Share

Bertukar Raga

Author: Parikesit70
last update Last Updated: 2024-12-15 05:18:03

Bersamaan dengan Indah yang dilarikan ke rumah sakit, datang lagi mobil Ambulance lain yang membawa seorang wanita dalam kondisi mengenaskan.

Kaki dan tangannya terpisah dari tubuhnya dengan kondisi wajah hampir tak dapat dikenali. Ialah Elvira, yang ternyata masih dalam kondisi sadar meski mengalami kecelakaan parah.

“Ibu orang tua dari pasien Elvira?” tanya suster jaga tersebut ketika melihat seorang wanita paruh baya menangisi pasien kecelakaan tragis barusan.

 

“Benar, saya Ibunya. Tolong izinkan saya melihat putri saya,” pinta Maharani mengiba.

 

“Silakan Ibu...,” jawab perawat yang berjaga diluar sebelah ruang ICU.

 

“Suster, tunggu! Kenapa ibu ini bisa melihat pasien di dalam? Sedangkan saya nggak bisa melihat keluarga saya?” tanya Zara dengan mata sembab.

 

“Sabar Ibu, kondisi putrinya sudah bisa melewati masa kritis. Untuk pasien Indah, kondisinya masih koma. Harap Ibu bersabar,” ungkap perawat yang berjalan menuju ruang ICU.

 

Mendengar keterangan dari perawat tersebut, Zara terkulai lemas dan terduduk di sebelah pintu ruang ICU sembari menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia mulai menangis lagi dengan suara tangis yang menyayat hati.

 

Sementara itu, di dalam ruang ICU yang dingin terlihat paras cantik Elvira telah berubah menakutkan dengan wajah bengkak dan bibir yang nyaris robek seluruhnya.

Melihat kondisi putrinya yang telah tak memiliki kaki, tangan dan wajah tampak hancur pula, membuat Maharani memukul dadanya berulang kali seraya menyalahkan dirinya.

 

“Aku memang Ibu yang nggak tahu diri, hikss... Mulut jahatku sudah buat putriku celaka. Ya Allah, ampuni sumpah serapahku pada putri malangku. Aku menyesal ya, Allah. Putriku anak yang baik. Aku yang salah. Aku yang salah, Ya Allah," ucapnya menyesali diri atas ucapan yang terlontar saat marah pada putrinya.

 

Perawat yang mendengar suara tangis dan rasa penyesalan Maharani yang memilukan hati saat melihat putrinya, menghampiri Maharani dan menasihati wanita paruh baya itu.

 

“Ibu, jangan salahkan diri Ibu seperti itu. Doakan saja agar putri ibu bisa kembali pulih. Semua sudah jadi takdir Ilahi,” ujar perawat yang ada di ruang ICU mengelus punggung wanita itu, lembut.

 

Dalam kesedihan yang mendalam, Maharani tak bisa mendengarkan nasihat dari perawat itu. Justru kini mengelus kepala Elvira yang tampak memar dan berucap. “El, bangun sayang. Ibu di sini Nak. Maafkan Ibu, sayang. Benar kata El, kalau Ibu yang salah. El, Ibu bawa uang yang El mau."

 

Di ruang ICU itu, ada dunia lain yang hanya bisa dilihat oleh kedua orang yang berada di ambang batas kematiannya.

Dua jiwa saling memandang satu dan lainnya. Bahkan Elvira yang melihat kedatangan Maharani berupaya berbicara dan menyentuh tangan sang ibu. Namun gagal. Karena ia dan Indah kini berada pada alam yang berbeda. Sehingga, Indah yang sudah menyadari keadaan mereka, iba pada gadis cantik jelita yang telah cacat itu.

 

“Hey, gadis muda, sudahlah jangan disesali. Aku tidak mendengar namamu dipanggil malaikat pencabut nyawa, berarti masih ada waktu untuk meminta maaf pada ibumu. Dia orang yang mencintaimu tanpa pamrih. Hidupmu jauh lebih baik dibandingkan aku yang akan wafat usai melahirkan putraku. Kamu dengarkan, namaku tadi sudah dipanggil."

 

"Aku sebenarnya tak rela melepas kedua anakku diurusi oleh ayahnya yang bejat bersama selingkuhannya. Jika bisa aku serahkan amalku selama ini untuk kebaikan kedua anakku, pasti aku akan rela bertukar jasad ke ragamu," imbuh Indah yang telah melihat kondisi Elvira dan memandang iba pada Maharani.

 

Elvira yang mudah emosi dan masih dalam kesedihan mendalam memandang ke arah Indah dengan kehamilannya dan menjawab nasihat Indah.

“Aku lebih baik mati dibandingkan hidup cacat dan dalam hinaan orang lain! Tapi, aku juga ingin sekali memohon maaf pada ibuku.”

Indah yang mendengar, melihat penderitaan dan rasa penyesalan pada anak dan ibu yang sebenarnya saling mencintai, membuat dirinya memohon pada Sang Khalid dalam khusyuknya dengan suara lirih.

 

“Ya Allah ... Aku mohon pada MU, untuk memberikan raga ini pada wanita muda yang cacat itu, agar ia bisa berbakti pada ibundanya dan aku mohon pada Mu, kiranya wanita itu bisa mengurusi kedua anakku. Tolong hamba, Ya Allah. Kabulkanlah hajatku ini.”

 

Seketika hawa di ruang ber AC yang cukup dingin kini terasa menghangat di saat sinar kekuasaan hadir di ruang ICU tersebut untuk menjawab keinginan Indah.

Seorang wanita yang memiliki amalan cukup banyak dibandingkan dosanya. Karena selama hidupnya, Indah tidak pernah menyakiti hati kedua orang tua dan semua orang yang ada di sekitarnya. Maka atas kehendak Yang Maha Kuasa, doa Indah pun dikabulkan NYA.

 

Di saat Indah akan melewati mautnya, secepat kilat malaikat memindahkan arwah wanita hamil yang penuh dengan amalan baik itu ke tubuh Elvira dan gadis muda itu pun, dinyatakan tewas mengenaskan karena melawan ibundanya. Sedangkan raga Indah diisi oleh jiwa seorang wanita muda yang berjanji untuk berbakti pada ibundanya.

 

Ketika mereka telah bertukar raga, Indah yang tengah memasuki sakaratul maut, berkata pada Elvira dengan berlinang air mata.

“Tolong, jaga kedua anakku. Hindari wanita yang bernama Angel. Karena dia adalah selingkuhan suamiku yang bernama Dimas. Aku kemarin terjatuh dari lantai kantor suamiku, karena wanita itu mendorong tubuhku. Sampaikan juga pada sahabatku Zara, kalau aku terbawa emosi dan tak mendengarkan nasihatnya. Aku rasa, sahabatku Zara pasti terpukul, jika tahu aku telah kembali pada Allahku. Tolong jalankan keinginanku. Pegang janjimu, aku percaya kamu adalah wanita baik.”

 

Elvira yang melihat suksmanya telah berada di raga Indah, hanya bisa menangis dan menganggukkan kepalanya pada Indah yang telah masuk ke tubuh cacatnya dan dinyatakan wafat. Sesaat kemudian, Elvira merasakan sakit luar biasa pada bagian perut buncitnya. Hingga Elvira yang masuk ke raga Indah berkata lirih, “Tolong! Perutku sakit! Tolong...!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Sean Ke Makam Indah (TAMAT)

    Tiga tahun kemudian, Indah yang kini menjadi istri Sean, sudah terbiasa menjalani kesehariannya menjadi seorang istri dokter. Dimana, ada saja tetangga dan pasien yang pernah di tolong ke rumahnya. Indah dalam jiwa Elvira sangat bahagia menjadi istri seorang dokter.Sementara itu, Indira putri dari Dimas telah berusia 8 tahun. Ia sangat menyangyangi Sean layaknya sebagai papanya sendiri. Sedangkan memorinya tentang sosok Dimas baginya adalah sebagai seorang papa yang menakutkan. Hal itu terkait dengan peristiwa penculikan yang dilakukan Dimas.Untuk Elvino, bocah laki-laki tampan yang kini berusia 3,5 tahun sama sekali tidak pernah melihat papa kandungnya. Bocah lelaki tampan itu sangat akrab dan selalu minta ditemani tidur oleh Sean. Jelas hal itu membuat kebahagiaan luar biasa untuk Indah.Sampai akhirnya, pada satu kesempatan, usai Sean menunaikan kewajiban sebagai suami di pagi hari dalam serangan fajar yang sering dilakukan. Ia pun, menanyakan pada Indah perihal alasannya tidak b

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   BULAN MADU

    Sementara itu, di sebuah kampung terlihat Mardiah duduk di ruang keluarga pada kursi terbuat dari bambu dan berbicara di depan ketiga anaknya, usai pemakaman neneknya Dimas. “Kalian tahu? Akhirnya, Indah menikah lagi. Pantas saja dia mau secepatnya cerai dari putraku!” ucapnya geram.“Dari mana Ibu tahu?” tanya ketiga anak Mardiah.“Dari mana lagi kalau nggak dari adikmu yang durhaka itu! Dia lebih baik ikut di pesta pernikahan Indah dari pada ke pemakaman nenekmu!” sungut Mardiah.“Dasar pengkhianat! Awas aja kalau dia udah nggak dibutuhkan sama si Indah. Pasti akan balik Bu!” ujar Dina memandang ke arah Dimas yang mengusap wajahnya.“Sudahlah kita nggak usah ikut campur urusan mereka. Saya nggak di penjara saja udah syukur. Sekarang ini, saya mau melupakan semuanya. Saya hanya sedih dan menyesal sudah berlaku seperti itu sama Indira. Ingin sekali, saya meminta maaf sama Indira, Bu,” ungkap keinginan Dimas.“Kak Dimas itu, nggak salah. Yang salah itu, Dinda! Coba kalau Dinda nggak

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   PERNIKAHAN INDAH

    Empat bulan kemudian, akhirnya pernikahan kedua Indah dilaksanakan di sebuah hotel berbintang 5. Namun, kabar pernikahan Indah dengan Sean didengar oleh keluarga Mardiah. Mereka tahu pernikahan Indah pada saat Dinda dihubungi oleh Mardiah untuk diminta pulang ke kampung, karena neneknya meninggal dunia. Tetapi, Dinda yang saat itu sudah berada di acara resepsi Indah menolaknya.“Dinda! Kamu harusnya pulang. Apa kamu nggak mau lihat nenekmu untuk terakhir kali?!” pinta Mardiah pada putri ketiganya.“Bu! Nggak bisa saya pulang. Disini sedang ada acara. Nggak mungkin Bu. Juga, kalaupun bisa besok malam saya ke kampung naik bis atau kereta,” ungkap Dinda.“Masa kamu nggak bisa hari ini ke kampung! Minta Indah belikan tiket pesawat! Ibu yakin sejahat-jahatnya dia, pasti akan membelikan tiket pesawat kamu! Udah sana cepat! Siapa tahu dia juga ngasih uang untuk biaya penguburan nenekmu!” desak Mardiah.“Nggak bisa Bu! Jangan terlalu memaksa seperti itu,” tolak Dinda menuju toilet agar tidak

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Aku, Indah!

    Setelah itu, mereka bertiga melanjutkan makan bersama. Mereka berbicara tentang masa SMA dan kuliah. Jelas hal itu membuat Indah dalam jiwa Elvira tidak bisa mengikuti alur perbincangan mereka. Usai makan, Zara berpamitan pada Indah dan Sean.“Indah, Sean, aku pamit duluan. Kalian Ngobrol aja masalah hari H kalian,” ujar Zara.“Santai aja, Ra. Juga aku kan harus melewati masa Idah,” tutur Indah tersenyum malu.“Lumayan, ada waktu 3 bulan untuk pacaran. Ya, nggak Sean?” senyum mengembang Zara seraya beranjak dari kursinya.“Ra! Biar nanti aku yang bayar,” ujar Sean ikut berdiri memandang ke arah Zara.Zara yang melihat raut bahagia pada wajah Sean, langsung menjawab, “Iyalah, kamu yang bayar. Apalagi aku tadi sempat jadi obat nyamuk kalian."“Obat nyamuk? Maksudnya?” tanya Indah bingung.“Udahlah, malas dibahas. Emang aku nggak tahu kalau tanganmu dibawah meja dipegang sama Sean....”“Hahahahaha ... Anjay! Liat aja.” Ujar Sean dan Indah bersamaan.“Byee, pasangan yang sedang berbahagia

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Cinta Sean

    Dua minggu kemudian, Jaya pengacara Indah ke rumah untuk membawakan hasil sidang putusan perceraian. Dimana, pada putusan tersebut, disebutkan status janda yang kini disandang Indah tanpa ia mengikuti sidang lanjutan, sesuai dengan arahan Jaya selaku pengacaranya.Walaupun, pihak Dimas mengajukan gugatan harta gono gini setelah gugatan cerai. Namun, itu tidak membuat Indah gentar. Memang, untuk sidang pembagian harta gono gini, dilakukan usai terjadinya ketok palu keputusan cerai.“Selamat Indah, akhirnya keputusan kamu untuk melempar lelaki jahat itu berhasil,” ucap Jaya menyalami Indah dengan menyerahkan berkas keputusan perceraian tersebut.“Terima kasih, Om. Akhirnya selesai sudah satu masalah,” jawab Indah memandang Jaya dengan wajah penuh bahagia.Indah membaca surat keputusan perceraian tersebut dan bergumam dalam hatinya, ‘Indah, aku sudah menceraikankamu dari lelaki brengsek itu. Semoga kamu tenang di alam baka....’“Indah, mengenai gugatan harta gono gini yang diminta, akan

  • Jiwa Lain di Raga Istri yang Tersakiti   Berdebat di Ruang Sidang

    Sementara itu, di rumah kontrakan Dimas. Terlihat, Mardiah tengah mengajari putranya untuk membiasakan diri memakai kaki palsu yang telah dibeli olehnya. Namun, beberapa kali terdengar keluh kesah Dimas atas kondisi dirinya dengan berteriak saat teringat kakinya diamputasi dan harus menggunakan kaki palsu untuk berjalan.“Sial! Semua gara-gara Indah! Harusnya sudah sejak lama aku bunuh saja dia! Aku dan Angel kehilangan masa depan karena dia! Keparat!” teriak Dimas mencoba melangkah dengan kaki palsu usai selama seminggu di rumah sakit dan sudah satu minggu ini lelaki itu mencoba kaki palsunya.“Dimas, sudah jangan teriak seperti itu. Nggak ada yang bisa membalikkan keadaan. Justru akan membuat teras semakin berat. Ibu mau, besok kamu kuat dan bisa berjalan menuju pengadilan! Ibu mau kita permalukan Indah dengan lelaki yang kini selalu bersamanya,” tutur Mardiah menepuk-nepuk bahu putranya.“Bu, jangan paksa saya ke pengadilan lagi. Biarkan saja cerai. Saya terima semua apa yang jadi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status