Share

4. Identitas Asli

Author: Sayap Ikarus
last update Last Updated: 2024-10-02 00:09:40

Setia menunggui Sasa yang masih angkuh dalam ketidaksadarannya, Badai tak banyak bicara. Ia tahu betul bahwa sepulang dari Kuliah Kerja Lapangan mereka di Bali, Sasa pasti menderita kelelahan. Pun dengan ditambah beban pikiran atas hubungan mereka yang sudah pasti berat di pihak Sasa.

"Eung," terdengar Sasa mengerang kecil, ia berusaha untuk membuka mata perlahan dengan tangan yang reflek memegangi kepalanya.

Semua orang di dalam ruangan kesehatan segera mendekat ke ranjang begitu tahu Sasa sudah mulai sadar. Giliran Badai yang salah tingkah dan kikuk, ia menepi, membiarkan Ran dan Riana lebih dulu mengecek kondisi kesehatan Sasa.

"Sa, gimana, pusing?" tanya Ran perhatian. "Apa yang dirasain?" lanjutnya.

Sasa menggeleng lemah, sambil sesekali mengerang, ia berusaha bangun. Lalu, matanya menangkap sosok Badai di sudut ruangan. Lelaki ini berdiri kaku tanpa suara, menatapnya lekat.

"Aku nggak pa-pa Bunda, lima menit lagi kita pulang aja ke rumah, aku pengin istirahat," ucap Sasa datar. Jelas ada nada marah dalam getaran suaranya yang dingin itu.

"Iya," ucap Ran menurut saja, sedikit banyak ia tahu bahwa Sasa sedang tidak ingin dibantah. "Kalian mau ngobrol berdua dulu?" tanyanya menoleh Sasa dan Badai bergantian.

"Mohon ijin, sepertinya memang mereka perlu ngobrol Bu," kata Riana—ibunda Badai, pengertian.

Ran mengangguk, "Bunda keluar nyari Ayah dulu, take your time," ujarnya seraya meraih jemari Riana agar ikut keluar bersamanya.

Hening. Sepeninggal Ran dan Riana, baik Sasa maupun Badai tak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Masih berdiri di sudut ruangan dengan kedua telapak tangan ia sembunyikan di belakang punggung, Badai menatap Sasa penuh penyesalan.

"Setelah kamu nyium aku, sekarang kamu ngasih surprise luar biasa ini?" gumam Sasa akhirnya angkat bicara.

"Aku minta maaf," lirih Badai yang bingung memilih kata untuk disampaikannya pada Sasa. Ia beranikan diri untuk mendekat ke ranjang, berdiri di samping Sasa yang berusaha bangun dan menghadapinya dalam posisi duduk.

"Lettu Akai Badai Bagaspati," gumam Sasa tersenyum getir, mengeja nama di dada kanan Badai, juga melirik brevet di PDU-nya. "Bagian mana yang nyata selain itu? Arleta, pacar kamu itu juga nyata?"

Badai mengangguk lemah.

"Brengsek!" sambar Sasa dengan air mata yang kembali mengalir, "brengsek banget kamu, Badai!" desisnya marah. "Sebenernya siapa kamu? Apa tujuan kamu, hah?"

"Siap," Badai tertegun sebentar, ia basahi bibirnya beberapa kali. "Lettu Akai Badai Bagaspati, Indonesian Special Force, Intelligence and Kontra Terorism Unit, 26 tahun, code name Alpha," ungkapnya lengkap.

Air mata Sasa semakin deras mengalir mendengar penjelasan Badai mengenai identitas asli yang selama ini disembunyikannya. Tentu saja Sasa merasa tertipu cukup banyak, merasa dibodohi dan dipencudangi selama ini. Bagaimana tidak? Sang calon suami ada di depan matanya, tetapi ia justru merasa jatuh cinta pada lelaki yang berbeda.

"Mohon ijin, maafkan saya," lirih Badai semakin mendekat ke ranjang Sasa, berusaha membujuknya.

"Don't!" cegah Sasa, "aku aja yang goblok dan buta," katanya.

"Sa, ak—"

"Sa? Wow!!" potong Sasa mencibir.

Sepi lagi. Seperti apapun rasa sakit yang Sasa harus alami sekarang, ia tidak bisa menyalahkan Badai sepenuhnya. Semua orang yang tahu mengenai identitas Badai sebenarnya harus ikut ia persalahkan. Namun, mengapa ia hanya ingin mencaci Badai?

"Ijin, kamu pasti kecapean sepulang KKL makanya kamu pingsan," gumam Badai mencoba mencairkan suasana. Ia mendekat untuk mengambilkan Sasa minum.

"Berhenti sok perhatian sama aku dan sok formal begitu!" jerit Sasa hilang kendali. Kebetulan Badai mendekat jadi ia bisa langsung meraih kerah jas Badai dan diremasnya penuh amarah. "Kamu brengsek Dai! Kamu jahat!" cercanya.

Badai tak menjawab dan tak juga melawan cercaan Sasa. Ia biarkan gadis cantik yang kini sudah mulai menghuni sisi lain hatinya ini mengungkap segala yang dipendamnya. Sebaliknya, Sasa semakin tak terkendali, ia remas dada Badai, ia pukul-pukul kencang dengan dua kepalan tangannya, menyalurkan kemarahan yang amat sangat. Badai bergeming, ia biarkan Sasa meluapkan segalanya, memukulinya brutal, sekuat tenaga.

"Kamu jahat," isak Sasa setelah lelah memukul-mukul dada Badai yang sama sekali tidak terlihat menyakiti lelaki pujaannya itu.

Tak tega melihat Sasa terisak dan berantakan seperti ini, Badai bergerak. Dibawanya Sasa ke dalam pelukannya. Sejenak Sasa memberontak hebat. Namun, kekuatan Badai bukan tandingan Sasa, ia takluk juga akhirnya, sesenggukan di dada lelaki yang sudah berniat untuk dilupakannya. Di ruangan kecil nan sepi itu, tak ada suara selain tangis Sasa dalam pelukan hangat Badai, mereka larut dalam rasa masing-masing.

"Lepasin aku," kata Sasa meronta setelah tangisnya reda.

Badai menurut. Dengan seragam yang ia kenakan sekarang, menyentuh Sasa tentu menjadi keterbatasannya. Ia tidak boleh melewati aturan itu seenaknya dan jeritan Sasa tadi pasti sempat memicu perhatian orang-orang di luar ruangan.

###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jodoh Malaikat Pelindung   119. End Game

    Interaksi mesra keduanya, juga candaan Badai yang kini seringkali menghangatkan suasana membuat Sasa tak hanya menikmati bulan madu mereka, tapi juga menyembuhkan semua rasa sakit yang bertubi diterimanya. Badai membuat Sasa tidak pernah menyesali satupun keputusan yang diambil setelah mereka saling mengenal dan berbagi rasa, termasuk kekecewaan saat tahu bahwa Badai pernah dinikmati perempuan lain. Kini, Sasa sudah berlapang dada menerimanya. Ia juga tak mau ambil pusing dengan apapun yang Arleta perbuat untuk meretakkan hubungannya dengan Badai. Semakin lama, ia akan kebal dengan sendirinya."Cari makan di pinggiran danau aja ya Yang?" tawar Badai setelah ia dan Sasa siap untuk menikmati sore hari Luzern yang menawan."Emang ada yang buang Mas?" tanya Sasa polos sekali."Yang buang?" alis Badai bertaut."Lha katanya mau nyari," gumam Sasa."Apa sih Nduk," Badai terbahak. "Maksudku beli, bukan nyari dalam arti yang sebenernya," terangnya."Iya, aku juga cuma bercanda, bukan karena ak

  • Jodoh Malaikat Pelindung   118. Yang Terpilih (21+)

    Adalah Luzern, kota kecil dengan pemandangan indah nan romantis di malam hari ini yang akhirnya ditetapkan Sasa dan Badai untuk menghabiskan sisa waktu 8 hari mereka setelah dua hari tinggal di Frankfurt, Jerman. Badai tahu, Luzern adalah kota sempurna bagi ia dan Sasa untuk menumbuhkan cinta, merajut kembali asa pernikahan mereka yang sempat koyak karena perpisahan dan rasa sakit yang sempat melanda. Suasana kota yang tenang, aroma angin yang manis, juga pemandangan alamnya yang menakjubkan langsung membuat Sasa jatuh cinta. "Kota ini adalah pilihan yang tepat banget buat bulan madu," bisik Sasa sambil sesekali menggigiti telinga suaminya sensual. Badai tersenyum simpul, tangannya sudah menangkup kedua dada Sasa yang tanpa balutan. Musim dingin baru saja berlalu, cuaca menghangat, matahari bersinar cerah. Baru siang tadi mereka tiba di hotel dan berniat untuk berjalan-jalan sore harinya. Alih-alih beristirahat, sang pengendali naga tak tahan untuk melakukan aksinya."Aku goyang Mas

  • Jodoh Malaikat Pelindung   116. Memulai Bulan Madu

    "Bentar," Badai menepuk pundak istrinya sebentar dan berjalan mendekati seorang petugas avsec di dekat pintu keberangkatan bandara.Melihat keanehan suaminya dan bagaimana Badai dan dirinya dikawal oleh petugas itu menuju check in counter tentu saja membuat Sasa bingung. Namun, ia tidak banyak bertanya, ia ikuti saja langkah Badai yang melepas genggaman tangannya untuk mengurus dokumen keberangkatan bulan madunya."Kenapa sih Mas? Ada masalah sama dokumen kita?" tanya Sasa sambil melempar senyum dan melambaikan tangan pada beberapa orang wartawan."Enggak, aman aja," jawab Badai."Terus tadi ngapain?" gumam Sasa penasaran."Badai kudu dipisahin sama pacarnya kan kalau lagi naek pesawat?""Hem?" dahi Sasa berkerut, bingung dengan maksud sang suami. "Aku? Kita nggak bisa duduk deketan di pesawat?" tanyanya sedikit panik."Nggak gitu," Badai menahan tawa. Dibawanya Sasa duduk setelah tiba di executive lounge. "Ini kan penerbangan sipil, handgun-ku musti didaftarin dulu dan dititipin, ala

  • Jodoh Malaikat Pelindung   115. Hari Bahagia Untuk Sasa

    Arleta tercekat, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain lanjut berjalan dan turun dari pelaminan. Hatinya tak menyangka, Badai akan sekejam itu padanya dan keluarga."Siapa Ibuk?" tanya Sasa heran."Mamanya," desis Badai. "Aku biasa manggil Ibuk ke beliau," tambahnya.Sasa mengulum bibir merah meronanya, hatinya tergerak, "Mungkin kita nggak boleh terlalu kejam Mas. Sekedar jenguk pun aku nggak akan keberatan," ujarnya."Aku udah nitip salam, itu udah cukup Nduk," kata Badai mantap. "Aku harus jaga perasaan banyak orang, sedangkan dia justru berusaha menyakiti dirinya sendiri dan mamanya dengan memelihara harapan. Aku sekarang adalah suami orang. Banyak pelajaran yang kuambil setelah kita sama-sama dipisahkan. Jadi, biarin kujaga kamu dan keluargaku sebaik mungkin!" ikrarnya.Sasa tak lagi membantah. Jika ini memang keputusan yang sudah menjadi keyakinan sang suami, ia tinggal mengikuti. Sebenarnya Sasa juga bahagia karena Badai menjadikannya prioritas utama dengan tak lagi memedulik

  • Jodoh Malaikat Pelindung   114. Resepsi Impian

    Akhirnya, apa yang Sasa impi-impikan sebagai pernikahan khayalan masa kecil putri cantik Damar, terlaksana. Berbalut kebaya modern nan elegan, Sasa menuntaskan langkahnya di samping Badai dalam prosesi pedang pora nan sakral. Sebagai tanda jasa karena pengorbanan luar biasa Badai dalam menyelesaikan perlawanan Organisasi Kriminal Bersenjata bersama tim, ia dianugerahi kenaikan pangkat. Kini, Sasa adalah istri seorang Kapten Akai Badai Bagaspati. "Kamu sengaja ngebiarin banyak wartawan yang ngeliput acara kita?" gumam Badai berbisik pada sang istri saat keduanya menyelesaikan prosesi pedang pora dan duduk di pelaminan. Sasa mengangguk, "Iya, biar aku nggak diserang sama rumor jahat lagi. Jadi, nanti kalau aku hamil, aku bisa menikmati kehamilanku dengan bahagia dan tanpa beban. Jujur, aku ngerasa bersalah banget karena selama kehamilanku dulu, aku nggak jaga Gala dengan baik Mas," ungkapnya. "Bukan salah kamu Nduk, semua udah jadi kehendak Allah, gitu kan kata kamu?" "Iya Mas, tapi

  • Jodoh Malaikat Pelindung   113. Pasangan Serasi

    Melajukan mobil kesayangan Badai itu meninggalkan halaman rumah, Sasa menemukan jalanan sudah mulai lengang oleh orang-orang yang berangkat menuju tempat kerja. Meski ramai lancar, Badai tetap saja khawatir dan merasa was-was saat sopirnya adalah Sasa, si labil manja nan imut itu."Apa aku perlu nemuin Arleta ya Mas?" tanya Sasa memecah keheningan, setidaknya ia membuat Badai lupa pada ketegangannya."Buat apa?" gumam Badai bingung."Kita nikah udah lama, udah banyak yang terlalui berdua kan ya? Kok dia kayak masih nggak rela ngelepasin Mas Badai gitu.""Terus kamu mau ngomong apa kalau udah ketemu sama dia?" tantang Badai.Sasa mengedikkan bahunya, "Ngobrol sebagai selayaknya perempuan yang udah pernah menikmati Mas Badai," katanya santai sekali."Nduk!" Badai mendesis."Emang bener gitu kan? Setelah dulu nggak berhasil nyerang kepercayaanku ke Mas Badai, sekarang dia nyoba nyerang aku secara mental lewat media sosial," desis Sasa terdengar kesal tapi tak tahu harus bagaimana melampi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status