Share

Pak Dosen

last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-15 23:33:16

Tega sekali Abyan main pecat-pecat saja. Padahal kerja baru berapa bulan, dan disini lumayan buat tambahan uang jajan. Ternyata begitu tabiatnya. Dia pasti tipe bos sombong yang semena-mena dengan karyawan. Huh!

Aku melangkah lemas menuju kos-kosan. Satu poin penting selain upah lumayan, di sini juga dekat dengan kosan, jadi irit bensin, atau bisa jalan kaki saja kalau sedang mode pelit.

"Eeh ... Nabila udah balik ya." Sampai di kosan, Bu Santi--si Ibu kos menyanbutku. Ini aneh, biasanya rada jutek karena masih punya tunggakan. Tapi ini ....

"Sini-sini!" Dia menarik lenganku, mengajakku masuk ke dalam rumahnya. Di sana ada sebuah tas besar teronggok di samping meja. 

"Itukan tasku," batinku heran.

"Nabila, Ibu minta maaf ya, kamarmu udah ada yang nempatin, bukan maksud ibu mau ngusir, tapi kamu kan masih ada tunggakan dua bulan, sedangkan Ibu sedang butuh sekali uang, jadi ... Ya ... Tapi Ibu bebasin kok uang kosan kamu yang dua bulan, nggak apa-apa udah ibu iklasin," tuturnya sambil senyum canggung.

Entah kesialan macam apa lagi ini. Sudah dipecat dari tempat kerja, sekarang diusir dari kos-kosan. Nasib ... Nasib. 

"Sebagai permintaan maaf, motor kamu udah diisiin bensin full," lanjutnya lagi masih dengan senyuman canggung. 

Aku?

Bagaimana lagi, mau apa kalau tidak terima nasib. Marah-marah juga tak bergairah. Cari kosan barupun, tidak mampu, dahlah nasib. 

Aku melajukan motor ke rumah Abyan, bukankah suami adalah tempat pulang? Ya ... Setidaknya aku punya tempat berteduh meski masih asing dengan tempat dan penghuninya. 

.

Sampai rumah aku hanya berdiri di depan pintu yang terkunci. Oh ... Apa aku akan bernasib jadi gembel setelah ini. 

"Mau kemana?" Baru membalikkan badan, Abyan sudah berada di depanku. 

"Ya mau masuk rumah, lah!" jeritku dalam hati.

Dia melirik tas besarku sekilas lalu membuka pintu kemudian masuk rumah tanpa mengajakku masuk, atau memberi kode dengan anggukan kepala minimal. Tapi ini ....

Apa ini artinya aku memang tidak diperkenankan masuk ke rumahnya. Oh tolonglah, masa iya aku akan menjadikan langit sebagai atap rumahku dan bumi sebagai lantainya ... 

"Kamu ngapain komat-kamit di depan pintu kaya gitu? Oh saya tahu ... kamu pasti habis dari dukun dan lagi membaca mantra supaya saya jatuh cinta sama kamu kan?" 

Yungalah!

Saking kesal menggerutu sendiri, aku sampai tidak sadar kalau dia memperhatikanku. Duh! Mana nuduh aku yang enggak-enggak lagi. 

"Masuk!" perintahnya, dan akupun menurutinya. 

Sampai di dalam, aku bingung. Mau meletakkan tasku dimana. Kamar cuma ada satu, itupun sudah dimasuki oleh pemiliknya. Masa iya aku ikutan masuk kamar juga, kan belum dipersilahkan. 

"Permisi." Terdengar suara ketukan diiringi salam. Abyan keluar kamar lalu membukakan pintu. Dia lalu menenteng beberapa plstik dan membawanya masuk setelah membayar ojek.

"Bisa minta tolong bawakan ke dapur?" ucapnya sambil menyerahkan beberapa kresek ke arahku.

"Ini ...?" Aku menerima plastik itu dengan heran. Banyak banget.

"Kamu belum makan kan? Jangan sampe asam lambungmu kambuh." Dia tahu aku punya riwayat asam lambung? Pasti Mamak atau Bapak yang kasih tahu. 

"Nanti dikira saya nggak becus jagain kamu!" lanjutnya lagi.

Okelah, buang jauh-jauh rasa Ge-eR, apalagi sampai meningkat jadi baper, jangan sampai.

Selesai makan dan menata buah dan sayur ke dalam kulkas, aku lalu membersihkan dapur dan membersihkan diri. Karena kamar mandi dalam sedang dipakai, aku memakai kamar mandi dekat dapur.

Entah apa yang sedang dilakukan Abyan di dalam kamar, sampai lama begini dia belum keluar. Mungkin dia tertidur, ingin menengoknya, tapi sungkan, nanti dikira mau apa. Akhirnya aku hanya duduk-duduk di sofa sambil membaca buku. Beberapa kali menguap karena lelah, akupun merebahkan diri.

.

Suara gemercik air, membuatku terjaga. Rupanya semalam aku ketiduran. Mataku sedikit menyipit karena lampun kamar yang terang.

Kamar?

Kenapa aku di kamar, bukannya terakhir aku berada di sofa sampai mengantuk. Aku melompat dari kasur, berlari ke depan toilet dan menggedornya kencang. 

"Nggak bisa sabar sedikit, atau kalo memang kamu kebelet kan bisa di kamar mandi luar," ucap Abyan sambil tersungut. Dia keluar dengan rambut basah. Keramaskah? Jangan-jangan ....

"Bapak yang mindahin saya semalem?" tanyaku sedikit ngegas. Sedangkan dia hanya berdehem.

"Terus Bapak ngapain saya semalem," tanyaku semakin ngegas.

"Ngapain kamu?" tanyanya heran.

"Jujur aja deh, Pak. Bapak pasti ngapa-ngapain saya kan, cari kesempatan waktu saya nggak sadar, buktinya sekarang udah keramas!" cecarku dengan jeda kalimat yang minim.

"Memangnya kenapa kalau saya keramas, ini rambut, rambut saya suka-sukalah mau diapain." Dia berlalu sambil mengusap rambut basahnya dengan handuk. 

"Terus ngapain Bapak mindahin saya dari sofa kesini." Aku membuntuti langkahnya, hampir saja kami bertabrakan saat dia tiba-tiba berhenti dan berbalik badan.

"Saya nggak mindahin kamu, kamu sendiri yang tidur sambil jalan-jalan terus ngusir saya."

Masa sih? Masa aku tidur sambil jalan ke kamar dan mengusir dia. Tapi melihat lantai yang digelari kasur bulu ... Sepertinya dia tadi malam tidur di sana.

"Kayaknya otak kamu perlu disikat," ucapnya sambil meninggalkanku di kamar. 

Memangnya otakku ada noda mombandel sampai harus di sikat.

 .

"Bedak mana bedak?" Di kelas, Pinkan yang baru saja sampai heboh mencari mekap di dalam tasnya. Padahal dandanannya sudah cukup wow pagi ini.

"Kesambet Kunti Lo? Dateng-dateng langsung heboh?" tanya Devi heran melihat tingkah sabatnya itu.

"Enak aja kesambet Kunti, mana ada Kunti kecantik gue?" belanya tak terima."

"Eh betewe ya, dosen pengganti Pak Komar tuh masih muda, ganteng lagi, kan gue mesti tampil cantik ulala di pertemuan pertama ini," ucap Pinkan antusias. Sedangkan Devi langsung memalingkan muka mendengar ocehan Pinkan. Kalau bicara tentang cowok ganteng, Pinkan yang paling semangat, sedangkan Devi malas meladeni. 

Aku tak menggubris mereka berdua, karena sibuk dengan sarapan yang tertunda. Nasi uduk yang dibelikan Abyan tadi terpaksa kumakan di kelas agar tidak terlambat.

"Sepuluh menit lagi," ucap Pinkan sambil menyapukan Blush On di pipinya. 

"Pokoknya gue harus tampil maksimal," ucapnya lagi.

"Selamat pagi, semuanya ...." Selang beberapa menit, dosen masuk ke kelas. Untung aku sudah selesai dengan sarapanku, tinggal membungkus sampah ke dalam plastik dan memasukkan ke tas untuk kubuang nanti. 

"Saya Muhammad Abyan Syahputra, pengganti Pak Komar." Dari suara dan namanya seperti tidak asing. Aku lalu mendongak, kenapa dia lagi? Saking kagetnya aku melongo, sambil spontan berdiri.

"Naksir si naksir, tapi nggak gitu juga kali, ndeso!" desis Pinkan sambil menarik lenganku sampai aku terduduk di kursi.

"Sebelum belajar dimulai, ada pertanyaan?" tanyanya yang langsung mendapat respon dari dari cewek-cewek, tak terkecuali Pinkan. Dia paling semangat mengangkat jarinya.

"Ya." Dia mempersilahka Pinkan untuk bertanya.

"Bapak udah nikah belom?" tanyanya centil. 

Aduh! Dia yang ditanya kenapa aku yang deg-deg si.

Dia diam sejenak sambil melirikku. "Sudah." 

"Yaahh ... " Beberapa cewek merasa kecewa.

"Kenalin dong, Pak," celetuk salah seorang cewek. Nggak ada kerjaan banget batinku.

Abyan lalu mendekat ke arahku, dari tatapannya, dia seperti ingin menyampaikan sesuatu. Aku jadi deg-deg an. Jangan-jangan mau ngaku. 

"Kamu bawa cermin?" tanyanya pada Pinkan yang langsung diiyakan. "Boleh saya pinjam?" tanyanya lagi. Pinkan pun dengan antusias memberikan cermin kecil itu. 

Dia lalu meletakkan cermin di mejaku. Bingung tak ada ucapan apa-apa, akupun mengambil cermin itu dan melihat pantulan wajahku di sana. Dan ... Astaga!

Sebutir nasi nangkring di ujung bibir.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jodoh Kesasar   Cewek Seksi

    "Jadi sekarang kerjaan kamu jadi pengitai?" tanya Abyan sedikit mengejek. Setelah ketahuan menguntit, aku dipaksa pulang bersamanya, padahal masih mau jalan sama Genk Cilok."Enggak.""Nggak salah kan?" "Saya tuh nggak bermaksud ngikutin Bapak, tapi mereka yang ngajakin." Aku berusaha membela diri, kan memang benar aku hanya ikut-ikutan."Ya ya, besok masih mau ngikutin lagi?" "Nggak lah! Ngapain.""Sebaiknya memang diikutin, supaya tidak diambil orang," ucapnya lagi, aku hanya meliriknya malas. Diambil siapa? Kan memang dia milik Nadia, aku hanya numpang iklan.Aku melangkah menuju kamar, bersiap merebahkan tubuh yang lelah, tapi kamar sudah berubah. Barang-barangku tidak ada."Saya butuh ruangan yang lebih besar untuk ruang kerja dan meletakkan buku-buku, dan ... sepertinya kamu juga butuh tempat untuk belajar jadi kamar ini saya jadikan ruang kerja, sekaligus ruang belajar untukmu, nanti kalau ada tugas yang kamu nggak ngerti bisa tanya saya." Seperti mengerti isi kepalaku, dia

  • Jodoh Kesasar   Mendadak Detektif

    "Butik dah mau tutup, kamu nggak mau siap-siap pulang, apa mau nginep disini jadi penjaga Butik?"tanya Mbak Lia yang sedang merekap penjualan."Kalo boleh si mau tidur sini aja, Mbak," jawabku sambil merapikan baju-baju."Kenapa ini, kaya anak yang lagi ngambek sama orang tuanya aja." Mbak Lia terkekeh.Bukan ngambek sama orang tua, tapi malas tinggal dengan orang asing. Apalagi sejak kemarin melihat dia nempel sama Nadia, aku jadi semakin merasa tidak diinginkan. Bukannya aku cemburu, tapi ... merasa tidak berharga, jadi bukankah sebaiknya aku pergi.Pokoknya hari ini juga aku mau cari kos-kosan baru, tekatku sudah bulat. Kalau memang belum dapat, aku mau tidur saja di rumah Emping atau Devi."Mbak, saya mau ketemu perempuan yang tadi mengirim pesanan ke tempat Nadia." Terdengar suara seorang lelaki di depan butik. Aku segera ke depan, pasti yang dimaksud itu aku. Jangan-jangan aku punya kesalahan."Nah, itu dia orangnya!" Dia menunjukku yang baru keluar,sementara aku terpaku karena

  • Jodoh Kesasar   The Power of Ratusan Ribu

    "Dari mana?" Suara dingin menyapa saat aku sedang mengendap-endap masuk ke dalam rumah. Aku sampai terlonjak karena kaget. Kayaknya dia termasuk jenis mahluk setengah gaib deh, tiba-tiba berada di depanku, apa jangan-jangan dia punya teleportasi ya. Padahal tadi waktu aku tengak-tengok sepi, kaya nggak ada kehidupan. "Eee ... Dari ...." Aku menggaruk kepala yang terbungkus scarf motif. Kenapa mendadak gatal ya, ini pasti karena jadi duta shampo lain."Dari tadi saya udah pulang, tapi pintu dikunci, sudah nunggu lama, Bapak nggak pulang-pulang, jadi saya pergi lagi lah," lanjutku mendapat alasan dadakan."Kenapa nggak nelepon?" "Nelpon siapa? Satpol PP atau petugas Damkar? Saya kan nggak punya nomor Bapak." "Berarti kamu tadi nggak catat nomor saya ya."Lah memangnya dia kapan kasih nomor telepon"Kamu tahu ini jam berapa?" tanyanya menginterogasi. "Tau! jam sembilan lebih dua puluh menit," jawabku santai sambil menengok jam di dinding. "Jam sembilan lebih, kamu baru pulang? Apa

  • Jodoh Kesasar   Jurus Cakra Angin

    Lidahku mulai bergerilya, mengitari mulut siapa tahu ada sisa makanan yang terselip di sela-sela gigi. Kawatir nanti kalau tertawa ada cabe atau sayur ijo yang nempel di gigi, kan malu. Setelah kejadian nasi nangkring di bibir, masa ditambah cabe nyempil di gigi."Gayanya sok cuek, waktu Gue inpoh bakal kedatengn dosen ganteng, nyatanya paling terseponah sampe nggak kedip gitu matanya," ucap Pinkan saat kami tengah beristirahat di kantin.Aku hanya diam saja, sambil mengaduk es jeruk. Nggak ada gairah buat ladeni si emping. Kalau dia tahu istrinya Pak Abyan itu aku ... Kira-kira gimana ya tanggapannya. Apa dia mau menajuhiku atau ...."Btw istrinya Pak Abyan secakep apa yak?" gumamnya sambil mengetukkan jarinya ke dagu. Tu kan? Baru saja diomongin."Beruntung banget deh dia, punya suami dosen ganteng," lanjutnya lagi."Biasa ajah." Devi berkomentar sambil mulutnya sibuk mengunyah tahu bakso hingga ludahnya sedikit muncrat."Elo mah nggak pernah nyambung kalo diajak bahas cogan, gue ja

  • Jodoh Kesasar   Pak Dosen

    Tega sekali Abyan main pecat-pecat saja. Padahal kerja baru berapa bulan, dan disini lumayan buat tambahan uang jajan. Ternyata begitu tabiatnya. Dia pasti tipe bos sombong yang semena-mena dengan karyawan. Huh!Aku melangkah lemas menuju kos-kosan. Satu poin penting selain upah lumayan, di sini juga dekat dengan kosan, jadi irit bensin, atau bisa jalan kaki saja kalau sedang mode pelit."Eeh ... Nabila udah balik ya." Sampai di kosan, Bu Santi--si Ibu kos menyanbutku. Ini aneh, biasanya rada jutek karena masih punya tunggakan. Tapi ini ...."Sini-sini!" Dia menarik lenganku, mengajakku masuk ke dalam rumahnya. Di sana ada sebuah tas besar teronggok di samping meja. "Itukan tasku," batinku heran."Nabila, Ibu minta maaf ya, kamarmu udah ada yang nempatin, bukan maksud ibu mau ngusir, tapi kamu kan masih ada tunggakan dua bulan, sedangkan Ibu sedang butuh sekali uang, jadi ... Ya ... Tapi Ibu bebasin kok uang kosan kamu yang dua bulan, nggak apa-apa udah ibu iklasin," tuturnya sambil

  • Jodoh Kesasar   Dipecat

    Hari ini aku bangun lebih pagi. Tidurku tidak nyenyak karena sekamar dengan orang asing. Pergerakanku jadi terbatas, aku tidak bisa buang angin dengan bebas.Kubenahi kamar yang berantakan, kasur lipat yang digelar dilantai segera kusimpan lagi. Saat tengah berbenah, mataku memicing, melihat dompet tergeletak di bawah kasur. Aku mengambil dompet itu untuk menyimpannya. Tidak ada niat kepo dengan isi dompet itu, tapi aku penasaran karena terlanjur melihat foto seorang gadis yang sepertinya tidak asing.Gadis itu memakai jilbab Navy, wajahnya berminyak dan sedikit kusam. Tangannya tengah memegang boneka tangan, untuk bercerita. Dalam hati aku membatin, kucel amat ini cewek, tapi setelah dilihat lagi ternyata itu wajahku.Ya ampun, jelek sekali ternyata aku. Eh tapi tunggu, kenapa dia menyimpan fotoku di dompetnya? Jangan-jangan dia sudah mengenalku sejak lama. Jangan-jangan lamaran itu tidak kesasar tapi memang dia sengaja mencariku, buktinya dia tetap melanjutkan pernikahan meski sud

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status