "Maksud lo? Lo gak harus minta maaf Ndra. Kita udah putus…”

"Gue mabuk, Ran. Gue ngelakuin hal bodoh. Dia hamil. Keluarganya maksa gue tanggung jawab. Tapi hati gue masih di lo... Gue cuma pengen kita balik. Gue... gue nyesel."

Kirana tak langsung menjawab. Kata-kata Andra seperti menghantamnya. Tapi yang lebih menyakitkan adalah kenangan-kenangan yang muncul bersamaan.

Dulu, Andra sering membujuk Kirana untuk menginap. Selalu dengan cara yang lembut, pelan-pelan, mencium bibir dan leher Kirana dengan penuh rayu. Membelai pipinya dengan sabar hingga menyentuh payudaranya, menahan tangan Kirana saat tangannya ia mencoba menjamah ke bawah. Andra berbisik, "Nggak apa-apa, aku sayang kamu kok...Aku suka banget wangi tubuh kamu Ran…". Tapi Kirana selalu menahan diri. Ia mencintai Andra, tapi ia juga tahu kapan harus berhenti. Beberapa kali Kirana mengancam putus karena Andra sudah hampir kelewatan. Tapi Andra selalu meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya. Namun kenyataannya sebaliknya. Begitulah tujuh tahun lamanya. Kirana selalu bercita-cita kalau ciuman pertamanya adalah suaminya. Makanya, ia begitu bertahan dengan Andra.

Dan sekarang, semua keraguan itu jadi nyata. Ternyata bukan karena dia gak bisa, tapi karena dia memilih untuk tidak menahan diri dengan orang lain. Kirana mengangkat dagunya. Matanya berkaca-kaca tapi tidak lagi lemah. Tapi suaranya bergetar. "Waw! Gue hampir beli tiket pesawat tadi siang balik ke Bandung.”

“Maksudnya ? Lo jadi mau balikan sama gue Ran ?" Andra tampak excited di ujung sana.

“Makasih banget Ndra udah telfon gue. Selamat atas calon anak lo Ndra…Lo-lo gak berubah ya…Sorry…cita-cita gue masih panjang Ndra…Gue capek. Mau istirahat…Congrats ya Ndra. Semoga lo happy… "

“Ran…tapi…”

Klik.

Kirana lalu meletakkan ponselnya di meja. Nafasnya panjang. Berat, tapi ada semacam lega. Tapi tetap sakit sekali dadanya seperti ditusuk-tusuk. Kirana runtuh dan menangis lepas sendiri di apartemennya.

***

Hari-hari selanjutnya berlalu cepat. Kirana mulai sibuk dengan kuliah S2-nya di jurusan Game Management. Universitasnya terletak di area urban yang artistik, penuh mural dan kedai kopi indie. Kelas pertamanya membuatnya gugup—semua dalam bahasa Prancis. Jalanannya dipenuhi mural, grafiti surealis, dan kedai kopi yang menawarkan lebih banyak zine daripada menu.

Jurusan Game Management adalah salah satu program baru di kampus itu. Ruang kelasnya modern, dindingnya bisa dipakai menampilkan presentasi interaktif. Tapi suasananya dingin—bukan karena AC, tapi karena tatapan para mahasiswa lain. Kirana menyadari bahwa hanya ada dua perempuan di kelas itu, termasuk dirinya. Sisanya mayoritas laki-laki, dan kebanyakan berbicara cepat dalam bahasa Prancis.

Ia berusaha menyimak dosen yang membahas tentang "Pipeline Produksi Narrative Games." Tapi telinganya kaku. Kata-kata teknis berhamburan seperti peluru yang tak bisa ia tangkap. Sesekali ia mencatat, sesekali ia mencubit lengannya sendiri. Fokus Kiran. Lo pasti bisa.

Di tengah rasa kikuk itu, muncul Louis. Cowok Prancis dengan rambut keriting acak-acakan dan hoodie robek yang sepertinya mahal. Ia duduk di sebelah Kirana dan langsung tersenyum lebar.

"Salut! Kamu dari Indonesia ya? Aku suka banget rendang."

Kirana mengangguk sopan. "Oh nice."

"Namaku Louis. Kamu cantik banget... I love Asian!"

Kirana mulai tertawa dingin. Ia merasa malas sekali menghadapi lelaki macam Louis. Ini yang Haris pernah bilang dulu ternyata. Selamat Kiran, selamat merasakan culture shock selanjutnya.

Kirana memalingkan wajah, mencoba fokus pada catatan. Tapi tangan Louis bergerak menyentuh lengan bajunya sambil bercanda, "Eh, ini sweater kamu dari mana? Lembut banget."

Kirana menepis pelan. "It’s just a sweater. Tolong sopan ya."

Louis tertawa nyeleneh "Relax girl, I’m just being friendly."

"Gue juga bisa friendly, tapi tetap punya batas."

Suasana menjadi agak tegang. Beberapa mahasiswa lain mulai melirik.

Saat itulah Amir muncul dari barisan belakang. Dengan suara tenang namun jelas, ia berkata dalam bahasa Prancis yang fasih, "Louis, stop. Kamu bikin dia gak nyaman."

Louis mengangkat tangan. "Okay, okay. ChillRelax… Gue cuma bercanda."

Amir menatap Kirana. "You okay?"

Kirana mengangguk. "Merci (makasih), Amir."

Amir duduk tak jauh darinya, dan sejak hari itu, keduanya jadi sering berdiskusi. Amir adalah mahasiswa pertukaran dari Tunisia. Pendiam tapi penuh perhatian dan sopan. Amir selalu membantunya menghadapi Louis.

***

Suatu sore, Kirana menuju ruang dosen untuk konsultasi. Tapi dari kejauhan, ia melihat sosok yang sangat ia kenal: Haris.

Ia sedang berbicara santai dengan Prof. Thérèse, dosen muda dan cantik favorit Kirana di koridor kampus. Mereka tampak akrab. Haris mengenakan jaket kulit, rambutnya sedikit berantakan, tapi senyumnya tipis dan manis seperti biasa. Ada ketenangan yang menyebar dari gesturnya. Mereka tampak…cocok. Tapi sedikit percikan kesal muncul dalam diri Kirana.

Kirana berdiri mematung di koridor, lalu mundur perlahan, memilih untuk tidak mengganggu. Ia tak tahu kalau Haris melihatnya pergi dari kejauhan.

***

Malamnya, Kirana duduk di depan laptop. Tugas menumpuk, pikirannya tak fokus. Di layar, satu pesan masuk.

Dari : Haris

Hei, dah tidur?

Kirana menatap layar beberapa detik. Tangan kirinya menyentuh dada. Senyum kecil muncul tanpa ia sadari. Entah kenapa, hatinya lebih berisik dari biasanya. Apa Kirana rindu dengan Haris?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ternyata Kamu Tempat Pulang   Go or No Go...

    Udara malam Paris menggigit lembut kulit. Lampu jalan menyinari trotoar dengan cahaya kuning keemasan, sementara dari kejauhan, suara musik jalanan bercampur dengan riuh obrolan kafe. Kirana berjalan pelan, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku coat.Rasanya Kirana malas sendirian di apartemen. Jalan-jalan ke taman adalah satu-satunya pilihan yang ada dipikirannya. Kirana ingin menenangkan diri hari ini. Sendiri.“Lo yakin mau keluar malam-malam gini?” tanya Haris, tiba-tiba berjalan setengah langkah di sebelahnya.Kirana mengangguk pelan. “Eh? Gue bosen di apartemen Ris...Lo lagi ngapain di taman malem-malem gini?"Haris tersenyum, "Gue abis beli makan malem aja tadi...Lo ngapain?""Kalau gue diem di apartemen, kepala gue pecah, Ris. Gue gak mau sendirian sama pikiran gue.”Haris mengangguk, memahami. “Fair enough. Lagian Paris tuh justru cantik banget kalo malem. Bukan cuma menara Eiffel doang.”Mereka melewati jembatan kecil di atas Seine. Air sungai memantulkan cahaya lampu kot

  • Ternyata Kamu Tempat Pulang   Jatah Seminggu

    Pagi Paris terasa baru, seakan kota ikut merapikan napasnya. Kirana berdiri di depan cermin kecil di dapur Rue Carducci, mengikat rambut setengah tinggi. Di meja, Haris sudah menyiapkan dua cangkir: teh untuknya, kopi untuk Kirana—kebiasaan terbalik yang mereka tertawakan tiap pagi.“Lo yakin gak mau tukeran minuman?” goda Haris.“Gak. Gue butuh kopi. Lo butuh tenang,” jawab Kirana, mencubit lengannya singkat.Di punggung kursi, jas biru gelap Haris tergantung rapi. Sejak semalam ia sibuk menuntaskan slide presentasi untuk konferensi desain di Swiss—seminggu penuh, panel dan workshop. Kirana masih belum terbiasa dengan kata “seminggu”.“Lo berangkat lusa, kan?” tanya Kirana, memeriksa kalender ponselnya.Haris mengangguk. “Geneva dulu dua hari, habis itu Zurich. Balik minggu depan, sore. Gue kirim itinerary ke lo ya…siapa tau mau dating kelewat kangen…”Kir

  • Ternyata Kamu Tempat Pulang   Kebiasaan Pagi Yang Baru

    Sinar matahari menembus tirai tipis ruang tamu, membelai tubuh Kirana yang masih terlelap di pelukan Haris. Selimut tipis yang menutupi mereka jatuh sedikit, memperlihatkan leher Kirana yang bertanda merah lembut hasil semalam mereka bercumbu. Haris membuka mata lebih dulu, merasakan aroma samar tubuh Kirana yang menempel di kulitnya.Ia tersenyum kecil, antara lega dan masih tidak percaya. Perempuan yang selama ini ia jaga jaraknya, kini tertidur nyaman di lengannya. Wangi tubuhnya sangat ia sukai dan pasti ia rindukan. Bulu matanya lentik. Bibirnya yang kecil dan lembut menjadi hal yang paling bikin Haris candu sepertinya. Kirana teman kecilnya, yang sudah terpisah bertahun-tahun lamanya, kini ada dalam pelukannya. Ternyata rencana Tuhan benar-benar luar biasa.Namun, di balik rasa bahagia itu, ada juga perasaan lain yang menyelinap: tanggung jawab. Haris sadar, apa yang terjadi malam tadi bukan sekadar pelepasan nafsu, tapi sebuah pintu besar yang sudah terbuka. Ia harus bisa memast

  • Ternyata Kamu Tempat Pulang   Beradu Dengan Trauma

    Haris bisa merasakan jantungnya berdetak lebih cepat ketika jemarinya menyentuh lekuk lembut di balik daster tipis Kirana. Ia tahu ini bukan hanya tentang tubuh—ada sejarah panjang air mata, luka, dan rasa takut di balik tatapan mata Kirana yang kini penuh keberanian.“Apa lo yakin, Ran?” bisiknya, hampir tidak terdengar.Kirana menatapnya dalam-dalam, senyum tipisnya lebih seperti jawaban daripada kata-kata. “Ris… gue nggak mau jadi tahanan masa lalu gue sendiri lagi. Gue juga ga ngerti tapi, lo buat gue ngerasa aman dan nyaman. Perasaan tulus lo...gue kerasa banget...”Haris berkaca-kaca mendengar perkataan Kirana."Ris, orang tua gue pingin gue happy sama lo. Orang tua gue pasti se

  • Ternyata Kamu Tempat Pulang   Lo Pikir Gue Gak Mau Lagi?

    Pagi itu, udara Paris masih dingin walau matahari sudah naik. Kirana duduk di meja makan, mengaduk bubur ayam ala Haris. Ia tidak menyangka momen malam itu bisa terjadi juga dalam hidupnya. Terlebih, akhirnya ia melepaskan keperawanannya ke Haris. Pria yang baru saja kembali ke hidupnya setelah sekian tahun. Tapi ia belum bisa benar-benar lepas. Di satu sisi, Kirana merasa senang dan lega. Di sisi lain, ada perasaannya yang belum tuntas.“Ran, gue pengen ajak lo keluar,” kata Haris yang tiba-tiba datang setelah menerima telepon dari Prof. Thérèse tadi.Kirana mengangkat alis. “Kemana?”“Kelas meditasi. Di Rue Saint-Honoré. Temennya Prof. Thérèse yang rekomendasiin. Katanya bagus buat orang yang lagi… banyak pikiran.”Kirana menghela napas, menatap buburnya. “Ris… gue belum tentu bisa fokus.”“Seenggaknya bisa kita coba dulu Ran. Kadang duduk di ruangan yang tenang aja udah beda rasanya. Yuk! Gue temenin ko...”***Ruang meditasi itu sederhana: lantai kayu, dinding putih, dan jendela be

  • Ternyata Kamu Tempat Pulang   Menyatu Dalam Duka

    Ada perasaan yang tak ia duga: bukan ledakan, melainkan hangat yang merayap, seperti air yang menemukan cekungan dan tinggal. Haris mengecup pelipisnya berulang, turun ke bawah sedikit demi sedikit seolah setiap sentuh adalah cara baru berkata “gue di sini”. Kirana menyambut, memejam, membiarkan air matanya jatuh satu-dua—bukan duka yang lama, melainkan lega yang lambat. Untuk pertama kalinya setelah banyak kehilangan, ia merasa tubuhnya bukan medan perang, melainkan rumah.Haris mengecup leher Kirana, seolah mengaktifkan semua sensor yang ada. Lalu perlahan Kirana dapat merasakan membuka Haris mencoba kancing Kemeja. "Sayang...Gue ijin buka ya...Boleh?""Boleh Ris...", desah Kirana sambil tersenyum. Haris melihat dua buah gunung kembar yang mulus dan indah. Ia kecupi perlahan dan isap dengan lembut, membuat Kirana mendesah juga. Kirana merangkul tubuh Haris, mengusap punggungnya lembut. Mengikuti gerakannya.Seperti dua sejoli yang sudah lama saling mendamba dan menahan diri, semuan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status