Share

Jodoh Pengganti
Jodoh Pengganti
Penulis: J Shara

CHAPTER 1

Lima tahun sudah berlalu ketika Raihan meninggalkan rumah mewah milik keluarga Adhinata dan kini kakinya menginjak kembali rumah yang penuh kenangan itu. Masih teringat sangat jelas pertama kali ia menginjakkan kaki di sana, bersama kakaknya, Maria, ketika Maria mengajak tinggal bersamanya yang telah menikah dengan seorang pria bangsawan, Barack Adhinata. Katanya, mereka akan bebas dari kehidupan yang penuh kesedihan setelah menjadi anggota keluarga bangsawan Adhinata. Namun, lima tahun yang lalu, Maria meninggal karena penyakit jantung yang dideritanya sejak kecil.

Barack Adhinata, pria berkharisma tinggi yang kini duduk di hadapan Raihan, dia adalah ipar sekaligus kakak yang mengangkatnya sebagai adik ketika menikahi Maria. Namun, semuanya telah usai setelah Maria meninggalkan mereka berdua. Raihan merasa bukan lagi bagian dari keluarga itu. Tanpa Maria, Raihan merasa bukanlah seorang Adhinata.

“Akhirnya kau mau kembali ke rumah ini, Raihan…” ujar Barack memecah keheningan di antara mereka.

Raihan menunduk, terdiam sejenak sambil memikirkan apa yang akan ia katakan. Lututnya mulai gemetar, sejujurnya Raihan sangat menyegani kakak angkatnya itu dan… takut.

“Kau tidak mau mengatakan sesuatu?” tanya Barack.

“Aku…” Raihan menggeleng pelan, “maafkan aku Kak, aku sudah meninggalkan rumah tanpa mengucapkan sepatah kata apa pun,” jawabnya takut-takut dan penuh penyesalan, “aku… aku bingung aku harus bagaimana… setelah Kak Maria-“

“Aku mengerti,” potong Barack, “kau tidak perlu setakut itu, kau tetap kuanggap adikku dan di sinilah tempat kau kembali.”

Raihan mendongak, menatap mata Barack yang sedang menikmati teh hangatnya. Tidak ada kemarahan di raut wajah pria tampan itu, bahkan tampak seperti tidak terjadi apa-apa.

“Terima kasih, Kak Barack…”

“Aku sudah tahu apa yang sudah menimpamu, aku tahu semuanya. Bahkan kekecewaanmu dengan pria yang ternyata menduakanmu itu, untuk itulah aku mencarimu. Raihan… percayalah aku paling tahu apa yang terbaik untukmu. Untuk itu aku mencarimu dan mengajakmu pulang kembali di sini. Aku sudah mengatur pernikahanmu dan dua hari kemudian kamu akan menjadi mempelai wanita dari keluarga Kuiper.”

Mata Raihan membulat, seakan tidak percaya. “Keluarga Kuiper?” tanyanya keheranan. “Bukannya perjodohan itu untuk Shiena?”

“Ya, kau benar” jawab Barack sambil meletakkan cangkir tehnya di meja. “Tapi kau tau sendiri, Shiena sedang kuliah di Jerman dan mungkin akan melanjutkan magisternya juga di sana, sangat tidak mungkin untuk membawanya pulang dan menyuruhnya menikah.”

“Tapi… aku…”

“Aku tahu apa yang terbaik untukmu, Raihan… dan aku mengenal anak laki-laki keluarga Kuiper yang akan menjadi suamimu nanti, yang jelas dia tidak seburuk laki-laki yang sudah mempermainkanmu.”

Raihan hanya bisa terdiam, menerima semua perintah Barack. Rasanya ia ingin menolak namun ke mana lagi ia akan menggantungkan hidupnya selain kepada keluarga Adhinata? Dia sudah dikecewakan oleh kekasihnya yang telah banyak memberinya janji surga namun yang ia dapat hanyalah kekecewaan dan pengkhianatan. Dan sekarang, hanya Barack yang mau menerimanya kembali.

“Baiklah, Kak Barack…” jawab Raihan akhirnya setelah mempertimbangkannya, sambil tersenyum tipis namun getir, “aku akan menikah dengan laki-laki dari keluarga Kuiper.

Barack menghela napas lega, ternyata tak sulit membujuk adik angkatnya itu untuk menggantikan Shiena. “Percayalah, Raihan… semua ini untuk kebaikanmu juga…”

“Tapi… bolehkah aku… menemuinya untuk yang terakhir kalinya?”

Sejenak Barack mengernyit seperti hendak akan marah. Tak habis pikir bahwa setelah dikecewakan, adiknya masih ingin menemui pria itu. Namun, beberapa detik kemudian ia menghela napas, berusaha mengalah, mungkin ini adalah permintaan terakhir adiknya sebelum ia akan menikah. “Baiklah, Raihan… tapi kau jangan lagi luluh dengannya! Ingatlah bahwa kau akan menikah dengan putra keluarga Kuiper, kau harus menghormati perjodohan ini!”

“Terima kasih… Kak Barack…”

***

Seorang pria blasteran bertubuh tinggi atletis duduk sandar di sofa, mata coklatnya memandang langit-langit kantornya. Lima bulan sudah setelah pertunangan mantan kekasihnya, hatinya masih saja memikirkannya. Kemarin, dia sudah yakin bahwa ia sudah melupakannya namun begitu melihatnya di acara pernikahan sahabatnya kemarin, Jeremy, hatinya kembali terluka dan terus mengingat kenangan mereka. Lalu, apa yang harus ia lakukan agar benar-benar melupakannya?

“Kau selalu saja begini… tidak mau berubah…”

“Kita tidak bisa bersama… kau lebih mementingkan pekerjaanmu… aku tidak bisa begini terus…”

“Aku sudah memutuskan untuk bertunangan dengan pria pilihanku… hubungan kita sudah berakhir…”

“Sudahlah, Nico… kita putus saja…”

“Aaaarrgh!”

Pria bernama Nico itu tampak frustasi, entah sudah keberapa kali ia mengacak-ngacak rambutnya. Semua kalimat kekecewaan Olive, mantan kekasihnya, terus terngiang-ngiang di telinganya. Andaikan saja dia lebih cepat melamar Olive, mungkin sekarang mereka sudah bersanding sebagai suami istri. Ia tahu kesalahan terbesarnya yang lebih mementingkan pekerjaan daripada hubungan asmaranya. Namun, semuanya tinggal penyesalan karena Olive sudah memilih pria lain.

Yang Nico tak habis pikir, bisa-bisanya kekasihnya itu begitu cepat memutuskan dengan pria siapa ia akan bertunangan. Setidaknya mereka harusnya melewati proses pendekatan terlebih dahulu atau berpacaran sebelum bertunangan, bukan begitu memutuskan Nico dengan tiba-tiba memberinya kabar bahwa ia akan bertunangan dengan pria lain.  

“Kau masih saja di situ, Nico?”

Pandangan Nico teralihkan dari langit-langit atap ke Jeremy yang tengah berdiri di dekat pintu. “Ho… pengantin baru jam segini kenapa belum pulang?” Nico malah balik bertanya menimpali.

“Sudahlah, aku mengerti apa yang kau pikirkan!” Jeremy berjalan menghampiri Nico lalu duduk di sofa depannya, “aku juga tidak menyangka kalau Olive bakal datang di acaraku kemarin. Sorry, ya…”

“No problem, aku sudah move on, kok.”

Jeremy tertawa. “Kau yakin?”

“Tentu saja. Oh iya, kapan Olive akan menikah?”

“Entahlah… aku tidak pernah mendengar kabar kapan pernikahan dia dengan tunangannya itu.”

Nico lalu mengintip jam tangan yang bertengger di lengannya, sudah hampir malam dan berbicara dengan Jeremy saat ini sebenarnya malah membuat mood-nya semakin buruk, karena yang ia bahas malah mantan kekasih Nico. “Aku duluan ya, Jeremy! Tadi ayahku memanggilku untuk pulang, katanya ada hal penting yang ingin disampaikan,” kata Nico sambil beranjak lalu meninggalkan Jeremy begitu saja.

***

“Whoaaaa Nicooooo!!”

Begitu sampai di rumah tiba-tiba, Nico dihebohkan oleh aksi ayah dan kedua adik kembarnya yang langsung menghampirinya begitu Nico membuka pintu rumah. Mereka sudah menunggu Nico di ruang tamu dan sekarang mereka menyeret Nico duduk di tengah-tengah mereka.

“Nico, hari ini rasa kecewa ayah terobati,” seru pria yang ternyata adalah ayah Nico, bernama David Kuiper.

“Maksudnya?” tanya Nico yang tak paham akan tingkah keluarganya.

“Kak Nico bakal menikah!” seru Raisya, adek kedua Nico, dengan tidak sabar, “kita akan membuat pesta pernikahan!”

“Apa?” Nico terperangah, “omong kosong macam apa ini?”

“Nico, tidak apa-apa kau gagal menikah dengan pacarmu itu, asal kau jadi menikah sama yang ini.”

“Yang ini? Yang ini siapa maksud Ayah?” Nico semakin tak mengerti.

“Adiknya Barack Adhinata, namanya Raihan!” jawab Hasya tiba-tiba, adik dari Nico yang berperawakan tomboy.

“Adiknya Barack…?” Nico teringat masa-masa kecil ketika pertama dan terakhir kalinya bertemu dengan adik perempuan Barack di suatu acara, tiba-tiba dia tersipu malu mengingat masa itu karena saat itu ia mengenal cinta pada pandangan pertama.

Ya, Nico dulu pernah menyukai adik Barack bahkan dulu ingin menikahinya. Namun itu hanyalah angan-angan semasa kecil, hanya sekedar cerita cinta di masa kecil yang tak ada kelanjutannya.

Nico menggeleng. “Apa-apaan sih kalian semuanya? Aku tidak mau dijodohkan seperti ini!” bentaknya menolak.

Sejenak mereka semua terdiam, tak menyangka bahwa Nico menolak perjodohannya padahal semua sudah antusias dengan pernikahan Nico nanti. Lalu, David membuka mulut. “Kamu setuju atau tidak, dua hari kemudian kamu tetap akan menikah dengan adik Barack Adhinata, ini bukan keinginan ayah tapi ini adalah keinginan almarhum kakekmu dan orang tua Barack, Barack sudah menyiapkan semuanya acara pernikahan kalian.”

Nico terhenyak tak percaya. Pernikahannya dua hari lagi? Yang benar saja! Buru-buru Nico menolaknya, “Tapi Ayah… Ayah tahu sendiri kita sudah lama tidak dekat dengan keluarga Adhinata, bahkan tidak ada kerja sama bisnis di antara keluarga kita…”

“Sudah kubilang ini perjanjian antara kakekmu dan keluarga mereka!” terang David mengingatkan kembali dengan tegas.

Nico mendelik heran. Baru kali ini Nico melihat ayahnya setegas ini dan cenderung memaksa. Tapi, yang benar saya! Nico bukanlah anak kecil lagi yang harus diatur apalagi ini persoalan pernikahan.

“Ingat Nico, kalau kau tidak bersedia, aku akan mengeluarkan kau dari keluarga Kuiper. Jangan harap kau bisa bekerja di perusahaan lagi kalau kau menolak!”

“Ayah!” Nico menatap ayahnya seakan tak percaya dengan pernyataan David.

David mendengus lalu meninggalkan Nico tanpa penjelasan lagi, disusul oleh kedua anak gadisnya. Keputusan David menikahkan Nico dan gadis dari keluarga Adhinata sudah tak bisa diganggu gugat lagi. Nico yang merasa sial, sudah gagal melamar Olive, mantan kekasihnya, ia malah harus menikah dengan keluarga Adhinata. Nico bukannya menolak karena tidak menyukai adik Barack, hanya saja Nico tahu bagaimana watak Barack yang terkenal terlalu dingin apalagi harus menjadi iparnya. Lalu adiknya Barack? Bisa saja adik dari Barack Adhinata sama dinginnya dengan kakaknya itu.

Akhirnya, Nico memilih kembali ke kamarnya setelah ditinggalkan ayah dan kedua adiknya. Sesampainya di kamar dia meraih foto berbingkai yang masih setia menghiasi meja nakas yang berada tepat di samping ranjangnya. Di tatapnya foto itu lekat-lekat sambil merebahkan tubuhnya di ranjang. Andaikan saja waktu bisa diputar kembali pasti Nico akan mati-matian menggagalkan pertunangan Olive dengan pria lain dan memilih untuk lebih memprioritaskan gadis itu.

“Olive…” lirihnya sendu memandang wajah kekasih hatinya yang amat jelita.

Nico lalu menaruh foto itu di atas dadanya sambil memejamkan mata coklatnya. Nico mengingat kembali pernyataan ayahnya bahwa dua hari lagi ia akan menikah. Nico merasa hidupnya sangat konyol, ia bahkan tak tahu bagaimana wujud calon istrinya saat ini.

Nico mengingat-ingat kembali kejadian di masa kecil saat ia bertemu dengan Barack dan adiknya. Ia tidak mengetahui siapa nama adik Barack namun ia sangat menyukai adik Barack saat itu, anak perempuan itu adalah anak yang paling cantik yang pernah ia temui. Bahkan, ia pernah berangan-angan akan menikahi adik Barack Adhinata.

Namun, itu hanyalah cinta monyet seorang bocah yang akhirnya ia berpaling ke gadis lainnya walaupun akhirnya ia ternyata akan menikahi cinta monyetnya. Perasaan Nico yang sekarang tentu sudah berbeda dengan perasaan saat ia masih bocah dulu.

Nico jadi penasaran kira-kira seperti apa penampakan adik Barack Adhinata? Apakah gadis kecil itu makin cantik atau sebaliknya. Semoga saja wajah adik Barack Adhinata cantik, pikir Nico. Setidaknya, jika istrinya kelak memiliki rupa yang cantik, tidak susah untuk menyukainya. Lalu, tidak lama kemudian ia terlelap dalam mimpi pernikahannya.

.

TBC

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bulk One
jalan ceritanya bingungin, gak d jelaskan dulu inibsiapa ini siapa....raihan itu nama co knp jd cewek ya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status